Sembilan

35 20 0
                                    

"Seraaaaaaa!"

Sera berbalik. Menatap segerombolan siswa siswi SMA Tunas Bangsa yang kini berlarian menuju dirinya.

Sera tersenyum, "Oh, haaii."

"Lo dari mana aja sih, Ser? Kok lama nggak keliatan?" tanya Adel, salah seseorang yang menjadi bagian dari gerombolan tadi.

"Emangnya kenapa, Del? Kangen nihh?" Sera tersenyum meledek.

"Enggak gitu. Lo kan–"

"Eh Ser, mobil lo baru lagi ya? Tas lo juga–Omaigaatt!! Itu kan tas keluaran yang baru itu kaaann?!! Ser jawab!!" Dena memotong ucapan Adel, sebelum dirinya berujar antusias dengan barang-barang dari brand terkenal yang melekat di tubuh Sera.

Sera meringis, aduh gimana ya.

"Udah lama ini, Na..." Lama berjam-jam yang lalu maksudnya, "Cuma hadiah dari Papa aja kok."

"Gila ya bokap lo. Hadiah aja yang mahal-mahal begini," Toni, salah satu dari sebagian kecil siswa laki-laki yang kini ikut menimpali.

"Yah lo mah, Ton, gitu aja tanya. Sera gituuuu. Tajir melintiirrr~" Dena menimpali.

Astagaa, belum satu bulan ia bersekolah di SMA Tunas Bangsa, sudah banyak sekali yang mengenalinya. Tentang reputasinya sebagai salah satu dari dua orang siswa yang mendapat hak istimewa dari sekolah. Tentang dirinya, trophy penghargaan yang ia berikan kepada sekolah tepat saat seminggu ia bersekolah. Dan yang paling parah, tentang reputasi Papanya sebagai pengusaha paling kaya se-Indonesia.

Sera menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kadang menjadi terkenal itu menjengkelkan. Yeah, walaupun kadang ia merasa begitu bangga akan popularitasnya.

"Gue duluan ya. Bentar lagi masuk kelas nih."

Ketika gerombolan tadi menyaut dengan jawaban yang hampir serupa, iya dan oke. Sera bergegas berjalan menuju kelasnya

Sepanjang perjalanan, tak sedikit orang yang menyapanya. Sera mengangguk, tersenyum, membalas sapaan sekedar memberikan tanggapan.

Pesona seorang Sera Liona memang tak ada tandingannya. Dirinya bahkan menjadi princess SMA Tunas Bangsa sejak pertama kali kakinya menginjakkan kaki di sini.

Menjadi idaman para kaum Adam penghuni SMA Tunas Bangsa dan sekitarnya. Sekitarnya, mencakup semua SMA yang berada di lingkungan SMA Tunas Bangsa.

Tak sedikit cowok dari SMA lain rela bertandang ke SMA Tunas Bangsa hanya untuk menyatakan perasaanya kepada Sera. Tak jarang juga, cewek-cewek berlabel iri dengki yang merasa tersaingi, dan cewek-cewek bermodal rasa penasaran juga ikut mengunjungi SMA Tunas Bangsa hanya untuk melihat sosok yang katanya begitu sempurna.

Sera Liona itu terkenal. Si Cerdas yang cantik–atau mungkin Si Cantik yang cerdas–atau lagi, Si Cerdas yang cantik dan kaya raya. Atau yang paling parah, Si Cantik yang kebetulan cerdas dan kaya raya. Atau mungkin kebalikannya. Ah whatever!

Sera Liona yang kaya raya, punya popularitas, dan segudang teman. Kalau dipikir-pikir, hidupnya memang sangat sempurna kala itu. Ya ... Kala itu.

***

"Nak?"

Sera terperanjat, tersadar dari lamunannya. Dirinya yang saat ini sedang berbaring di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar, kini menoleh ke ambang pintu.

"Ma? Kenapa ke sini? Udah malem, tidur aja ya."

Ella menggeleng, kemudian berjalan menghampiri putrinya. Sera beranjak duduk ketika Ella pun duduk di tepi ranjangnya. "Kenapa, Ma? Nggak bisa tidur?"

Ella menyunggingkan senyum di bibir pucatnya, "Mama belum ngantuk, Sayang. Kamu juga kenapa belum tidur?"

"Nggak apa-apa."

Nggak apa-apa lo bilang, Ser?? Bullshit banget sih!!

"Kerja kamu libur hari ini?"

Sera mengangguk, "Iya."

Ella mengelus puncak kepala Sera pelan, "Ya udah, Mama mau tidur dulu. Kamu juga ya."

Sera mengangguk, "Iya."

Selepas Ella benar-benar keluar dari kamarnya, Sera termenung. Ia ingat akan dirinya ketika awal masuk sekolah. Disukai, dicintai, disegani. Sera yang segala-galanya.

Selepas mengunjungi tempat itu tadi sore, pikirannya selalu melanglang buana ke kejadian lalu. Apalagi di tambah bertemu seorang Gavin Nolandra yang dari awal pertemuannya sudah ia labeli dengan cap 'Orang berengsek, hati hati.'

Gavin orang yang sebelas dua belas belas mirip dengan orang yang menyebabkan mimpi buruknya–

Drrtt..

Sera terperanjat ketika merasakan ponsel yang berada di atas nakas bergetar. Sera mengulurkan tangannya, berusaha menggapai ponsel. Setelah mengambil ponsel dan membukanya, mata Sera memicing. Pesan dari nomor tak dikenal.

Hai.

Who? Iseng banget.

Sera mengendikkan bahu tak peduli. Ah, sorang Sera Liona memang tak peduli dengan hal remeh temeh, seperti pesan yang mungkin salah kirim contohnya.

Sera bergegas mengembalikan ponselnya ke atas nakas, namun diurungkan ketika ponselnya kembali bergetar. Dari nomor yang sama.

Tapi alih-alih merasa tak peduli seperti tadi, kali ini Sera menatap layar ponselnya tak percaya.

Ini gue Gavin. Save ya.

Bukan pada pesan yang baru saja dikirimkan orang itu, tapi tak percaya pada Feby yang tega-teganya memberikan nomor ponselnya pada Gavin.

Sera meregangkan otot-ptot tangannya, menimbulkan gemeletuk suara yang tampak mengerikan.

Sera tau, ini bukan lagi hal remeh yang tak bisa jika tidak ia pedulikan. Sekali lagi,ini bukanlah hal remeh dan ia juga harus membersihkan semuanya sampai bersih. Ya, semuanya.

***

Aloha.
Itu ada sedikit bagian flashback. Sedikit loh ya.

Kritik sarannya ya.

Thank u.

ofidiest.

SerenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang