Prolog

120 22 7
                                    

Sera semakin mengeratkan selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Dia menggigil, wajahnya pucat. Hujan deras di luar tak lagi ia hiraukan.

Tak. Tak.

Giginya bergememeletuk semakin keras, wajahnya pun semakin memutih. Sera meringkuk sendirian di atas kasur. Semakin ia mengeratkan tubuhnya, semakin ia sakit. Kali ini ia berharap banyak dengan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.

“Hujan sialan,” gumam Sera pelan.

Ssshh, Sera merintih sembari menjulurkan tangannya ke arah nakas di samping tempat tidurnya. Tangannya meraba dan menekan sakelar lampu untuk menyalakan lampu tidur. Kamar yang tadinya gelap kini berubah temaram.

Sera bangkit dari tidurnya, berjalan terseok-seok ke arah laci yang terletak di pojok kamar. Ia membuka laci dan mengambil botol kecil yang akhir-akhir ini sangat ia butuhkan. Sera membukanya, mengambil beberapa pil dan tak lupa mengambil segelas air putih yang terletak di atas nakas. Sera meminum pil-pil tadi sekaligus. Ah, buat tidur aja udah susah gini. Batinnya, tersenyum masam.

Sera kembali berjalan menuju tempat tidur dan kembali meringkuk dengan selimut yang lagi-lagi membungkus tubuhnya. Akhir-akhir ini ia tidur dibantu dengan obat. Dan akhir-akhir ini ia juga merasa hidupnya amat sangat menyedihkan. Andai saja ....

Sera memejamkan matanya dan terlelap tak lama kemudian. Ia tersenyum simpul, obatnya sudah bekerja.

•••

Tbc.

ofidiest.

SerenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang