10

171 65 4
                                    

Pukul 06.25, Rindu berjalan tergesa-gesa keluar rumah untuk berangkat ke sekolah. Ini sudah siang, dan ia baru saja menapakkan kakinya di depan rumah. Biasanya tak pernah seperti ini.

Tapi semalaman Rindu tidur larut malam karena membantu temannya-Diana-mengerjakan PR dari salah satu pelajaran yang Diana benci,  apalagi kalo bukan matematika.

Karena kebenciannya itu sepertinya yang menyusahkan Rindu untuk mengajarkan soal-soal yang tidak Diana mengerti, jadi susah masuk ke otaknya.

Biasanya sesi seperti ini dimulai saat mereka telah sampai di sekolah. Tapi kali ini Diana harus menyelesaikannya karena katanya, guru mata pelajaran yang memberikan tugas pada murid-muridnya itu akan datang pagi-pagi sekali dan menilainya.

"Lo tiap hari ke sekolah jam segini? " ucap seorang pria yang mengenakan seragam sama seperti Rindu. Pria itu mengenakan baju putih berdasi abu-abu dan celana dengan warna sama dengan dasinya, juga almamater berwarna coklat persis seperti yang Rindu kenakan.

Rindu berhenti berlari kemudian menengok ke asal suara. Dan seseorang yang entah tadi bicara kepada siapa itu melangkah mendekatinya dari balik tembok.

Rindu mengangkat sebelah alisnya,"Lo ngapain? " ucapnya balik bertanya.

Akmal berdiri di sampingnya tanpa menengok ke arah gadis itu.

"Pentingan mana, gue yang lagi ngapain, apa gerbang sekolah kita di tutup? "

Rindu melihat jam tangannya, sudah pukul 06.29, "Sial!".

Gadis itupun berlari namun kemudian berhenti lagi karena menyadari sesuatu yang aneh.

"Tadi lo bilang apa? Sekolah kita? " tanyanya.

"Mikirnya nanti aja. "

Kemudian Rindu berlari lagi ke arah palang berhenti angkutan umum. Karena ini sudah benar-benar telat!

Akmal yang sudah menduga hal itupun menarik tas Rindu, sebelum ia keluar gang untuk ke jalan besar. Kemudian ia menggenggam tangannya, dan berlari bersama.

"Ngapain sih?! Gue udah telat! " bentak Rindu mencoba melepaskan tangannya dari pria yang kebiasaan kalo mau apa-apa suka seenaknya tanpa konfirmasi dulu itu.

"Gue tau jalan pintas ke sekolah."

Rindu hanya pasrah, karena benar juga, jika ia harus menunggu angkot itu pasti memakan waktu lama

Akmal terus berlari dengan tangan kirinya yang menggenggam tangan Rindu, dan tangan kanan yang memegang tongkat lipat miliknya. Sebenarnya itu hanya tanda bahwa dia adalah orang buta, selebihnya tidak berguna.

"Bawain.. tas.. guee dong.. " ucap Rindu saat mereka tengah berlari.

"Bawa sendiri, tas gue juga udah berat. "

Dan jawban itu membuat Rindu sedikit kesal.

5 menit kemudian mereka sampai di sekolah. Tapi bukan di depan gerbang, karena pasti sudah ditutup.

Akmal meletakkan tas nya kemudian duduk dengan sebelah lutut di tanah dan menunduk. "Naik. "

Rindu yang tidak pernah menyangka akan masuk sekolah dengan melewati tembok belakang ini mematung. Tapi sekarang itu tidak penting!

Ia pun mulai menginjakkan kakinya diatas punggung lebar pria itu, dan memanjat. Akmal membantunya.

Cukup mudah bagi Akmal memanjat tembok ini, karena setiap tempat yang akan ia datangi, Akmal datang lebih dulu untuk menghafal tempat itu dengan bantuan para bodyguardnya.

Tidak heran jika ia tau jalan, tempat, dan hal-hal disekitarnya.

Mereka berdua akhirnya berhasil masuk ke sekolah tanpa ketahuan satpam.

Rindu masuk ke kelasnya dan sudah ada guru matematika. Rindu beralasan sedang di kamar mandi sekolah tadi, sehingga telat sampai di kelas. Lalu mengumpulkan PR matematikanya dan duduk di kursi.

Setelah beberapa saat, ia mulai merasa ada yang aneh.

Benar saja, ia benar-benar melihat hal yang sangat tidak masuk akal ini sekarang.

Akmal masuk ke dalam kelasnya bersama wali kelas mereka.

"Hari ini ada murid pindahan." ucap wali kelas.

"Silakan memperkenalkan diri, " lanjutnya pada Akmal.

"Pagi, gue Akmal Adhyastha. Salam kenal. " ucap Akmal memperkenalkan diri.

Kemudian salah satu anak laki-laki mengangkat tangan ingin bertanya.

"Bu, dia tunanetra? " tanya anak itu.

"Iya, gue buta. Tolong kerja sama nya." jawab Akmal.

Akmal duduk di sebelah anak yang bertanya tadi, "gue Bobby, salken. " ucap Bobby.

Akmal hanya tersenyum sekilas.

Sangat jarang ada murid yang pindah sekolah saat sudah kelas 12. Juga yang pindah dari sekolah disabilitas ke sekolah normal seperti ini. Tapi bagi Akmal itu tidak masalah. Karena dimanapun ia sekolah, saat lulus tetap akan dikuliahkan oleh orangtuanya.

Sepertinya ini akan jadi masalah bagi Rindu.

-----------------

Kantin menjadi sangat ramai dari biasanya. Tempat itu kini dipenuhi oleh adik kelas dan teman seangkatan nya yang ingin tahu sosok anak murid pindahan buta tapi ganteng ini.

Rindu mengaduk-aduk batagor di depannya. Ia masih belum dapat mencerna ini semua.

"Lo," ucapnya kemudian, "ngapain pindah kesiniii?" tanyanya pasrah meletakkan sendok batagornya karena masih tidak mengerti dan pria di depannya ini tak mempunyai alasan yang jelas. Karena dari tadi jawabannya adalah: pengen aja.

"Kan gue udah bilang, kalo lo bakal terus ketemu gue, liat gue, dan ada di deket gue. " jawab Akmal setelah mengunyah batagornya.

"Lo gajelas tau ga? "

"Tau. "

"Dan kayaknya pengakuan gue kemarin lebih penting, deh. " lanjutnya.

Rindu menghela napas panjang,
"Lo.. Serius deh.... "

Akmal diam tak menjawab. Namun raut wajahnya menunjukkan keseriusannya.

Akhirnya Rindupun mengerti, jika memang pria ini benar-benar menyukainya, sepertinya ia tau alasan Akmal pindah ke sekolah ini. Dengan pindah pun ia tau bahwa Akmal benar-benar serius.

Dan sepertinya hari-hari kedepan akan lebih panjang dan penuh oleh pria yang belum ia kenal sepenuhnya ini.

----------------

Terima kasih sudah membaca!

Jangan lupa tinggalkan jejak yaa! ><

Look at MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang