Lorong yang seharusnya ramai itu terasa begitu sunyi. Beberapa manusia yang berada disana lebih memilih untuk bersatu dengan keheningan. Kedua tangan mereka disatukan dan tergenggam erat sembari melantunkan doa dalam hati masing-masing. Meminta agar Tuhan mau memberikan kemurahan hati-Nya untuk salah satu malaikat yang sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam sana. Menawar agar mereka diberi waktu yang lebih lama untuk bercengkerama dengan malaikat itu.
Dua orang yang paling dewasa disana saling berpelukan, meyakinkan satu sama lain bahwa malaikat mereka akan baik-baik saja di dalam sana. Berharap ketika pintu terbuka mereka akan melihat keajaiban. Sedangkan yang lainnya nyaman dalam posisinya masing-masing, entah itu berdiri atau duduk di lantai rumah sakit yang dingin dengan kepala yang disandarkan pada tembok. Seperti yang dilakukan putra sulung keluarga Jung.
SREK
Yang mereka nantikan tiba. Pintu mulai bergeser dan sosok dokter Cho yang sedaritadi mereka tunggu akhirnya muncul. Wajah lelahnya terlihat sempurna dengan berhiaskan keringat. Namun sebuah senyuman tipis tak luput dari bibirnya.
"Masuklah, Jeno menunggu kalian di dalam" hanya itu yang terucap. Namun setidaknya sedikit memberikan rasa lega pada mereka yang sejak tadi menunggu.
Ketika mereka semua berbondong-bodong masuk, kepala keluarga Jung tidak begitu. Ia lebih memilih menghampiri dokter sekaligus sahabatnya untuk bertanya.
"Putraku baik-baik saja kan? Ia pasti akan sembuh kan?"
Dokter yang masih lumayan muda itu menduk sejenak, menghela nafas lalu kembali melemparkan senyuman tipis.
"Waktunya tidak banyak, manfaatkan sebaik-baiknya"
Hancur sudah semua harapan Jung Yunho akan kesembuhan putranya. Dunianya runtuh seketika. Lelaki itu bahkan tak sadar kala mata bulatnya telah basah hingga meneteskan air mata.
"Masuklah, hyung. Temui Jeno, manfaatkan waktu sebaik-baiknya" dan dokter muda itu menepuk punggung Yunho dengan lembut sebelum ia duduk di bangku depan ruang ICU sembari menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tak mungkin pergi begitu saja ketika kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.
Di dalam sana mereka sudah berkumpul mengelilingi ranjang Jeno. Dimana putranya masih terbaring dengan wajah yang pucat dengan tubuh berhiaskan selang-selang yang memang sudah tak asing lagi bagi Yunho. Hanya saja kali ini sepertinya lebih banyak.
Ia menghapus air mata dan mulai berjalan mendekat.
"Jagoan appa sudah bangun ya?" sebisa mungkin ia menetralkan suaranya agar tak terdengar bergetar dan menghancurkan suasana.
Dibalik masker oksigennya, Jeno tersenyum. Mau tak mau membuat mereka yang berada disana ikut tersenyum. Ya, walau sebenarnya batin mereka menjerit kesakitan.
"Kau hebat, sayang. Appa sangat bangga padamu. Kau memang anak appa yang hebat"
Lolos sudah air mata yang sejak tadi Yunho tahan. Didekatkan dirinya pada Jeno dan ia ciumi kening hingga ujung kepala putranya tanpa henti. Ia bahkan tak menyadari bahwa sikapnya membuat penonton kebingungan.
"Jangan.. menangis"
Suara Jeno lirih dan begitu menyayat hati. Jeno mereka yang dulu begitu ceria, walau pendiam tapi juga cerewet, yang selalu memberi mereka semangat, kini terlihat begitu rapuh. Berbaring dengan tubuh penuh selang, kesulitan berbicara bahkan tarikan nafasnya pun terdengar lemah. Hati siapa yang tak akan hancur melihatnya?
"Yeobo.." panggil Yoona pelan. Ia mendekati sang suami dan mengelus punggung kekar itu lembut. Ia mencoba tersenyum, walau air mata terus saja berjatuhan dari mata indahnya.
"Jeno lelah?" tanya Yoona lembut, kini ia berjongkok di samping kasur putranya. Menggenggam tangan raput itu dan menciuminya beberapa kali.
Jeno yang ditanya hanya bisa menjawab tanpa suara. Menjawab pertanyaan ibunya dengan satu kedipan mata pelan diiringi dengan liquid bening yang terlepas dari genggaman matanya. Bibirnya bergerak-gerak, ingin mengatakan sesuatu. Malangnya tak ada satupun suara yang keluar dari mulutnya.
Jaehyun, si sulung yang setidaknya mampu mengucapkan kata-kata penghibur hanya terdiam dan menyaksika pemandangan memilukan di depan mata. Sama seperti yang dilakukan oleh Renjun, Donghyuck maupun Jaemin.
"Jeno boleh tidur jika lelah. Kami akan menjaga Jeno disini, Jeno jangan takut"
Lagi-lagi hanya dijawab oleh kedipan mata.
Hingga tak lama kemudian suasana hening yang kembali tercipta pecah begitu saja oleh suara monitor yang berbunyi nyaring. Menampilkan garis lurus sempurna, menunjukkan bahwa sang pemilik raga tak lagi bernyawa. Menyampaikan bahwa malaikat itu telah berpulang dan melepas segala kesakitannya. Memberi kesempatan bagi yang mereka ditinggalkan untuk menumpahkan tangis kehilangan yang menyayat hati.
Tuhan..
Satu malaikat-Mu telah berpulang.
Sambutlah dia, bahagiakan ia di rumah-Mu yang abadi.
Berikan kebahagiaan yang tak sempat ia dapatkan ketika berada di dunia.
.
.
END
Kalian ga nangis kan? hehehe
Jangan lupa vomentnya yaaa~
Thankyou <3
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGIVEN [END]
FanfictionTak ada yang perlu dimaafkan, karena tak seorangpun berbuat kesalahan. Anggap semua itu sebuah cerita, serta yakinlah akan ada akhir yang bahagia.