Pria dengan kaos hitam dan celana yang selaras itu masuk ke dalam kamar dan menuju ke balkon. Tak lama kemudian, seorang pelayan mengetuk pintu dan masuk untuk memberikan secangkir teh sesuai yang sudah diperintahkan.
Balkon kamarnya adalah tempat Akmal biasa menempatkan dirinya di rumah ini. Ruangan kamarnya sangat luas, dan balkon itu mengikuti lebar ruangan yang batasi oleh pintu kaca.
Pemandangan dari atas sini indah, tapi bukan karena hal itu Akmal suka berada di sini. Karena percuma, ia tak bisa melihat itu.
Entah apa alasannya, ia hanya merasa tenang di sini, sebelum menemukan tempat yang dapat lebih menenangkannya lagi, yaitu taman dari rumah tak berpenghuni. Karena rumah sebesar ini tak ada gunanya jika sepi. Tak ada gunanya jika hanya ia dan kakaknya yang menghuni. Dan juga, rumah ini sangat membosankan. Tak pernah ada kekacauan karena bodyguard utusan ayahnya ada di setiap sudut rumah ini.
Sejak kecil, hidupnya selalu tenang. Tapi anehnya hal itu malah mengganggu. Karena menurutnya itu tidak normal, sedangkan anak-anak seusianya di luar sana bebas melakukan apapun. Membuat kekacauan, berkelahi, dan itulah arti masa kecil. Namun Akmal tak mengalami itu semua.
Apalagi dengan keadaannya yang buta, pengawasan terhadapnya semakin ketat. Mungkin seumur hidupnya ia hanya akan berkelahi dengan pelatih bela diri pribadinya.
Kemudian salah satu bodyguard yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri itu masuk ke dalam mengetuk pintu. Dan masuk untuk memberi hasil atas perintah Akmal beberapa hari yang lalu.
"Okay. " ucap Akmal pada bodyguard itu yang kemudian kembali keluar dari kamarnya.
Akmal mengeluarkan kertas dengan huruf yang tibul dari dalam map itu dan mulai merabanya. Itulah cara mereka yang tak bisa melihat untuk membaca, dengan meraba. Lalu Akmal menghela napasnya.
"Ternyata benar, masalah lo ada dirumah, Rindu." ucapnya.
-------------
Akmal melipat tongkatnya dan menginjakkan kaki di atas rumput segar itu. Tepat seperti dugaannya, gadis yang ia cari pun ada di sini, sedang memainkan gitarnya.
Sepertinya sudah lama semenjak terakhir kali ia mendengarkan Rindu bermain gitar. Akmal terdiam di balik tembok rumah tak berpenghuni itu.
Ia tersadar, tempat yang mungkin menurut orang lain menyeramkan atau bahkan tak dianggap ini adalah tempat tertenang bagi Rindu. Tempat dimana ia tak lagi mengkhawatirkan tentang rumah, ataupun orangtuanya.
Kini Akmal mengetahui semuanya.
Rasanya, ingin ia beli saja rumah tua dengan taman kecil ini agar Rindu bisa bebas menempatkan dirinya disini.
"Akmal? "
Akmal terkaget. Walaupun ia jarang tak menyadari sesorang mendekatinya. Karena pendengarannya cukup tajam.
Akmal menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia tak tahu harus bersikap apalagi terhadap wanita di depannya ini.
"Lo kebiasaan banget, sih. Suka ada tiba-tiba. Kaya setan tau ga?" umpat Rindu kemudian kembali duduk dengan gitarnya.
Akmal tersenyum.
"Dari pada ngilang tiba-tiba? Ya kalo setannya kayak gue juga cewe-cewe gabakal lari kali. " balasnya mendekati gadis itu.
"Pala lo lari!"
"Apasih? pala gapunya kaki."
"Serah."
Sebenarnya, selama ini Akmal selalu ingin bertanya alasan mengapa Rindu selalu datang kesini seperti ini adalah rumahnya sendiri.
Namun justru sekarang ia tak ingin sama sekali membahas tentang itu. Tentang keluarganya, rumahnya, atau apapun itu. Karena ternyata hal yang sangat ingin ia ketahui itu adalah luka bagi Rindu. Dan Akmal tidak ingin menjadi orang yang akan membasahi luka itu dengan membuat Rindu tertekan karena pertanyaannya.
Toh sekarang ia sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Rin. " panggil Akmal.
Rindu merinding.
Sejak kapan kita jadi sedeket ini sampe bisa memanggil nama panggilan kayak gini?
"Maafin gue, ya."
Karena
"Karna mulai sekarang lo bakal terus ketemu gue, liat gue, dan deket sama gue. "
untuk memulai kisah baru
"Gue juga minta maaf." ucapnya lagi tanpa sedikit pun menoleh ke arah Rindu.
hanya perlu untuk memulainya.
"Karena udah suka sama lo."
Dan akan gue pastiin kalo rasa ini gak bikin lo susah.
Kalo rasa ini yang akan buat lo lupa sama segalanya, Rindu.
Tolong bantu gue
untuk bahagiain lo.
-----------
Terima kasih sudah membaca!
Jangan lupa tinggalkan jejak :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me
Teen Fiction"Iya. Tertawalah. Lupakan tentangku yang tak akan pernah bisa melihatmu bahagia. "