Tujuh

85 3 0
                                    

Kyungsoo menutup teleponnya dengan gurat bahagia yang tak dapat disembunyikan. Ia ingin melonjak-lonjak saking senangnya. Sarah akan pulang lusa. Dan ia juga merindukannya.

Bibirnya tak henti mengembang sambil menatap wajah Sarah di ponselnya. Telinganya kemudian menangkap langkah kaki mendekat. Ia segera menyimpan posenl dan senyumannya. Kembali pada wajah datarnya seolah tak terjadi apapun.

Tzuyu mengangsurkan kotak makan siang padanya beserta minuman.

"Halo. Aku hanya ingin mengantarkan makan siang, oppa. Silahkan dimakan."

Kyungsoo melirik gadis itu yang kini tersenyum manis.

"Akting lagi? Bukannya kamera sudah dimatikan lima belas menit yang lalu?" sindirnya dengan tangan meraih kotak itu dari tangannya.

"Kamera ada dimana-mana. Karena gosip kita berkencan sudah jadi satu negara. Kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik. Tiga hari lagi kok. Saham SMEnt sudah menanjak naik seiring acara terbaru kalian. Kita juga sudah tak perlu melakukan foto lagi. Lalu kita akan jadi orang asing dan biarkan kabar ini tenggelam dengan sendirinya," tuturnya sembari duduk di sebelah Kyungsoo. Reflek pria ini menggeser tubuhnya menjauh diikuti tatapan protes darinya.

"Kan tiga hari lagi selesai. Jadi kupikir kamu harus belajar menjaga jarak dariku."

"Tidak ah. Aku tak mau." gadis ini kembali mendekat hingga lengan mereka berdempetan.

"Hei! Menjauh sana! Memangnya kamu tidak merasa risih digunakan seperti ini?!" protesnya dengan wajah tidak suka yang tak ditutupi.

"Nggak. Kita hanya boneka perusahaan. Apa yang bisa kita lakukan? Lagipula, Karena ini popularitas grup ku ikut naik. Dan lagi, jika denganmu. Aku tak masalah." gadis ini mulai mengunyah makanan yang ia masukkan ke mulut kecilnya.

"Aku turut prihatin. Wae? Kenapa jika denganku?" tuntut Kyungsoo dengan tatapan risih. Alis berkerut dengan satu alis naik ke atas. Ekspresi berkenyit tak senang terpampang jelas disana

"Karena aku menyukaimu."

©~©

Mobil sudah mulai memasuki pedesaan Tengger. Itu terlihat dari beberapa cahaya lemah dupa yang menyerupai titik warna oranye di beberapa pura kecil yang terkena sorot lampu mobil. Di perkirakan mereka akan sampai di puncak Bromo saat jam tiga pagi.

"Dik. Nanti tolong fotoin, ya? Soalnya mau ku buat kenang-kenangan." pinta Sarah sembari menepuk pundak Dilan yang tengah sibuk dengan ponselnya. Mata pria muda itu meliriknya.

"Mau buat kenang-kenangan atau mau kasih ke pacar?" goda Dilan diikuti suara mengaduh kemudian karena sudah dicubit kuat-kuat oleh kakaknya.

"Rumpi lagi gue buang ke kawah nih ntar." ancam Sarah dengan wajah merah padam. Dilan tergelak diikuti beberapa tawa di belakangnya.

Kakaknya adalah wanita yang kuat. Ia selalu rela berkorban demi orang lain. Dan selalu tulus saat melakukannya. Sekalipun itu membuatnya sering dimanfaatkan. Dilan pernah hampir dihukum oleh Ayah karena merusakkan sepeda kalau saja Sarah tidak berbohong dengan mengakui itu kesalahannya. Dirinya ingat betul mendengat suara patahan gagang kemoceng dari kayu Penjalin. Kayu liat itu sampai patah karena patah saat Ayah mengayunkan kuat-kuat benda itu ke punggung Sarah yang berusia 10 tahun. Bukan sekali dua kali dilakukan. Tapi berkali-kali demi melindungi Dilan. Kakaknya yang selalu lembut mengatakan bahwa ia baik-baik saja-dia pembohong yang buruk- kemudian menasehati Dilan agar tak mengulangi lagi hal tersebut.

Keluarga Sarah menjunjung tinggi nilai-nilai norma yang berlaku dalam agama maupun masyarakat. Makanya, mereka tak segan menghukum anaknya jika bersalah. Dengan pukulan. Tapi Sarah yang paling sering melakukannya untuk adiknya.

Housemaid Part II The Middle (Re-publish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang