21

56 3 0
                                    

Hari yang cerah tapi tidak secerah perasaanku. Tidak ada angin ataupun badai, tiba-tiba saja Ten datang ke rumahku. Kali ini tidak membawa keluarganya. Ia datang sendiri.

"Mau ngapain lo ke sini?" ujarku sesaat setelah membukakan pintu untuk Ten.

"Mau ngajak kamu jalan." Katanya dengan senyuman ya cukup manis, tapi aku tidak menyukainya.

"Gak," aku lalu meninggalkannya yang masih berdiri di ambang pintu.

"Siapa Hae?" tanya mami Irene dari arah dapur.

"Ten, mi." jawabku singkat lalu duduk tanpa mempersilahkan Ten untuk duduk.

Setelah mendengar jawabanku itu mami Irene langsung menghampiri ke ruang tamu.

"Loh, ada Ten? Kenapa kamu gak suruh Ten duduk, Haena?!" tanya mami Irene lalu mengalihkan pandangannya ke arahku yang sedang memainkan ponsel.

Sebenarnya yang kulakukan hanya bolak-balik menyentuh home lalu menu.

"Udah gede dia mi, masa duduk aja harus di suruh," jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari ponsel.

"Hae-"

"Udah tante, ini juga Ten mau duduk," potong Ten lalu segera duduk di seberangku.

Aku hanya memandangnya dengan tatapan jutek. Entah kenapa aku kesal sekali melihat dia, huh.

"Ada apa Ten? Kok tumben ke sini?" mami Irene lalu duduk di sebelahku.

"Aku mau ajak Haena jalan-jalan, tante. Bolehkan?" Ten memandang ke arahku. Pandangan Ten biasa saja, tapi aku sebal melihatnya.

"Oh, boleh dong!" jawab mami Irene semangat.

"Gak mi, Haena mau ke kampus!" aku memindahkan bantal yang semula ada dipangkuanku.

"Kampus? Mau apa? Hari ini kan libur!"

Ah benar juga, jelas-jelas ini hari libur. Kalau aku menjawab pada mami Irene akan kumpul organisasi, pasti dia tidak akan percaya, mami Irene jelas tahu kalau aku sangat malas pada hal-hal seperti itu.

"Tapi mi.. Haena males! Pokoknya gak mau!" hampir saja aku beranjak dari kursi, ku lihat papi Suho berjalan menuju ruang tamu dengan tatapan marah padaku.

"Haena! Kamu kenapa sih? Sejak kapan kamu gak bisa hargain orang lain? Ten dateng jauh-jauh cuma mau ngajak kamu jalan-jalan!"

Sungguh aku benci. Gara-gara Ten, sudah berapa kali papi Suho marah seperti ini padaku.

Aku sangat malas jika harus berdebat lagi dengan papi. Terlebih, aku tidak mau merasa canggung lagi pada papi Suho seperti tempo hari.

"Iya, Haena siap-siap dulu."

Segera kutinggalkan ruang tamu lalu menuju kamarku untuk siap-siap.

Tidak sampai 15 menit aku sudah siap. Aku tidak berdandan, malas sekali. Aku hanya mengganti pakaian dan memakai sedikit bedak lalu liptint.

"Ayo." Ucapku datar.

Ten lalu beranjak dari tempat duduknya.

"Haena berangkat dulu mi, pi." Ucapku lalu mendahului Ten keluar rumah.

Biasanya aku akan mencium pipi mami Irene dan papi Suho dulu, tapi suasana saat ini benar-benar tidak baik. Aku sangat kesal, begitu pula kulihat papi Suho yang masih belum terlalu bersahabat.

"Om, Tante, kami pergi dulu." Pamit Ten.

"Iya, hati-hati ya." Jawab mami Irene dibarengi dengan senyumannya yang sangat menawan. Pantas saja papi Suho jatuh cinta.

***

Ten mengajak ku ke mall. Menonton, lalu mengajak ku belanja. Meskipun pada akhirnya ini lebih terkesan aku yang mengantar dia belanja.

"Udah kenapa sih, gue capek! Pegel!" ucapku saat Ten masih mau melanjutkan acara belanjanya ke toko sepatu.

"Bentar ya Hae, aku mau tanding basket, sepatu lama aku udah jelek." Katanya dengan tatapan sedikit memohon? Mungkin seperti itu.

Jujur saja, ekspresinya lucu, tapi aku jelas tidak menyukainya.

"Bodo amat sih ya lo mau tanding atau apaan, ini kaki gue udah pegel banget! Lo kan bisa belanja sendiri, kenapa harus ajak-ajak gue sih?" kurasa, aku hanya melakukan satu tarikan nafas untuk mengucapkan kalimat panjang itu.

"10 menit aja deh, Hae!" ia menunjukkan kesepuluh jarinya.

"Jangan mentang-mentang nama lo Ten jadi minta 10 menit! Gak pokoknya gue mau balik!"

Kini aku berjalan meninggalkannya, namun ku rasa dia juga pergi meninggalkan toko sepatu itu lalu mengikutiku.

Di dalam mobil aku hanya diam, memainkan ponsel. Meng-scroll berulang kali timeline twitter.

"Jungwoo kok gak ada kabar ya hari ini?" ucapku dalam hati.

"Jungwoo siapanya kamu?" tiba-tiba saja aku mendengar suara yang menyebut nama Jungwoo. Tadikan aku mengucapkan namanya dalam hati.

"Haena? Kamu gak apa-apa?" Ten mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku.

"Eh apaan si?" segera ku singkirkan tangan Ten.

"Tadi aku tanya, Jungwoo siapanya kamu?" tanyanya dengan masih sibuk menyetir.
"Kok lo tau namanya? Lo nguntit gue ya?" kini aku sudah duduk tegak menghadap ke arah Ten.

"Hahahaha nguntit apa sih? Jelas kenal lah, Jungwoo satu jurusan sama aku. Dia adik tingkat aku."

"Hah? Adik tingkat apaan sih? Lo kan baru pindah dari Thailand!"

"Yang baru pindah itu mama papa aku, aku tinggal di sini."

"Terus kenapa waktu itu malah nyuruh kak Jaehyun jemput orang tua lo?"

"Oh, itu soalnya aku ada kelas. Terus aku disuruh papa buat jemput mereka di rumah kamu aja,"

Aku memberikan tatapan menyelidiki.

"Kamu kenapa liatin aku kaya gitu?"

"Gak!" aku lalu kembali duduk keposisi semula, menyandarkan tubuhku pada jok.

"Kamu kayaknya jangan deket-deket sama Jungwoo lagi deh,"

Kata-katanya jelas membuatku marah.

"Maksud lo apa? Siapa lo larang-larang gue deket sama orang lain?" kini aku menaruh dengan kasar ponsel yang sejak tadi ku genggam.

"Aku kan.. ya bisa dibilang calon suami kamu, Haena." jawabnya sedikit ragu meskipun tatapannya masih fokus ke jalanan.

"Calon suami? Hahaha Terus gue calon istri lo? Gak ya! Gue gak mau!"

"Lagian lo kenapa sih, zaman sekarang masih aja mau dijodoh-jodohin gini? Norak tau gak, melanggar hak lagi!" aku sudah benar-benar ada dibatas akhir kesabaran.

"Terserah Hae, mau gimanapun juga kamu sama aku udah dijodohin."

"Lo gak punya pacar gitu? Atau orang yang lo suka deh, terus lo mau ninggalin dia demi dijodohin sama gue?" kini aku kembali duduk menghadap ke arahnya.

"Gak ada." Jawabnya singkat.

"Gila.. gak percaya gue! Udahlah turunin gue di sini aja!" aku sudah bersiap membuka seat belt.

"Eh, kenapa? Jangan gitu dong Hae.." kini Ten panik dan sedikit melihat ke arahku yang sedang sibuk membereskan barangku.

"Turunin gue gak? Kalo gak gue ngamuk terus buka paksa ini pintu!"

"Iya-iya sebentar.."

Ten pun langsung memarkirkan mobilnya tepat seberang halte biasa aku menunggu bis sebelum berangkat kuliah.

Aku segera turun tanpa mengucapkan apapun padanya. Aku sudah sangat kesal pada laki-laki bernama Ten ini.

Di dalam mobil, Ten tampak mengeluarkan sebuah kotak.

"Kalau aku kasih tahu siapa sebenernya yang aku suka, apa reaksi kamu bakalan tetap kaya gini?"

"Hah.. Aku tetep belum bisa bikin kamu jatuh cinta ya, Haena."

*****

Lets Not Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang