Satu

9K 694 19
                                    

Kalimantan Tengah.....

Seruni wanita yang tengah hamil tua itu dari tadi terus memandangi suami tercintanya dengan khawatir. Suaminya tetap ingin pergi berburu ke hutan meski Seruni sudah mati-matian menghalangi keinginan suaminya itu.

Seruni khawatir mengingat cerita orang tua zaman dulu. Dimana melarang pasangan suami istri untuk membunuh binatang saat si istri tengah hamil. Namun Arya yang begitu mencintai hobi berburunya tak mengindahkan larangan itu.

"Bu, jaga kandunganmu baik-baik. Ayah pergi dulu," kata Arya pada istrinya.

"Ayah apa sebaiknya hobimu itu ditinggalkan dulu untuk sementara. Aku sekarang sedang hamil. Bagaimana kalau sampai kena tulah," ucap Seruni dengan cemas, berharap Arya akan membatalkan niatnya untuk pergi berburu.

"Ibu jangan terlalu percaya ucapan orang zaman dulu, itu hanya mitos. Ya sudah Ayah berangkat dulu." Arya menenangkan kecemasan istrinya, ia mengecup kening wanita yang kini tengah hamil anak pertamanya itu.

Seruni melepas kepergian suaminya dengan berat hati, rasa cemas berlebihan menggerogotinya, ia hanya mampu berdoa semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.

*****

Arya berburu ke hutan bersama rombongannya yang berjumlah lima orang ditotal dengan Arya sendiri. Mereka memasuki hutan pedalaman Kalimantan yang masih perawan. Banyak pohon-pohon tumbuh menjulang tinggi hingga menghalangi cahaya matahari masuk. Aroma khas kayu-kayuan dan tanaman bunga liar menusuk indra penciuman Arya, ia begitu menyukai aroma itu.

Arya dan rombongannya melakukan perburuan sesuai dengan strategi yang sudah mereka bahas sebelumnya. Mereka berpisah menjadi dua kelompok, dengan membawa anjing pemburu serta senapan. Arya semangat sekali untuk mendapatkan rusa yang menjadi sasaran perburuan ini. Daging rusa liar yang empuk sudah membayang untuk dinikmati.

Bunyi-bunyian hewan hutan seperti jangkrik dan burung liar menjadi nyanyian yang menemani Arya dan temannya dalam perburuan siang ini. Namun setelah hampir setengah hari menjelajah hutan mereka tidak menemukan tanda-tanda rusa yang dicari.

"Seperti kali ini bukan hari keberuntungan kita," ujar Hakim teman Arya.

Arya dalam hati mengumpat kesal, percuma ia jauh-jauh datang ke hutan jika pulang ke rumah tidak membawa hasil hewan buruan.

"Hutan seluas ini mana mungkin tidak ada rusanya. Aku yakin kita tinggal berusaha sedikit lebih keras lagi. Aku tidak mau pulang dengan tangan hampa. Setidaknya jika kita tidak menemukan rusa kita minimal membawa pulang babi hutan," ucap Arya menyemangati kawannya yang mulai putus asa.

Hakim tak menyahut hingga suasana hening. Hakim fokus pada rasa lelah serta perutnya yang mulai keroncong. Pohon-pohon yang tumbuh dengan jarak yang berdekatan saling bergesekan ketika tertiup angin menimbulkan bunyi menderit. Suara monyet dan kawan-kawan yang meninggali hutan ini membuat suasana tak pernah sunyi.

Arya yang hampir putus asa, dikejutkan dengan gonggongan anjing pemburunya. Arya dan temannya dengan sigap berlari membawa senapan mereka menuju ke asal suara. Arya terkejut mendapati anjing pemburu miliknya tengah menggonggong seekor ular yang tengah minum di telaga. Ular jenis kobra dengan panjang kira-kira dua depa orang dewasa. Arya menyipit melihat kepala ular itu. Ada sebuah permata berwarna merah delima berkilau di atas kepala si ular.

Ketika ular itu menatapnya Arya langsung menarik pelatuk senapannya, peluru tepat menembus kepala si ular kobra. Hingga membuat si ular malang itu menggelepar-gelepar dengan darah mengucur dari lubang bekas peluru di kepalanya.

"Astaga! Kenapa kamu menembak ular itu?" Hakim nampak panik, dimasa kecil ia pernah mendengar legenda siluman ular yang mendiami hutan ini.

Mendengar suara ledakan dari senapan Arya, rombongan yang semula berpencar langsung menuju ke tempat dimana suara itu berasal. Mereka berpikir jika Arya dan Hakim sudah menemukan rusa yang mereka incar. Tapi alangkah terkejutnya mereka saat berada di tempat itu. Seekor ular kobra kini sudah menjadi bangkai.

Suasana berubah mencengkam, angin yang semula tenang kini bertiup dengan sangat kencang. Jangkrik, burung dan hewan hutan lainnya yang semula bernyanyi dengan gembira kini sudah tidak terdengar lagi suaranya. Angin yang bertiup kencang membuat pohon-pohon yang tumbuh tinggi bergoyang dengan sangat mengerikan.

Langit bergemuruh menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Petir saling menyambar seolah akan merobek langit. Daun-daun kering beterbangan, anjing pemburu melolong dengan sangat mengerikan. Para anjing itu seolah menyadari sebentar lagi akan ada petaka mengerikan yang terjadi.

"Sebaiknya kita segera tinggalkan tempat ini," ucap Kardi pemburu yang usianya paling tua dan paling berpengalaman mengenai hutan ini. Tanpa protes dan tanpa ada satu patah kata pun yang terucap mereka meninggalkan hutan itu dengan perasaan was-was dan berharap akan selamat sampai di rumah.

*****

Satu bulan setelah kejadian itu. Tepatnya tengah malam istri Arya yang sedang hamil tua mengeluh sakit perutnya, Seruni sepertinya akan melahirkan bayinya. Arya dengan sigap membawa istrinya ke rumah sakit dan membawa tas yang berisikan keperluan yang sudah suami istri itu siapkan untuk menyambut kelahiran bayi mereka.

Dengan harap-harap cemas Arya menemani istrinya yang kini tengah berjuang melahirkan buah hati pertama mereka. Tidak tega ia melihat istrinya menahan sakit hanya untuk melahirkan buah cinta mereka.

Suara tangisan bayi memecah ketegangan yang terjadi, senyum bahagia nampak terpancar dari wajah Seruni. Tidak sia-sia perjuangannya, bayinya akhirnya terlahir.

Sang bidan yang membantu Seruni melahirkan gemetaran melihat bayi yang dilahirkan pasiennya, namun ia sebisa mungkin berusaha mengendalikan diri.

"Anak Bapak sama Ibu perempuan, tapi bayinya...." wajah Bidan itu terlihat cemas.

"Kenapa dengan bayi saya?" Tanya Seruni dengan heran, ia menatap suaminya Arya yang berada di sampingnya.

"Bayinya bersisik seperti ular," ucap Bidan itu lirih. Arya dan Seruni kompak terkejut terlebih Arya saat teringat dengan perbuatan apa yang sudah ia lakukan.

"Berikan bayi saya!" Kata Seruni, bidan itu menyerahkan sang bayi yang kini masih menangis. Ketika bayi itu diserahkan padanya untuk digendong. Seruni seketika pingsan ia begitu shock melihat keadaan bayi yang baru dilahirkannya.

*****

Note : jadi cerita ini sebelumnya sudah pernah dipublikasikan dan udah tamat juga ya. Yang aku publish ini versi barunya.

Jalan cerita beberapa bagian tentu saja ada yang berubah. Cerita kali jadi lebih sederhana gitu. Dan beberapa nama tokoh ada yang aku rubah.

Semoga untuk kalian yang membaca bisa menikmati ceritanya. 😆😆






Cinta Dua Dunia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang