9. Halo ?

12 3 0
                                    


Baru 3 hari Chakra ada di Jakarta. Ia udah kangen banget sama guyonan Ghea.
Chakra menyambar ponselnya lalu mencari nomer di kontak dan langsung nubruk di kasur.
Chakra menelpon Ghea, sebelum ia pulang ke Jakarta, Chakra sempat meminta nomer telpon rumah Ghea dari Mas Danu.

Sementara itu di rumah, Ghea sibuk nyari toples kerupuk sama sambel sachet-an. Mau nonton film horor di tv ga lengkap kalo ga ada kerupuk sama sambel buat nyemil.

Telpon rumah berdering,
"Ghe, angkat telpon'e !!!" teriak mas Danu dari kamarnya.

"Ngopo 'ra mas aja yang ngangkat ?" kilah Ghea, ia sibuk mencari toples kerupuk di bawah meja makan.

"Kamu aja yang angkat, mau mas kasih pinjem kaset film 'Danur' ga ? " balas Mas Danu yang sibuk membersihkan kamarnya. Pria itu memang paling suka kalo kamar bersih, sebersih-sebersihnya.

BRAAK!

Kepala Ghea membentur meja begitu akan di pinjamkan kaset film kesukaannya.
"OKOK!"

Ghea berlari ke ruang tengah dan menyangkat telponnya.
"Halo ?"

Chakra berbinar mendengar suara Ghea.
"Halo, Ghe. Ini gue Chakra. Ghe, lo dimana ?"

"Gue, " Ghea melihat jam dinding, jam setengah sebelas malem.
"Gue di kebon, chak,"

"Lo ngapain di kebon malem-malem gini ?"

"Gue ada janji sama mbak kunti,"

"Kok malem-malem ?"

"Iya, kalo ga malem-malem atau siang, mbak kunti-nya meleleh kena sinar matahari."

"Ha ? Beneran ?"

"Ya elah ni bocah, masa' iya gua ke Kebon jam segini. Kayak mau bunuh diri aja."

"He..he..he.." Chakra cengengesan.

"Lo ngapain jam segini belom tidur ? Biasa jam segini lo udah nyampe kahyangan."

"He..he.."

"Ya udah sono gih tidur, gue mau nonton tv dulu"

"Ghe, gue ga bisa tidur,"

"Lha terus ?"

"Lo bisa ga bikin gue tidur ?"

"Lha mboh, lo bayangin aja si Tayo ngelompatin pager rumah lo."

"Pagar apaan ?"

"Pagar rumah lo,"

"Ghe, gue ga punya pagar kayu,"

"Udah bayangin aja, si Tayo ngelompatin pagar kayu."

"Ok, lalu ?"

"Abis itu lo hitung berapa kali si Tayo ngelompatin pagarnya,"

"Ok, tapi ghe...."

"Kenapa ?"

"Hitungin....."

"Waduuuuh, manja amat lo, amat aja ga manja."

"Hitungin, ghe.." rengek Chakra kayak anak kecil.

"Ga mau, hitung aja sendiri. Lo sekolah 'kan ?"

"Hitungin ghe.....please..."

Ghea menghela nafas panjang, kalo begini krupuknya ga ketemu-ketemu dong. Satu-satunya pilihan adalah menuruti permintaan Chakra. Daripada ga kedapetan nonton lengkap.
"Udah. Gue hitungin nih, siap ?"

Hati Chakra berbunga-bunga. Serasa kayak jadi Milea di film 'Dilan 1990' apa lagi yang menina bobo-kannya Ghea.

"Siap."

Ghea mulai berhitung menggunakan bahasa jawa, sengaja buat ngerjain Chakra. Biar ga tidur sekalian.
"Setunggal.. kaleh... tigo... sekawan... gangsal... enum... pitu.... wolu... songo... sedoso.... sewelas... kaliwelas... telulas... sekawanwelas..."

Ghea menghitung dengan bahasa jawa pelaaaaan sekali. Di sebrang sana Chakra yang hatinya lagi berbunga-bunga perlahan terkantuk-kantuk. Padahal ia berniat pura-pura tidur seperti Milea.

Begitu hitungan ke-39, terdengar dengkuran dari sebrang.
Yap,
Chakra udah ketiduran, tangannya sama sekali ga melepaskan ponselnya.

"He...he...he..he, met malem ya,  Chakra."

Hujan [emang ada ?] Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang