08.

2.1K 363 15
                                    

Dengan hati yang dongkol Jaemin terus menggerutu di sepanjang perjalanan menuju Central Park. Masih pukul setengah tiga, tadinya Jaemin merengek ingin berangkat sendirian tapi pada akhirnya sang ayah tetap mengantarnya.

Menjelang sore suasana Central Park cukup ramai, kebanyakan orang berada di Jogging Track dan sebagian yang lain hanya duduk di bangku-bangku.

"Dasar kakek tua menyebalkan"

"Hush tidak boleh berkata seperti itu pada orang yang lebih tua, kau ingatkan-"

"Iya-iya aku tau, siswa teladan selalu menghormati yang lebih tua"

"Nah itu tau"

"Ayah, kira-kira aku menang tidak ya kalau ikut lomba siswa teladan antar kelas itu ?"

"Mungkin saja"

"Aku tidak mau ikut kalau kalah"

"Memangnya kenapa kalau kalah ?"

"Ayaah, kalau kalah kan artinya tidak menang ! Bagaimana sih gitu aja nggak tau."

Siwon hanya menghela nafas.

" ayah berangkat dulu ya, jangan kemana-mana kalau ayah belum datang"

"Ck iya-iya"

Siwon mengusap helai surai sang anak sebelum melangkah pergi. Dalam diam Jaemin memperhatikan punggung sang ayah hingga lenyap dari pandangan.

"Jadi benar kau tidak punya ibu"

Manik mata anak itu bergulir lalu merotasi otomatis setelah melihat sosok anak lain yang datang dengan jeans selutut dan jaket baseball.

"Bukan urusanmu Hyunjin."

"Hoho tentu saja bukan urusanku, tapi sekarang aku tau rupanya ada anak yang sangat buruk yang sialnya satu kelas denganku."

Jaemin mengepalkan jemarinya. Mata bulatnya hampir berdiameter satu senti lebih besar daripada bentuk aslinya. Kedua alisnya menukik tajam.

"Apa maksudmu !"

"Mengaku-ngaku memiliki ayah seorang detektif padahal tidak, menurutmu itu bukan satu ciri anak yang buruk"

"Hentikan !"

"Lalu berpura-pura menjadi siswa teladan cih"

"Kubilang hentikan Hwang Hyunjin !"

"Choi Jaemin kau pikir di masa depan kau bisa menjadi kaya hanya dengan belajar"

Bugh

"Setidaknya aku bukan anak sombong dan lemah yang hanya bersembuyi di ketiak ibunya."balas Jaemin.

Hyunjin jatuh terduduk, mengusap pipinya yang terasa nyeri. Secepatnya ia bangun dan mendorong Jaemin kuat-kuat.

"Aku bukan anak lemah !"

Hyunjin dan Jaemin hampir terlibat perkelahian sebelum beberapa orang dewasa mendekati mereka dan memisahkan keduanya.

"Kalian kenapa ? Ayo bermainlah dengan baik dan jangan bertengkar"ujar seorang pemuda yang tadi memisahkan keduanya. Beberapa orang kembali pada aktivitas mereka setelah si pemuda terlihat mampu menetralkan suasana.

Baik Jaemin maupun Hyunjin masih saling menatap tajam.

"Nah sekarang ayo salaman dan berbaikan."

"Tidak mau !"ujar Hyunjin.

Sedetik kemudian Hyunjin terkejut karena tangan Jaemin terulur padanya.

"Aku minta maaf, Hyunjin"

".."

Hyunjin diam hingga pemuda yang terlihat masih remaja itu mengangkat lengannya, mempertemukannya dengan tangan mungil Jaemin.

"Nah sudah anak baik kalian bermainlah dan jangan bertengkar lagi ya, nanti kalau kalian bertengkar kalian akan kehilangan satu sama lain."

"Kehilangan teman itu menakutkan loh."ujar si pemuda sebelum mengusap bahu Hyunjin.

"Nah aku pergi dulu ya."

"Tunggu kak, nama kakak siapa ?"tanya Jaemin.

"Namaku Jaehyun, nama kalian siapa ?"

Jaemin melepas tangannya dan berubah menggandeng tangan Hyunjin,"namaku Jaemin dan temanku yang nakal ini namanya Hyunjin."

Hyunjin mendelik tapi dalam hati merasa senang karena Jaemin menyebutnya sebagai teman.

"Jaemin dan Hyunjin ya, kalian bertemanlah dengan baik ya."

Keduanya mengangguk.

"Kakak juga akan bermain dengan teman-teman kakak, sampai jumpa."

"Sampai jumpa kak Jaehyun/"
"/Sampai jumpa kak Jaehyun"

Jaemin dan Hyunjin saling melirik satu sama lain lalu tertawa bersamaan.

"Renjun dan Seungmin belum datang ya"

"Memangnya kau tidak diberitahu mereka Choi ?"

Dahi Jaemin mengerut.

"Renjun tadi menelpon katanya mendadak harus pulang ke China beberapa hari dan Seungmin demam."

"Oh begitu."

Hyunjin tersenyum kecil, "pasti mereka kebingungan menghubungimu kau kan tidak punya ponsel."

"Hyunjinnn jangan mulai."

"Hahaha"

"Tapi kalau sudah tau kerja kelompok kita batal kenapa kau datang ?"

"Err itu..."

"Haha bilang saja kau peduli padaku kan ? Tidak ingin membiarkanku menunggu di sini tanpa tau apa-apa."

"Err mana mungkin hei jangan terlalu percaya diri."

Jaemin mengeluarkan buku dan alat tulisnya, " daripada sia-sia datang kesini lebih baik aku mulai mengerjakannya, jangan menganggu jika tidak mau membantu."

Hyunjin merampas buku dan alat tulis milik Jaemin,"aku tidak suka bergantung pada orang lain apalagi ini tentang nilaiku nanti."

"Benarkah ? Padahal biasanya kan kalau tugas kelompok kau suka mengerjakan sendiri atau tidak ikut mengerjakan kalau sudah ada yang mengerjakan dalam kelompokmu."

"Kau ini laki-laki kok cerewet."cibir Hyunjin.

Lalu beberapa saat kemudian, Hyunjin teringat sesuatu dan membuka tasnya.

"Nih"

Jaemin memperhatikan barang yang terulur dari Hyunjin, sebuah tablet mirip seperti milik Renjun. Berwarna hitam mengkilap.

"Ini ? Untukku ?"

"Aku sudah punya yang baru, tadinya mau kubuang."

Jaemin terkekeh kecil menerima tablet pemberian Hyunjin dengan senyum lebarnya.

"Tidak perlu berterimakasih."

Jaemin lagi-lagi terkekeh,"dasar tsundere tapi-"

Hyunjin menatap raut Jaemin, khawatir Jaemin tidak akan menerima pemberiannya.

"Terimakasih banyak ya.. teman.."

RichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang