Chapter 1 - Andhita

10.2K 794 21
                                    

"Apa kau fikir dengan adanya anak, kalian baik baik saja?" Citra menatapku sengit "Ditha, kalau pada akhirnya Fikri tetap diam, tak mengatakan apapun padamu tentang hubungannya dengan Willona, kau fikir bagaimana perasaan anakmu nanti? Jangan korbankan perasaan anakmu hanya karena keegoisanmu" tutup Citra setelah dia berbicara panjang lebar.

Inilah untungnya memiliki seorang sahabat dengan profesi sebagai psikolog, aku bisa menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi tanpa merasa canggung.

Sejak awal, Citra juga yang menyarankanku agar menunda kehamilan setelah pernikahanku dengan Fikri 2 tahun yang lalhu.

Citra seolah tau, Fikri masih belum serius dengan pernikahan kami.

Dan lambat laun aku setuju, mengingat setelah 2 tahun kami menikah, Fikri sama sekali tidak menanyakan hal itu, dia bahkan masih bersikap santai.

Aku menghela nafasku pelan.

Cafe yang tengah kami datangi adalah cafe yang sejak dulu menjadi langganan kami, sewaktu kami masih kuliah, dan bahkan desain interiornya tak ada yang berubah.

Phonselku yang sejak tadi tergeletak di atas meja bergetar, pesan yang masuk dari Fikri.

Oke.

Balasan pesan singkat yang bahkan sudah ku kirim sejak satu jam yang lalu, padahal aku mengirimkan pesan tepat ketika memasuki jam istirahat kerja.

"Fikri?" tanya Citra yang melihat perubahan ekspresiku setelah membaca pesan balasan dari Fikri.

Aku tersenyum kecut dan mengangguk.

"Apa dulu aku gegabah, menerima lamarannya?" aku menatap keluar jendela melihat sebuah mobil yang baru saja terparkir dengan rapi di depan Cafe.

"Kamu kan udah aku bilangin, tapi kamu terlalu bebal" dengus Citra yang jelas kesal padaku, namun aku jauh lebih kesal ketika melihat mobil itu adalah mobil yang begitu ku kenali.

Fikri, turun dari mobil di susul Willona yang turun dari pintu samping kemudi.

"Liat apa sih?" aku masih mendengar dengan jelas gerutuan Citra, namun fokusku lebih ke arah dua orang yang sedang bercengkrama riang sambil memasuki Cafe yang sudah mulai sepi karena sebentar lagi jam istirahat telah usai.

Lagi.... Helaan nafas berat lolos dari mulutku, aku segera mengalihkan tatapanku sebelum Citra menyadari arah pandanganku.

"Holly Shit" Citra mengumpat keras, aku langsung mendongak dan menatap sekelilingku.
Beberapa pengunjung ikut memandangi kami.

"Itu Fikri kan" Citra mendesis marah padaku.

Tentu saja, cafe ini tak terlalu besar, akan besar juga kemungkinan kalau kami akan bisa melihat pengunjung lainnya walau hanya sekali lirikan.

"Citra, stop it, kita bisa bicara baik baik dengan mereka" aku mencekal tangannya yang akan pergi mendekati meja yang di tempati Fikri dan Willona yang bahkan belum menyadari kami.

Setelah berusaha menenangkan emosi, aku dan Citra segera beranjak dari kursi yang sejak setengah jam yang lalu kami duduki.

"Hallo Willona, long time no see" aku mendengar nada sinis ketika Citra menyapa Willona.

Willona adalah wanita cantik luar biasa yang akan membuat semua laki laki di sekitarnya akan menoleh dua kali. Keluarganya dari keluarga terpandang dan tentu dia adalah kandidat wanita terbaik untuk di jadikan seorang istri.

"Kamu makan siang disini juga? Kalau tau gitu kan bisa bareng" aku berkata dengan santai dan duduk di samping Fikri yang duduk berhadapan dengan Willona, sedangkan Citra duduk di samping Willona dan besikap seolah Willona adalah wabah mematikan yang harus di hindari.

"Kalian?" pertanyaan Willona membuatku bertanya tanya, apakah Fikri belum mengatakan pada Willona kalau kami sudah menikah, atau dia sudah menikah?

"Ahh... Mereka kan udah 2 tahun nikah, Lo belum kasih tau dia Fik?" dengan penuh kemenangan, Citra mengatakan itu dengan semangat dan menunjukkan kalau Willona tak lagi berhak atas Fikri.

"Gue lupa, kan sibuk akhir-akhir ini" Fikri berkata dengan santai dan menoleh kepadaku, tersenyum hangat seperti biasanya.

Andai aku tak melihat pesan intim yang di kirimkan oleh Willona beberapa saat yang lalu, mungkin aku tak akan berfikiran kalau mereka memiliki hubungan lagi.

"Ohhh congrats, Fik-Dhit, aku nggak tau" wajah Willona tampak kecewa, aku tau itu.

Artinya wanita itu masih mengharapkan Fikri.

"Jangan bilang lo masih berharap kalau Fikri masih single? Inget Will udah 4 tahun berlalu" Citra berkata dengan suara mengejeknya.
Aku langsung mendelik pada Citra.

"Citra" tegurku tak suka.

Aku tak ingin mengkonfrontasi wanita itu atau Fikri yang sejak tadi diam, namun aku tau kalau Fikri tengah mengepalkan tangannya di atas pahanya.

"Aku pulang dulu"

Fikri - Willona Atau Fikri - Andhita

Hallo, aku hadir dengan cerita baru, sedikit berbeda dari cerita-cerita sebelumnya.
Semoga kalian suka.
Happy Reading and Enjoyyyyyy

BROKEN ✔ (SUDAH DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang