Tujuh

5.2K 651 49
                                    

Guntur mengajak Arumi ke desa yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka, para penduduk desa Tembaga mayoritasnya sebagai Petani. Mereka penduduk desa yang ramah, beberapa dari mereka sudah ada yang mengenal Guntur karena pria itu sering sekali ke desa ini.

Biasanya Guntur sering berbaur dengan Bapak-bapak di warung kopi, ia juga kadang ikut kegiatan sosial di desa ini, seperti saat ada gotong royong dan acara hajatan. Penduduk desa sini selalu merawat alam sekitar, mereka hidup berdampingan dengan alam tanpa merusaknya. Itulah yang disukai Guntur.

Sore-sore begini biasanya anak-anak sering berkumpul untuk main di lapangan desa. Guntur sering memperhatikan anak-anak itu ketika bermain, meski dirinya siluman tapi Guntur bukanlah dari golongan siluman jahat. Guntur suka dengan anak kecil, dulu ia bermimpi untuk memiliki anak yang banyak.

“Kenapa dengan anak-anak kecil itu?” Arumi keheranan melihat tingkah para bocah berebut menendang benda bulat yang biasanya disebut bola, hal semacam ini masih asing baginya.

“Mereka sedang main. Seru sekali bukan?” Tanya Guntur, menatap wajah Arumi yang begitu cerah.

Ketika memperhatikan sekelilingnya, tatapan Arumi terpaku pada seorang Ibu muda yang sedang menggendong bayinya. Tubuh mungil, serta wajah imut bayi itu membuat Arumi gemas, dengan setelah berlari ia menghampiri objek yang menarik perhatiannya itu.

"Lucunya," ucap Arumi membelai pipi sang bayi yang sangat lembut, bayi itu seperti boneka.

Guntur terkejut ketika melihat reaksi Arumi. Guntur sempat berpikir negatif kalau gadis itu akan menyakiti bayi yang dihampirinya. Tapi ternyata ia salah, Arumi ternyata gemas dengan bayi lucu itu. Untung orang tua si bayi mengizinkan Arumi untuk menggendong anak mereka.

"Guntur lihat, dia sangat lucu." Guntur tersenyum kecil, ia jadi membayangkan kalau kini gadis itu sedang menggendong anak mereka. Ah, rasanya Guntur tak sabar ingin memiliki anak sendiri.

"Sebentar lagi kita juga akan punya bayi," ucap Guntur, mata Arumi terlihat berbinar membayangkan ia akan memiliki bayi yang sangat lucu membuat kepalanya dipenuhi dengan khayalan-khayalan indah.

"Benarkah? Kalau begitu aku ingin punya banyak bayi lucu seperti ini," ucap Arumi dengan polosnya, tanpa mengerti bagaimana prosesnya membuat seorang bayi.

*****

Setelah mereka berada di rumah, Arumi terus bertanya perihal bayi. Bagaimana nantinya mereka bisa punya bayi? apakah bayi itu ada yang menjual? Guntur dengan sabar selalu memberi penjelasan dalam setiap pertanyaan yang dilontarkan Arumi padanya.

"Setelah kita menikah, kamu akan tahu sendiri bagaimana caranya," ujar Guntur, sambil menyisir rambut Arumi yang mengingatkan pada wanita masa lalunya. Mauren, wanita itu dulu juga memiliki rambut merah bata.

"Aku ingin kita segera menikah, aku tidak sabar ingin punya bayi." Arumi dengan setengah merengek mengatakan itu.

"Kenapa kamu sangat ingin punya bayi?" Tanya Guntur penasaran, gadis itu lalu tersenyum lebar.

"Bayi lucu seperti boneka, apa lagi saat dia tertawa aku sangat menyukainya." Guntur terkekeh geli, betapa polosnya gadis ini, tapi Guntur suka dengan kepolosan Arumi yang membuatnya tidak kesulitan jika suatu saat harus membohongi gadis itu.

*****

Matahari beranjak ke peraduan, menyisakan jingga yang perlahan ditelan oleh pekatnya malam. Arumi terlihat gelisah, kulit putih gadis itu memerah, butir-butir keringat berjatuhan dari tubuhnya. Ia kesakitan, rintihan mulai terdengar dari bibirnya.

Gadis itu menggeliat kulitnya gatal dan terasa panas, namun ia berusaha untuk tidak menggaruknya yang mana nantinya garukan itu akan meninggalkan bekas luka. Arumi sadar, ia sebentar lagi akan berubah. Sekujur tubuhnya akan dipenuhi sisik, satu yang dikhawatirkan Arumi saat ini, jika Guntur tahu apakah pria itu akan membuangnya ke hutan seperti apa yang dilakukan ayahnya?

Arumi menangis tanpa suara, perlahan-lahan sisik mulai memenuhi sekujur tubuhnya. Manusia mana pun yang melihat makhluk seperti dirinya sekarang pasti akan menjerit ketakutan atau bahkan sampai pingsan. Arumi benci dengan apa yang menimpanya. Arumi merintih-rintih kesakitan, rasa sakit yang seolah mengoyak raganya membuat gadis malang itu kehilangan kesadarannya.

Guntur baru menemui Arumi setelah gadis itu pingsan, ia bukannya tak tahu kalau Arumi kesakitan akibat kutukan yang menimpanya. Guntur membelai kepala Arumi dengan lembut, pria itu memejamkan matanya, bibir Guntur berkomat-kamit tanpa suara seolah membaca sesuatu, ia lalu meniup ubun-ubun Arumi. Perlahan tapi pasti sisik yang memenuhi tubuh Arumi lenyap tanpa bekas.

Guntur tersenyum, kulit seputih susu milik Arumi akhirnya terlihat lagi. Apa yang dilakukan Guntur barusan tidak sepenuhnya membuat kutukan pada Arumi hilang. Kutukan pada gadis malang itu akan sepenuhnya hilang saat Guntur nanti menghisap darah Arumi pada hari pernikahan mereka.

*****

New version ini. Aku buat lebih kearifan lokal gitu ya!





Cinta Dua Dunia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang