07.

2.1K 353 13
                                    

"Oke nanti sore jam tiga di central park ya, pai-pai 👋"


Jaemin tidak terlalu bersemangat membalas sapaan Renjun. Kelas sepi karena jam sekolah sudah berakhir sedari satu jam yang lalu. Begitupula Jaemin, ia hanya melirik jam digital yang terpasang di dekat tiang halte. Aneh sekali karena biasanya sang ayah sudah menunggu di sini saat dirinya keluar sekolah.

Merasa bosan, Jaemin membuka bukunya. Tadi Mrs Tiffany memberikan tugas kelompok. Cukup sederhana, hanya mengamati pohon setidaknya empat jenis lalu mendeskripsikan daun, batang dan akarnya. Satu kelompok terdiri empat orang, kebetulan dirinya satu kelompok bersama Renjun,Seungmin dan satu lagi adalah






Hyunjin.

hah, sedang tidak beruntung. Anak itu hanya memiliki dua kemungkinan saat tergabung dalam kerja kelompok seperti ini. Pertama, mengerjakan sendirian dan yang kedua tidak peduli sama sekali.

Mungkin kalau anak lainnya mereka akan menerimanya dengan senang hati, sebab dapat nilai bagus secara cuma-cuma tanpa susah payah.
Jaemin tidak suka orang yang seperti itu dan tidak ingin menjadi orang seperti mereka.

Tugas kelompok ya harus di kerjakan berkelompok. Bukannya malah yang ngerjakan satu orang.

"Jaemin"

"Akhirnya ayah datang, lama sekali sih"

"Maaf tadi agak banyak kerjaan"

"Ya udah ayo pulang"

Jaemin menggapai jemari ayahnya yang besar dan kasar, lalu menariknya begitu ada bus datang.
Keduanya duduk membelakangi kaca jendela.

"O iya yah, nanti Jaemin tidak ikut ke pasar ya."

"Kenapa ?"

"Ada tugas kelompok."

"Oh dimana ?"

"Central park yah"

"Ya sudah nanti ayah antar"

"Aku bisa datang sendiri."

"Tapi kau kan baru delapan tahun nanti diculik bagaimana ?"

Jaemin mencebikkan bibirnya " di culik ?"

"Kau pernah dengar penculikan anak kan ?"

Jaemin teralihkan karena sang ayah baru saja menawarkan tempat duduknya pada seorang lelaki tua beruban dengan setelan berwarna atengan dan dasi kupu-kupu. Kacamatanya berlensa tebal. Laki-laki itu bergumam terimakasih pada siwon, sebelum duduk di samping Jaemin dan menyandarkan punggungnya.

"Penculik biasanya minta uang tebusan kan yah ?"

Sang ayah hanya menggumam, tangannya berpegangan pada tiang dan berdiri dengan sepatu pantofel bututya..

"Aha !"seru Jaemin menjentikkan jari, "kalau begitu mereka pasti menyesal ! karena tidak akan mungkin mendapatkan uang tebusan, ayah kan miskin hehe"

"Nak"

Jaemin menoleh,"kakek tua memanggilku ?"

Laki-laki itu terkekeh, Jaemin melebarkan satu matanya setelah menangkap sesuatu yang tidak biasa.
"Kakek tidak pernah menyikat gigi ya ?"

"Apa ?"

"Itu gigi kakek"tunjuk Jaemin dengan jemari mungilnya. Sedetik kemudian ia merasakan tangan sang ayah menurunkan tangannya perlahan.

"Hehe nak gigi kakek ini dari emas, karena gigi biasa rasanya tidak cocok saja"

"Emas ?"

"Betul"

"Whoaa pasti kakek orang kaya"

"Siapa namamu nak ?"

"Choi Jaemin"

"Nah Choi Jaemin, jika kau masih berpikiran seperti itu kau tidak akan pernah menjadi orang kaya."

Dahi Jaemin mengerut, pipi tembamnya semakin mengembung karena ditiupinya berulang-ulang.
"Guru-guru bilang, aku anak yang cerdas dan pasti berhasil suatu saat nanti, gigi emas kakek cuma satu nantinya semua gigiku akan kulapisi dengan emas murni !"sungut Jaemin, membanggakan beberapa kosakata baru yang ia dapatkan setelah membaca buku kelas lima dan enam.

Lagi-lagi kakek itu terkekeh kali ini sambil memegangi perutnya.
"Kau mengakui dirimu sendiri cerdas nak, itu sudah menunjukkan bahwa dirimu kebalikannya"

Laki-laki tua itu melanjutkan," dan keberhasilan seseorang itu tidak hanya bergantung pada tingkat kecerdasannya lo"

Jaemin memperhatikan laki-laki itu dengan kesal.

"Dan juga Choi Jaemin gigi yang dilapisi emas itu berat, kamu tidak akan kuat hehehe"

RichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang