Chapter 17

4K 411 32
                                    



Sore itu mereka berkumpul di kamar rawat Jeno. Jeno berbaring di ranjang dengan kepala miring ke samping, bermaksud menatap ibunya. Bila dilihat dengan mata normal, wanita itu sekarang sedang duduk di kursi samping ranjang sambil memijat kaki Jeno dengan lembut. Dengan lembut, itu yang orang lain lihat dan seharusnya dirasakan oleh Jeno. Tapi nyatanya Jeno sama sekali tidak merasakan apapun, tidak bisa merasakan pijatan ibunya. Seluruh tubuhnya benar-benar terasa lemas, bahkan kaki yang sejak siang tadi kesemutan kini mulai mati rasa. Kepala Jeno juga rasanya berat, seperti ada batu super besar yang sengaja diletakkan di kepalanya.

Jaehyun dan Yunho?

Kedua orang itu begitu serius menatap layar televisi yang menampilakan berita politik.

"Eomma"

Yoona menoleh pada Jeno, senyuman lembut tak luput ia ukir diwajahnya.

Yah, sekalipun Jeno tak mungkin bisa melihatnya.

"Hm? Jeno ingin sesuatu?"

Jeno mengangguk pelan.

"Aku ingin ke pantai"

Yoona mengernyit.

"Kenapa tiba-tiba ingin kesana?"

"Aku bosan disini, rasanya seperti berada di dalam sangkar"

Hati Yoona mencelos mendengar lirihan Jeno.

"Kita akan ke pantai, tapi tunggu kau sembuh ya?"

"Ada yang mengatakan pantai?"

Berbeda dengan suara lirih Jeno, kini terdengar suara Jaehyun yang penuh semangat. Ia berjalan mendekati ranjang Jeno.

"Adikmu bilang ingin ke pantai" sahut ibunya.

"Hyung juga ingin ke pantai. Appa, ayo kita ke pantai!"

Yoona dan Yunho terkekeh melihat betapa semangatnya Jaehyun. Bahkan Jeno yang sedang terbaring lemah ikut tersenyum mendengar suara semangat kakaknya. Ya, hanya mendengar. Kan sudah tidak bisa melihat.

"Kita ke pantai kalau dokter mengijinkan" jawab Yunho dengan nada tegas, seperti biasa.

Jeno merenggut sebal, begitupun Jaehyun. Membuat Yoona terkikik geli melihat betapa mengemaskan kedua kakak-beradik itu.

Dokter mana mungkin mengijinkan Jeno keluar dari neraka ini?

Keluar dari kamar rawatnya saja sudah tidak diperbolehkan, apalagi ke pantai?

.

.

.

Malam itu hujan deras, suara petir bergemuruh dan angin berhembus cukup kencang ketika Jeno terbangun dan membuka matanya. Jeno tak masalah dengan hujan, namun bukan hujan yang seperti ini. Ia benci dan takut pada suara petir yang menggelegar serta bercampur dengan suara angin yang ribut. Rasanya seperti akan kiamat saja jika sudah seperti ini.

Ia yakin saat ini masih tengan malam. Karena jika mempertimbangkan suasana yang sunyi, yang hanya terdengar suara keributan yang ditimbulkan oleh alam, semua orang pasti sedang terlelap. Termasuk ibu, ayah dan kakanya yang memang setiap malam selalu menginap disini.

Tangannya baru saja meraba untuk mencari keberadaan sang ibu, kini justru berpindah tempat ke kepala. Menjambak rambut sedikit kasar ketika dentuman menyakitkan mulai terasa dari kepalanya. Semakin lama semakin menyakitkan, membuat Jeno semakin erat menjambak rambutnya.

Tubuh yang tadi tenang kini mulai meringkuk dan bergetar. Bibirnya ia gigit dengan kuat karena rasa sakit yang menyerang tanpa ampun, membuat darah perlahan menetes dari bibir pucatnya. Erangan yang mendesak keluar ia tahan sebisa mungkin, tak ingin membangunkan keluarganya yang sedang tertidur.

Rasa sakit yang semakin menjadi membuat dadanya sesak, oksigen seperti menjauh perlahan.

"Eungh.. hh.. hah.."

Dan akhirnya suara erangan lolos dari bibirnya. Membuat Yoona yang sedang tertidur di kasur tipis disamping tempat tidur Jeno terbangun.

Yoona mengerjapkan mata, mencoba mencerna suara apa yang tadi ditangkap oleh telinganya. Setelah diyakini suara itu berasal dari ranjang di dekatnya, ia segera membuka mata lalu meyalakan lampu guna melihat apa yang terjadi dengan lebih jelas.

Putranya yang malang, sedang meringkuk di tempat tidur dengan tangan yang meremas rambutnya erat dan peluh sebesar biji jagung menghiasi wajahnya yang pucat pasi. Jangan lupakan nafasnya yang pendek-pendek, seolah ada yang mencekik leher bocah itu.

"Jeno!"

Pekikan Yoona sukses membangunkan Yunho dan Jaehyun. Wanita itu berjalan mendekati Jeno, mencoba menghentikan tangan bocah itu agar tak menjambak rambutnya sendiri.

"Mana yang sakit, sayang? Katakan pada eomma mana yang sakit! Jangan menyakiti dirimu sendiri!"

Jeno tak menanggapi pertanyaan Yoona. Bocah itu terlalu sibuk dengan rasa sakitnya.

Yoona panik, begitu pula Jaehyun dan Yunho. Berbeda dengan Yoona yang bergerak cepat untuk menenangkan Jeno, kedua lelaki itu justru tak tau apa yang harus mereka lakukan. Mereka masih saja belum terbiasa akan keadaan Jeno yang seperti ini.

Yoona naik ke ranjang Jeno, merengkuh tubuh ringkih itu ke dalam pelukannya. Sekalipun sedikit memberontak karena tangan Jeno terus saja ingin menjambkan rambutnya, akhirnya bocah itu menyerah. Ia membalas pelukan sang ibu, tak lupa ia remas baju yang yang digunakan sang ibu guna menyalurkan rasa sakitnya.

Sungguh rasanya sakit sekali, Jeno ingin berteriak saja rasanya.

Setelah hampir 20 menit bertarung, rasa sakti di kepala Jeno perlahan menghilang. Genggaman tangan pada baju Yoona juga perlahan terlepas.

Yoona yang sedari tadi dengan setia memeluk Jeno sembari mengelus punggung putranya dengan lembut, kini mulai melepaskan pelukan dan turun dari ranjang Jeno.

"Jaehyun-ah, bisa tolong kau pasang nasal canula untuk adikmu? Adikmu kesulitan bernafas"

Jaehyun menurut, melakukan apa yang diperintahkan ibunya. Mengambil nasal canula dan memasangkannya pada hidung Jeno, tak lupa ia mengatur alat tersebut agar adiknya bisa bernafas dengan lebih nyaman. Sedangkan Yunho sendiri sudah pergi keluar, mencari pertolongan pada dokter yang berjaga malam ini.

Yoona mengelus rambut Jeno yang kini sudah mulai tenang, rambut hitam itu sedikit basah karena peluh. Jaehyun meraih tangan Jeno dan menggenggamnya erat, bermaksud menyalurkan sedikit kekuatan untuk adik kecilnya.

"Sakit sekali, ya?"

Jeno hanya tersenyum lemah menanggapi pertanyaan Jaehyun.

"Bertahanlah sedikit lagi. Dokter akan menemukan cara untuk menyembuhkanmu. Ada banyak hal yang ingin hyung lakukan bersamamu ketika kau sembuh nanti. Jeno harus kuat, ya?"

Jeno hanya mengedipkan mata dan tersenyum tipis. Bukannya tidak ingin menjawab, tapi rasa sakit yang masih tertinggal di tubuhnya membuat bocah itu luar biasa lemas hingga berbicarapun ia tak sanggup.

"Kami menyayangimu, sayang. Kami percaya kau anak yang kuat"

Jeno tak lagi menanggapi. Suara ibunya tiba-tiba terdengar samar. Yang terakhir ia dengar hanya suara yang memanggil namanya dan seseorang yang mengguncangkan tubuhnya. Namun membuka mata pun ia sudah tak sanggup.

Jadi yang bocah itu lakukan hanyalah pasrah ketika keheningan menghampiri dan tubuhnya terasa ringan seperti melayang.

.

.

.

TBC~

Yuhuuuu~~

Jangan lupa voment yaaaak <3

Thankyou~

FORGIVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang