01.

54 7 0
                                    

Diantara cinta dan persahabatan..

Diantara kita dan orang asing..

Dimana untuk menjadi dewasa..

Kamu harus mau berubah.

Cerita ini aku persembahkan kepada diriku yang senang menulis tetapi masih ragu dan malu di tahun 2011.

Aku bangga padamu.

~loveletter~















Pagi ini cerah sekali.

Masih kurang dari jam 8, tapi matahari telah bersinar terlalu terang. Maklum, musim panas hampir tiba, makanya kehangatan matahari yang agak menyengat mulai terasa

Sebuah jalanan panjang, di penuhi oleh siswa-siswi yang berjalan kaki. Tempat itu merupakan jalur alternatif yang biasa di gunakan oleh mereka untuk berangkat sekolah. Banyak sekolah yang letaknya hampir berdekatan di jalanan itu, mulai dari sekolah umum, sekolah khusus putra-putri, bahkan sekolah non akademik. Makanya, jangan heran kalau jalanan ini selalu di penuhi oleh para siswa dengan berbagai macam seragam yang berbeda.

Di jalanan ramai dan tenang itu, seseorang membelah kerumunan. Seorang gadis, berambut panjang yang di ikat asal-asalan. Dia tampak buru-buru, berlari cepat tanpa memperdulikan sekitarnya. Dia bahkan menabrak beberapa orang tanpa sengaja.

"Hei, sialan!"

"Aaaaaaaaw!"

"Lihat pake mata dong!"

"Hati-hati, bodoh!"

"Ups, maaf,"

Hanya itu yang bisa dia sampaikan kepada orang-orang yang mengumpatnya. Bukannya menyesal, dia malah berlari semakin cepat.

Sekarang, dia memanjangkan leher, mencoba mencari seseorang.

Nah, itu dia!

Tanpa mengurangi kecepatan larinya, gadis itu mengambil buku tebal dari dalam tas.

Mengambil ancang-ancang ..

Satu..

Dua..

PLAAAK!!

"Selamat pagi Kim Rulniaaaa!" Ucapnya riang. Gadis itu baru saja memukul seseorang yang di hampirinya.

Kim Rulnia —gadis yang di pukul barusan—— meringis kesal. Sekarang belakang kepalanya agak nyeri. Nggak mau kalah, dia segera membalas pukulan gadis itu dengan gulungan koran yang dia bawa.

"Kim Shi-chan, sialaaaan!!"

PLAAAAKK!!!

"Ak, sakit .." ringis gadis itu setelah mendapat pembalasan dari Rulnia. Ngomong-ngomong, namanya Shichan, sekarang dia sedang mengeluh sambil mengusap kepalanya.

Rulnia tersenyum miring sambil melipat tangan. "Itu namanya satu sama," katanya tak acuh sambil melangkah duluan, meninggalkan Shichan.

Shichan cemberut, merasa di curangi. Padahal dia menggunakan gulungan buku yang lebih keras sebagai senjata, tapi kenapa pukulan dari gulungan koran letoy milik Rulnia lebih menyakitkan? Aneh.

Mengabaikan pikiran itu, Shichan buru-buru mengejar Rulnia yang sudah jauh di depan.

"Ngomong-ngomong, bukan Kim Shichan loh, tapi Kim Shira. Aigoo ~ sepuluh tahun bersamaku masa nggak hafal namaku sih?" Shichan menggerutu.

a Lov/e Letter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang