15

26 9 0
                                    


Jungwoo membawa sepedanya. Otomatis untuk pertama kalinya aku merasakan dibonceng Jungwoo.

"Kamu pernah naik sepeda gak?" tanya Jungwoo.

"Pernah dong!" jawabku lalu duduk di jok belakang sepeda Jungwoo.

"Pegangan ya. Peluk juga gak apa-apa."

Sesaat setelah mengatakan hal tersebut Jungwoo langsung mengayuh sepedanya. Tidak ngebut sih, tapi cukup membuatku kaget.

Aku menikmati suasana sore menjelang malam kota Seoul ini. Tidak terlalu ramai karena Jungwoo mengambil jalan-jalan kecil namun masih bisa merasakan indahnya suasana sore, bukan jalanan raya.

Awalnya aku ingin mengatakan kenapa aku kemarin menangis, tapi aku urungkan. Aku tidak mau jika Jungwoo tahu aku dijodohkan, dia akan menjauhiku.

"Aku gak suka kalo matahari terbenam." Ucap Jungwoo masih mengayuh sepedanya meskipun sekarang ia mengayuh cukup lambat.

"Kenapa? Itu kan tandanya kita udah dekat waktu istirahat, meninggalkan penat pas siang hari."

"Aku gak suka, karena aku gak bisa lagi kerja keras buat dapetin uang,"

"Kan bisa dilanjut besok lagi, masa kamu juga mau kerja terus sih.."

"Aku juga jadi harus pulang ke rumah. Aku jadi sering nangis kalo pulang ke rumah. Apalagi malem, aku jadi tambah inget ayah.." aku mendengar suaranya mulai melemah, pasti selama ini sangat berat untuknya.

"Jungwoo.." aku hanya mengelus pelan lengannya yang sedang menyetir mengendalikan stir sepedanya.

"Dan juga, aku harus anter kamu pulang. Gak ada waktu lama-lama lagi buat bareng sama kamu."

Aku hanya terdiam mendengar penjelasannya.

Ini terlalu mendadak. Tidak, tidak bisa seperti ini Jungwoo.

Ini tidak sehat untuk jantung dan hatiku.

"Heh! Kok ngelamun!" Jungwoo tertawa kecil dan sedikit menggoyang-goyangkan tubuhnya sehingga aku tersadar dari lamunanku.

"E-eh enggak kok! Siapa yang ngelamun!" sergahku lalu memukul pelan punggung Jungwoo.

"Jungwoo, kamu cape kan? Duduk dulu yuk di sana!" aku menunjuk kursi taman kosong yang menghadap langsung ke arah sungai Han.

Jungwoo mengangguk menuruti keinginanku, lalu memarkirkan sepedanya dan menyusulku duduk.

"Kamu mau aku beliin minum?" tawar Jungwoo.

"Gak usah, aku cuma mau duduk aja."

"Kamu mau aku ceritain tentang ayahku gak?" Jungwoo mengubah posisi duduknya menempelkan punggungnya ke senderan kursi lalu melihat ke langit malam. Untung saja hari ini cerah, sudah mulai banyak bintang bermunculan.

Aku hanya membalas pertanyaan Jungwoo dengan deheman pelan dan anggukan, kurasa Jungwoo sudah mengetahui bahwa aku bersedia mendengarkan cerita tentang ayahnya.

"Ayah itu keliatannya pendiem, tapi aslinya jahil, terus manja, mungkin sifat si kembar Jeno Jaemin nurun dari ayah. Hahaha," ia tertawa mesekipun ku lihat raut wajahnya menggambarkan sebuah kerinduan.

Jungwoo pasti rindu ayahnya.

"Ayah juga orangnya pekerja keras, dia bahkan sering lembur demi nyelesain tugasnya supaya waktu liburnya gak keganggu sama kerjaan, jadi bisa kumpul sama keluarga,"

"Ayah.. gak pernah bikin kami kecewa.."

Sangat jelas aku melihat Jungwoo mulai menitikkan air matanya. Jungwoo menangis.

Lets Not Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang