Chapter 5. Sebuah Gema

1.8K 405 18
                                    

"Bagaimana cinta dikatakan cinta bila tak menyatukan dua hati?"

Dewa dunia atas, dewa dari segala dewa marah. Semua ini berawal dari bagaimana mereka tidak bisa mengendalikan diri. Baekha memang licik sejak awal, namun Chanyeo berhasil membuatnya terusik. Chanyeo pun begitu. Dia pintar mengendalikan diri, menyebarkan rasa kasih pada makhluk lain di dunia manusia. Sayangnya... menghadapi Baekha... sudut hatinya tidak pernah bisa menerima. Kalau Chanyeo adalah air, maka Baekha adalah api. Dia adalah zat yang bisa membuatnya menguap.

Seluruh dewa tidak bisa bertanggung jawab, karena jiwa jenderal itu kini terikat di dunia fana, menjadi penghuni kekal dunia itu. Dia tidak akan pernah bisa pergi ke dunia atas maupun dunia bawah. Bahkan Tetua tidak memberinya kesempatan untuk reinkarnasi.

Perseteruan itu masih berjalan. Baekha dan Chanyeo masih saling mengutarakan rasa benci dan amarah mereka. Puncaknya adalah ketika mereka berdua sama-sama melanggar perjanjian damai yang muncul di antara dua dunia. Mereka menghancurkan aturan yang seharusnya ditaati, bahkan meski Baekha tidak suka diikat seperti itu.

Jelas, Tetua marah.

Dunia fana yang berguncang menjadi saksi bagaimana kedua dewa itu melanggar perjanjian. Karena itulah... hukuman harus mereka dapatkan. Baekha dan Chanyeo diikat oleh mantra suci. Ketika Chanyeo membuka mata, dilihatnya sebuah pemandangan yang sangat indah, namun menyakitkan.

Baekha di ujung sana, terikat kedua pergelangan tangannya pada sebuah kayu mahoni. Sayapnya menghilang. Tubuhnya hanya ditutupi selembar kain di bagian pinggang hingga lutut. Cahaya dunia fana terlalu semu untuk membiaskan pantulan dewa dunia bawah itu.

Dia terlihat murni ketika memejamkan mata.

Chanyeo termangu. Dia tidak bermaksud untuk membangunkannya atau sekadar memanggilnya. Namun, dia benar-benar cemas apa dewa dunia bawah itu masih hidup. Chanyeo memutuskan untuk memangil namanya.

"Baek..."

"Ya?" Dan mata itu terbuka spontan, mengerjap manis menatap Chanyeo. Chanyeo melongo, hampir memekik dan menjerit. Namun dia sadar untuk tidak melakukannya. Dia hanya menghela napas dan menampakkan wajah ketusnya.

"Kau tidak tidur?"

Baekha menggeleng. "Bagaimana mungkin aku bisa tidur? Tanganku sakit sekali!"

"Kau menipuku!"

"Aku tidak menipumu! Aku hanya tidak ingin bercerita."

Chanyeo menghela napas. Mereka berada pada posisi yang sangat canggung, namun Baekha tidak pernah keberatan dengan ini. Mereka seolah berada pada sebuah pemandangan indah, namun mereka tak diperbolehkan untuk saling menyentuh. Shuo melihat mereka dan melongo dengan begitu dramatis.

"Kalian..."

"Hai, Shuo!" Baekha tersenyum, menyapa. Shuo memekik. Bagaimana bisa dewa ini diikat denga posisi yang begitu erotis?

Apa Tetua sedang bercanda? Dia tidak mempermasalahkan Chanyeo karena dewa itu terlihat sangat luar biasa dengan posisi gagahnya. Namun, untuk Baekha...

"Tidakkah kau terlihat menggelikan?" tanya Shuo cepat. Baekha tersenyum.

"Ah, tidak. Aku hanya terlihat sangat menawan dan menakjubkan. Kau tahu?"

Shuo menatap wajah Baekha dan terusik. Pantas saja banyak manusia yang jatuh karena pesonanya. Dia terlihat sangat mengerikan. Baekha menghela napas dan menggeleng gusar.

"Aku lelah diikat begini!" katanya.

Shuo terbang, melintasi tempat Tetua. Dia tidak ingin Chanyeo diikat bersama Baekha di sana. Karena sebuah alasan, bahwa yang baik seharusnya tidak bersama dengan yang buruk. Biarlah manusia saja yang berkecimpung dengan dua sisi itu!

Amor (Chanbaek Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang