Aku tetap melingkarkan lenganku di lengan Jungwoo bahkan sampai ke luar fakultas.
Tiba-tiba Jungwoo melepaskan tanganku dengan cukup kasar.
Aku sangat terkejut. Apakah Jungwoo tidak suka dengan perlakuanku tadi?
Aku menatap Jungwoo dengan tatapan merasa bersalah.
"Maaf, aku ga-"
Kalimatku terpotong, tiba-tiba saja Jungwoo menggenggam tanganku, lalu berjalan menuntunku.
"Jung.." ucapku menggantung.
Jungwoo menghentikan langkah kakinya.
"Waktu itu aku lupa bilang, selain kita bisa jadi tempat peristirahatan satu sama lain, kita juga bisa jadi tempat berlindung satu sama lain,"
Jungwoo melanjutkan langkah kakinya dengan tangan yang masih menggenggam tanganku.
Aku hanya tersenyum lega mendengar apa yang dikatakan dan melihat perlakuan Jungwoo padaku.
Sepanjang perjalanan menuju halte bis, baik aku ataupun Jungwoo masih sama-sama diam.
Tapi tetap saja aku bahagia, apalagi tangannya yang kuat menggenggam tanganku.
Aku menatap ke arah Jungwoo.
"Kenapa?" tanyanya.
"Enggak." Aku menggeleng sambil tersenyum.
Kulihat Jungwoo juga tersenyum.
Kini aku mengerti bagaimana Jungwoo bisa membuatku nyaman.
Ia tidak menanyakan apa masalahku, tapi ia berpikir untuk membuatku nyaman terlebih dahulu. Seperti saat ini.
Bis tiba di halte, kami berdua pun naik.
Keadaan bis saat ini cukup sepi, sehingga kami berdua bisa duduk. Bersebelahan.
Tangan kami masih berpegangan. Aku yakin masing-masing tangan kita sudah berkeringat. Tapi tetap saja terasa nyaman.
Selama perjalananpun kami masih diam, entah kenapa terasa begitu canggung. Padahal jantung kami berdua berdegup dengan cepat.
Sampai akhirnya aku mengawali obrolan karena merasa muak dengan keheningan ini.
"Tadi kamu bilang kelasnya masih 30 menit? Kenapa 15 menit udah selesai?" tanyaku padanya.
"Tadi dosennya dapat telepon, terus langsung pamit dan nyuruh pulang."
"Oh.. gitu," aku mengangguk mendengar jawaban Jungwoo.
"Mungkin dosenku dapet pesan kalo kamu lagi butuh aku saat itu juga," Jungwoo menatapku,
"Tuh kan, telepati lagi? Hahaha," aku tertawa canggung, karena gugup sebenarnya.
"Haena, tangan kamu keringetan banyak."
Astaga aku malu sekali lalu buru-buru melepaskan tanganku dari tangan Jungwoo dan mengalihkan pandanganku ke luar melalui jendela.
Jungwoo tertawa sambil mengacak pelan pucuk rambutku.
Tidak bisa jika aku tidak tersenyum. Jelas aku tersenyum bahagia mendapat perlakuan ini dari Jungwoo.
***
Entah kenapa setiap bersama Jungwoo, waktu terasa berlalu begitu cepat. Padahal aku masih ingin lebih lama dengannya, tapi sudah sampai halte saja.
"Ayo aku anter sampe rumah," tawar Jungwoo.
"Gak usah, kamu kan harus ke kedai paman Kim juga. Kasian paman Kim gak ada yang bantuin,"
"Kamu gak apa-apa pulang sendiri?"
"Gak apa-apa dong, aku udah gede Jungwoo. Gak usah khawatir kaya gitu."
"Yaudah, tapi hati-hati ya? Nanti hubungi aku kalau udah sampe rumah," ia melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, aku hanya tersenyum mendengar perintahnya.
"Aku pergi dulu ya.. kamu juga sana!" Jungwoo mundur beberapa langkah, sebelum berbalik membelakangiku sepenuhnya aku kembali memanggilnya,
"Jungwoo.."
"Hm?"
"Makasih ya," aku tersenyum padanya,
"Kamu membuat setiap hal kecil nampak sangat istimewa, aku pikir itulah sebabnya kamu istimewa, Jungwoo,"
Jungwoo membulatkan bola matanya, lalu ia tersenyum dan melambaikan tangannya padaku kemudian berbalik dan berjalan lagi menjauhiku.
Ting!
Line
Jungwoo
Kamu lebih istimewa buatku Haena, terima kasih.
*****
Jangan lupa votenya yaaaa^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Lets Not Fall In Love
FanfictionKim Jungwoo, laki-laki unik yang menyukai matahari terbit, dan membenci matahari terbenam. copyright©2019/Vinayananayana