03.

2.5K 409 14
                                    

Lazimnya pertemuan wali murid digunakan untuk membahas perkembangan putraㅡputri mereka. Kemajuan belajar, hambatan belajar, nilai dan sebagainya.

Siwon berdiri diam dekat dengan jendela, enggan bergabung dengan obrolan tentang obligasi, saham, proyek, dan apapun yang tengah menjadi topik bahasan para orangtua lainnya. Rataㅡrata para orangtua datang dengan dasi, jas dan sepatu pantofel hitam mengkilap.

Seorang perempuan membawa beberapa tumpukan buku bersampul biru dan logo sekolah tersenyum sambil melangkah anggun menuju depan kelas. Seketika perhatian para orangtua fokus pada perempuan yang mereka kenali sebagai wali kelas putraㅡputri mereka.

Miss Tiffany.

Siwon merapikan kemeja berwarna biru yang ia kenakan, warna birunya sudah agak kusam namun bersih dan wangi karena hanya ia gunakan untuk acaraㅡacara penting seperti sekarang.

"Selamat pagi"
Wanita berusia berkisar tiga puluhan itu menyunggingkan senyum ramah.

"Terimakasih karena anda sekalian menyempatkan waktu dari kesibukan untuk hadir hari ini."

Para orangtua mengangguk takzim, menyimak Miss Tiffany yang mulai memegang satu persatu buku laporan belajar semester atau sering disebut raport.

"Nilai rataㅡrata kelas masih aman di atas kriteria ketuntasan minimal bahkan beberapa siswa banyak yang sudah fasih berbahasa inggris, saya sangat mengapresiasi para orangtua yang mendukung semangat belajar anakㅡanak dengan memfasilitasi mereka sedemikian rupa."

"Selanjutnya saya akan mengumumkan peringkat tiga besar kelas, peringkat ketiga adalah Lee Jeno."

Siwon memperhatikan seorang lelaki yang mengenakan jas hitam dengan pin pengacara tersemat. Lelaki itu tidak tampak ramah dari ekspresinya, namun gestur yang ia tunjukkan begitu percaya diri dan wibawa khas seorang yang pandai berdebat. Beberapa kasakㅡkusuk para orangtua menyebutkan bahwa orang yang tengah berjalan ke depan mengambil raport sang anak itu adalah pemilik firma hukum terkenal di kota. Pengacara Lee Donghae dengan sederet titel hukum dan catatan gemilang di ruang persidangan.

"Terimakasih, selanjutnya peringkat kedua semester ini adalah Hwang Hyunjin."

Kali ini seorang perempuan berparas dewi melangkahkan kaki jenjangnya, seorang aktris yang Siwon ketahui bernama Hwang Bora. Aktris yang sama pernah mengundangnya menjadi badut kala putranya berulangtahun. Siwon baru menyadarinya kalau ternyata putra dari Hwang Bora sekelas dengan Jaemin. Siwon akan menyapa wanita baik hati itu nanti.

"Wali Choi Jaemin ?"

Siwon terkejut lalu dengan canggung melangkah ke depan menerima buku raport bersampul biru dengan nama sang putra tertera. Saat menerima buku raport tersebut dari Miss Tiffany, Siwon langsung mengusap sedikit matanya yang tibaㅡtiba memburam.

Siapa orangtua yang tidak bangga jika anaknya berprestasi ?

"Anda ayah yang luar biasa, Choi Jaemin sempurna di semua mata pelajaran, dia juga anak yang santun, dia begitu dewasa untuk anak seusianya."

Siwon mengangguk setuju, Jaemin lebih dewasa daripada usianya. Jaemin sangat pengertian dan pintar.

"Namun maaf tuan, mungkinkah Jaemin merasa tertekan karena sesuatu ? Dia tidak suka bermain seperti anak seusianya dan kadang menjadi sangat pendiam. Saya khawatir anda terlalu menekannya untuk mendapatkan nilaiㅡnilai terbaik."

Siwon terkejut, sambil merenung ia berjalan kembali ke tempat duduk sembari membawa raport sang putra.

Setelah pertemuan di tutup, Miss Tiffany meninggalkan ruangan. Beberapa orangtua tampak mulai membicarakan topik bisnis mereka bahkan yang lain mulai mengungkit tentang perjodohan dan halㅡhal yang tak bisa ditangkap akalnya.

Siwon berjalan pelan menuju kelasㅡkelas di gedung utara hingga menemukan kelas III A.

Siwon hanya memperhatikan keadaan kelas dari balik jendela, netranya bergulir pada satuㅡsatunya anak lelaki yang tengah membaca buku. Padahal semua temanㅡteman putranya yang lain tengah memainkan entah apa namanya. Ia menunduk, teringat ucapan Miss Tifanny sebelumnya.

Mungkin aku yang terlalu menekan Jaemin. Batinnya.

Siwon nyaris melangkah pergi sebelum indera pendengarannya mendengar samar percakapan di dalam kelas.


"Hai Jaemin, kudengar dari Renjun ayahmu seorang detektif ?"

Siwon menyimak percakapan itu dalam diam. Sempat menempelkan telinganya ke jendela kelas untuk mendengarkan lebih jelas.

"Ayahmu luar biasa ya, kata ayahku tadi ayahmu hanya berpenampilan biasa saja layaknya polisi yang menyamar, sangat pendiam, tampan dan misterius."

"Jaemin, kurasa ayahmu adalah detektif yang sangaat keren saat menangkap penjahat."

Siwon mengernyit hingga terbentuk lipatan di dahinya, ada yang tidak beres di sini. Merasa cukup dengan apa yang di dengarnya siwon pergi menuju halte. Masih ada waktu dua jam sebelum jadwal pulang sekolah. Tapi mungkin hari ini kelas akan dibubarkan lebih awal karena tahun ajaran baru semester genap akan dimulai seminggu lagi.






"Ayah, ayo pulang."

Siwon mengerjap. Secara tibaㅡtiba Jaemin muncul dengan raut kesal.

Keduanya naik bus menuju rumah. Perjalanan lambat selama satu jam.

"Jaemin, sini sebentar."

"Aku akan mengganti pakaianku dulu yah."

Jaemin muncul dengan kaos lusuh berwarna kuning pudar, di tangan kirinya ia membawa buku.

"PRmu banyak Jaem ?"

"Tidak ada PR yah, bahkan semester baru masih seminggu lagi."

"Lalu kenapa kau belajar ?"

Siwon memperhatikan kepala sang anak yang akhirnya terangkat, terlihat raut bingung.

"Supaya aku pintar."jawab anak lelaki itu lalu kembali menunduk mengarah ke buku.

"Kau boleh istirahat dan bermain jika kau mau Jaem, jangan terlalu memforsir otakmu."

"Tidak apaㅡapa, aku suka belajar."

"Maafkan ayah, karena ayah kau merasa tertekan untuk belajar.."sendu Siwon sambil mengulas surai lembut sang putra satuㅡsatunya.

"Jangan mengkhawatirkanku, aku baikㅡbaik saja belajar."

Siwon tersenyum, memperhatikan tulisan rapi sang anak dalam buku tulisnya.

"Aku harus belajar dengan keras, agar dewasa nanti aku tidak menjadi pria miskin seperti ayah."

Siwon tercekat, tangannya terhenti mengusap helaian rambut sang putra. Kataㅡkata Jaemin barusan seolah menegaskan, kalau dirinya adalah seorang ayah yang memalukan.

"Mari kunjungi bunda dan menunjukkan nilai raportku padanya yah."

ㅡㅡㅡㅡ

RichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang