Lima

53 17 0
                                    

"Sorry, Feb. Gue lama, Mama tadi kumat lagi." Sera menutup pintu mobil Feby. Feby telah menunggunya sedari sepuluh menit yang lalu. Hanya saja, tadi pagi Ella kembali meraung,  menjadikan Sera lebih telat dari jam biasanya.

Feby menatap Sera yang berusaha mengatur napasnya, "Iya, gak apa-apa. Gue ngerti."

Sera tersenyum. Ah, betapa beruntungnya dia bisa bertemu sahabat seperti Feby.

"Thanks, Feb," ujar Sera tulus.

Mobil berjalan, menyisakan keheningan yang benar-benar Sera inginkan saat ini. Untuk kesekian kalinya, Sera merasa ia sangat beruntung bertemu dengan Feby yang begitu mengerti perasaanya.

***

"Ser, ada Loli tuh."

Sera menoleh ke arah yang ditunjuk Feby. Benar saja, Loli berada di sana bersama genk-nya. Malas berurusan dengan masalah, Sera mempercepat jalannya.

"Heh, Cupu!"

Setan.

Sera memutar tubuhnya, menatap tajam Loli and the genk yang saat ini sudah berada di depannya. Tinggi Loli berada di atas Sera beberapa senti, itu juga karena sepatu sekolah Loli yang haknya super tinggi.

"Leon. Lo apain dia kemarin?"

Sera menatap Loli jengah, "Gue injek."

"Gue tau kalo itu. But, apa berhak lo buat nginjek Leon kaya kemarin. Di tengah lapangan lagi?" Loli mencengkram rahang Sera, memaksanya agar tetap mendongak. "Lo itu, nggak usah belagu."

Sera menepis tangan Loli yang mencengkram rahangnya. "Gue cuma kasih dia pelajaran, jangan suka kebanyakan main cewek sana-sini. Apalagi sama cewek murahan kaya lo-lo ini." Sera menekankan dua kata terakhir yang membuat wajah Loli memerah padam. Feby yang masih berada di belangkangnya berusaha menarik Sera agar segera pergi. Tapi, Sera menghiraukannya. "Easy, Feb."

"Apa lo bilang?!"

"Kenapa? Kesinggung? Gue cuma bilang sama mantan pacar gue—eh, pacar lo maksudnya, biar jangan mainin perasaan cewek terus." Sera berujar kalem, membuat  wajah lawan bicaranya semakin memanas.

"Bilang aja lo nggak bisa move on dari Leon kan?!" Loli berusaha menjambak rambut Sera. Melihat gelagat Loli, Sera melangkah mundur, membiarkan tangan Loli yang hanya mencengkeram udara.

Tingkah Loli sudah kelewatan.

"Gak bisa move on lo bilang? Leon itu sampah. And, just for information, Leon yang ngejar-ngejar gue. Jadi mending lo tanya sama pacar lo itu, yang enggak bisa move on itu gue apa dia? Atau—"

Sera melangkah mendekati Loli. Ditatap sedemikian rupa oleh Sera, Loli gelagapan. Sera ini... dia tetap seorang Sera Liona, singa betina SMA Tunas Bangsa sekaligus princess idaman semua kaum adam. Auranya... terlalu kuat untuk nggak ditakuti.

"—lo nya yang ngebet sama Leon? Saking ngebetnya sampai nggak terima kalau Leon gagal move on dari gue, dan lo jadiin gue sasaran?"

Loli bungkam.

"Gak guna banget punya urusan sama cowok nggak ber-etika kaya Leon. Jadi, ambil tuh sampah!"

Sera berjalan meninggalkan Loli yang masih menatap Sera geram, diikuti Feby yang sedari tadi diam menyaksikan sahabatnya berseteru dengan Loli. Bukannya Feby tak berani angkat bicara, hanya saja dia yakin sahabatnya mampu menyelesaikannya sendiri. Sera... dia memang sempurna.

***

Banyak yang bilang SMA Tunas Bangsa adalah SMA favorit. Sekolah yang banyak menghasilkan lulusan yang katanya brilliant. Bukan hanya lulusannya saja, tapi untuk masuk sekolah ini juga harus memiliki kadar otak yang mumpuni. Selain itu, sekolah ini juga menjadi sekolah high-class yang murid-muridnya hanya berasal dari golongan menengah ke atas. Beda lagi kalau masuk melalui jalur beasiswa, yang biasanya hanya dapat diraih oleh siswa-siswi ber-IQ tinggi.

Sera contohnya.

Dua hari setalah hari kelulusan, pihak SMA Tunas Bangsa mendatangi rumahnya, memberikan lembar pendaftaran pada Sera. Mereka mengelu-elukan, jika Sera bersedia menjadi salah satu murid di sana, Sera akan terbebas dari segala iuran sekolah.

Sera bahkan tak mengikuti tes pendaftaran seperti murid kebanyakan.  Dia hanya menulis identitas pribadinya pada lembar formulir yang diberikan pihak sekolah.

Lantas semuanya selesai.

Tapi tidak hanya dirinya yang mendapatkan hak istimewa tesebut. Masih tersisa satu. Satu orang yang bahkan sampai saat ini masih menjadi tanya bagi Sera.

Ups~

Sampai setengah jam yang lalu.

Sebelum ia dipanggil untuk menuju ruang kepala sekolah. Hingga akhirnya sekarang Sera sedang berhadapan dengan satu orang beruntung tersebut. Spesies orang yang benar-benar Sera benci.

"Jadi begini, Nak Sera, ini Nak Gavin." Bu Prita, kepala sekolah SMA Tunas Bangsa memulai pembicaraan.

"Gavin baru saja kembali dari studi bandingnya, dan sekarang dia kembali sekolah di sini."

Oooh, studi banding? Pulang dari studi banding tapi babak belur sana sini?

Sera mengangguk pelan.

"Kembalinya Gavin ke sekolah ini, tentu saja menjadi kebanggaan buat sekolah. Kamu dan Gavin adalah dua siswa emas kebanggaan sekolah. Saya berharap kalian berdua bisa menjadi contoh yang baik bagi murid-murid lainnya." Bu Prita tersenyum.

Selalu sama.

Permintaan sekolah kepadanya selalu sama. Menjadi contoh yang baik bagi murid-murid lainnya. Andai pihak sekolah tau, ia tak sebaik yang mereka pikirkan.

Sera mengangguk mengiyakan.

"Ya sudah, saya hanya menyampaikan itu. Oh ya, untuk Gavin, kamu sekarang dipindahkan ke kelas 11.2."

Gavin mengangguk, "Baik, Bu."

Sera mendengus.

"Saya permisi, Bu."

Sera menyalami tangan Bu Prita dan bergegas keluar ruangan.

Cih. Kebanggaan sekolah katanya?!

Kebanggaan sekolah yang suka berantem? Memukuli orang?

Sampah!

Sera mempercepat jalannya, berusaha meninggalkan orang yang juga berjalan tepat di belakangnya. Sesampainya di pintu kelas, Sera menutup telinga rapat-rapat ketika seluruh kelasnya mengelukan nama seorang Gavin.

Ia benci ini.

Benci ketika banyak orang mengagungkan nama orang yang salah.

Sera bergegas duduk di kursinya, menatap Gavin yang sedang tertawa dengan anggota kelas lainnya. Lebam biru yang semalam Sera lihat, mulai samar terlihat.

Tapi tetap saja, sekalinya orang berengsek, tetap berengsek. Sera... Dia benci orang seperti itu.

Yang Sera tak tahu, opininya tak sepenuhnya benar.

∆∆∆

Hooi.
Banyak EBI salah, bilang aja ya. Typo, segala macem.

Sankyu.

ofidiest.

SerenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang