6. Hari keempat, Chakra !

15 2 0
                                    

Chakra berjalan malas mengikuti Ghea sambil menenteng tas belanjaan ibu-ibu dan bersungut-sungut ga jelas.
 Matahari aja belom bangun. Kok dia udah harus pergi ke mana-mana?
Sementara Ghea melambaikan tangan di pinggir jalan.

"Ghe, lo mau nyetop apa ? Taxi ? Angkot ? Transjakarta ? Gojek ? Gocar ? Bus? Pesawat ? Bajaj ? Mobil ? " tanya Chakra sampe-sampe semua kendaraan ia keluarkan dari mulut.

Lalu sebuah mobil pick up bermuatan jerami dan sayur mayur berhenti,

"Nderek dugi peken ngansal mboten ? (Pak, boleh numpang nyampe pasar ga ?)  "
Ghea bertanya kepada sopir pick up dengan bahasa jawa. Chakra hanya melongo karena ga ngerti artinya.

"Ngeh, ngeh monggo derek mboten, (boleh, boleh ikut aja) "

"Cuss lanjut," ajak Ghea sambil naik ke bak belakang mobil.

"Lanjut ? Lanjut apaan ?"

"Cuss lanjut naik," Ghea menarik paksa tangan Chakra untuk duduk di sampingnya,

Chakra terpaksa harus duduk di bak mobil di samping Ghea.
Kenapa ga pesen gojek aja sih ?

********

Ghea dan Chakra turun di sebuah pasar tradisional.
Chakra terkejut, soalnya pasarnya rada becek. Maklumlah pasar tradisional.

"Kok kita turun di sini ?" tanya Chakra yang heran setengah hidup

Alis sebelah kiri gadis berkepang 1 itu terangkat,
"Ini 'kan pasar, chak. Luarnya emang agak basah sih, tapi dalemnya kering." tuturnya seolah tahu betapa jijiknya Chakra sama sesuatu yang becek.

Chakra kira mereka akan ke mall. Belum pernah sekalipun ia ke pasar tradisional sebelumnya. Biasa beli sayur di mall, beli ini di mall, beli itu di mall. Semua serba di mall.
Maklumlah anak milyuner....

Dengan sedikit jijik, Chakra berjalan masuk ke pasar mengikuti Ghea yang udah jalan duluan.

"Oi kasep ganteng," seorang penjual memanggil Chakra pake bahasa Sunda.
"Si kasep, mau beli cabe ga ? Lagi diskon, lho. Cuma 10 ribuan aja sekilonya kok."

"Ghe, lo mau beli cabe ga?! Ada yang jual nih, lagi diskon tuh." tanya Chakra setengah berteriak kerena Ghea sudah sedikit jauh di depen.

Ghea menoleh,
"Cabe ? Ga usah deh, chak. Cabe  banyak kok di rumah," jawab ghea sambil menghampiri Chakra.

"Idih... si teteh, cabenya seger pisan kok."

"Udah ga usah, bu. Makasih." tolak Ghea sopan.

"Idih, jangan panggil teteh ibu, teteh ni masih muda tau, Si kasep coba bilangin pacarnya, gih. 'kan teteh jual cabe asli bukan cabe-cabean." semprot si penjual nge-gas.

"Siapa juga yang bilang teteh  jualan cabe-cabean. Plus Chakra ini bukan pacar saya, cuman temen kok," balas Ghea yang darahnya mulai naik ke atas.                 Siapa yang ga marah kalo udah nolaknya sopan, masih dipaksa beli lagi.

"Ooh.. Belom jadian ya ? Kalo gitu si kasep -nya buat teteh aja yah. Teteh masih jomblo lho, jangan-jangan kita jodoh nih..."

Hujan [emang ada ?] Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang