Keesokan paginya, ketika mobil kesayangan Feby mulai mengeluarkan suara klaksonnya yang khas, Sera segera bergegas. Berjalan keluar rumah dengan langkah yang lebar, berharap segera bisa menemui si biang kerok masalah.
"Lo kok berkhianat banget sih, Feb?" tembak Sera langsung di detik pertama ketika ia duduk di samping Feby.
"H-hah? What?! Apa sih, Ser?!" Feby menatap bingung Sera. Pagi-pagi loh ini.
"What lo bilang?? Lo ngasih nomor gue ke Gavin kan?!"
Feby tampak mengernyit bingung sebelum menyalakan mobilnya dan meninggalkan pelataran rumah Sera.
"Loh? Bahkan sejak dia minta nomer lo ke gue waktu itu, dia bahkan nggak pernah chat lagi ke gue."
Memutar bola mata, "Bohong lo keliatan banget, Feb."
"Gavin nggak pernah chat gue lagi, sumpah. Mau lihat history chat nya?"
Walaupun ada sedikit keinginan di dalam dirinya untuk mengintip sedikit saja kebenaran ucapan Feby, Sera memilih menggeleng.
Kalau bukan Feby, jadi siapa?
"Lo juga sih. Kenapa antipati banget sih sama Gavin? Orangnya baik gitu kok."
Sera menatap Feby nyalang, orang kaya gitu dibilang baik?!
"Dia berengsek."
Feby mengernyit, merasa tak terima dengan alasan Sera yang sebenarnya merujuk ke arah tuduhan.
"Alasan disertai bukti?
"Dia berantem."
"Alasan disertai bukti? Lo liat dia mukul orang apa liat dia tawuran?" Feby bertanya pelan, tetap bersikap kalem sembari menatap jalanan yang berada di depannya.
Sera menggeleng, "Enggak. Tapi gue liat dia babak belur, Feb. Di pinggir jalan, baju sobek, darah kering di baju. Sori, bukan baju, tapi seragam! Dan gue liat dia malemnya sebelum paginya dia berangkat ke sekolah dengan pedenya dia bilang kalau dia pulang dari studi banding."
Sera diam sejenak. "Dia pasti habis tawuran, Feb. Atau mukul orang. Atau-Argh, intinya dia berengsek!"
Feby menatap Sera di sampingnya yang masih mengatur napas. Terlihat jelas kebencian yang menguar dari kedua matanya.
"Tapi lo nggak bisa berspekulasi kaya gitu kali, Ser. Lo yakin dia habis tawuran, habis mukul orang kaya apa yang lo bilang itu dari mana? Lo yakin? Lo nggak mikir hal lain selain dia jadi pelaku misalnya? Kalau sebenarnya dia itu korban, dia yang dipukulin, bukan dia yang mukulin gimana?" Feby bertanya heran sembari menatap sahabatnya sekali lagi, sebelum kembali menatap ke arah jalan yang berada di depannya.
Sera terdiam di tempatnya.
Feby tau, sahabatnya ini merasa trauma akan kejadian enam bulan lalu. Antipati terhadap orang yang menurutnya dapat menjadi sosok 'pemukul'. Tapi Feby tak bisa diam melihat sahabatnya semakin larut dalam trauma yang kian hari kian menjadi itu, berspekulasi seenaknya terhadap orang lain.
"Udah ah, ayo turun. Jangan ngelamun mulu, dah sampe sekolah tuh."
Sera mendesah pelan, walaupun begitu, dirinya tetap berjalan mengikuti langkah Feby.
Melangkah melewati koridor kelas yang mulai ramai dengan siswa-siswi yang berdatangan, menyapa sebagian besar murid yang masih menyapanya, menunduk hormat ketika melewati kantor guru. Melakukan hal sepele yang sebenarnya selalu dilakukan siswa-siswi SMA Tunas Bangsa pada umumnya.
Langkah Sera begitu ringan sebelum matanya menangkap bahwa papan pengumuman lebih ramai dari biasanya. Kernyitan bingung semakin tercetak jelas ketika semua murid yang mengerumuni papan pengumuman menoleh ke arahnya secara serentak.
Sera menoleh ke arah Feby, dan dalam beberapa detik keduanya beradu pandang. Melemparkan kode dari sorot mata masing-masing sebelum keduanya memilih untuk mendekat menuju papan pengumuman.
"Lo aja deh yang liat. Risih gue dari tadi diliatin." Sera memutar bola matanya malas, sampai kapan sih tuh orang pada liatin gue?
Feby membalas ucapan Sera dengan ujung jari telunjuk dan jempol yang saling menempel, dengan tiga jari lainnya saling berdiri.
"Misi dong misi."
Feby berusaha menerobos kerumunan, ketika dirinya tepat berada di depan papan pengumuman, matanya seketika membeliak terbuka.
Pengumuman bahwa ujian tengah semester akan dilaksanakan dua minggu lagi.
Feby menggigit ujung kukunya, tapi bukan itu yang mengganggu pikirannya. Tapi pengumuman bahwa akan diberikannya gelar ketua ekskul olimpiade untuk satu tahun ke depan bagi mereka yang menjadi juara pertama paralel di ujian nanti.
Jika dulu mungkin Feby akan percaya seratus persen bahwa princess SMA Tunas Bangsa yang akan memenangkannya, tapi kali ini Feby sangsi.
Apalagi kalau Sera tau kalau ia saat ini memiliki saingan yang—
"Feb, apaan sih?"
—sepadan.
Feby gelagapan sebelum dirinya menoleh ke arah Sera yang saat ini sudah berada di sampingnya.
Sera yang ngos-ngosan karena sehabis menerobos kerumunan, kini menatap papan pengumuman dan matanya bergerak liar mencari hal apa yang menjadi perbincangan hari ini.
Feby menatap Sera yang saat ini tersenyum culas sambil menatap papan pengumuman dengan nyalang.
"Jadi gue bakal saingan sama Gavin ya, Feb?"
Ini yang Feby maksud.
***
Cek typo oke?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity
Teen FictionKalian pernah merasa menjadi sosok ratu di dunia ini? Aku pernah. Rasanya ... menyenangkan. Harta, pesona, keluarga. Semuanya ada, tak ada rasa kurang. Menjadi sosok yang tak memiliki celah. Ah, mereka menyebutku sempurna. Tapi takdir berkata berbe...