Kepada Nona Kim.
Beberapa waktu lalu, saudaraku datang. Aku memanggilnya Tuan Lee, tapi dia tampak tak senang dengan nama itu, hehehe. Aku ketahuan sedang senyum-senyum sendiri saat melihat foto yang kamu kirimkan, dan dia menegurku. Ku tanyakan padanya apakah berdebar-debar saat menerima surat yang datang itu wajar? Dan dia menjawab tidak. Dia menambahkan bahwa aku terlihat seperti orang yang nggak waras, itu menyakitkan. Tapi bukankah ini berarti kamu juga sama sepertiku, sama-sama nggak waras. Hahaha, jangan marah, aku hanya bercanda.
Apakah kamu baik-baik saja? Aku membaca suratmu dan menangkap ada kegelisahan di sana, apakah kamu sedang gelisah karena sesuatu? Aku akan bersamamu jika kamu ingin aku bersamamu, jadi jangan cemas. Berhentilah gelisah, oke?
Liburanku menyenangkan. Lee, sudah datang dan aku bisa bersenang-senang dengannya. Dia memberiku sebuah pena yang bagus. Lihat, tintaku jauh lebih tebal dari sebelumnya kan? Memang, kami gak melakukan sesuatu yang berarti seperti memasak bersama atau pergi ke taman hiburan, kami hanya melakukan hal-hal yang biasa kulakukan sebelumnya. Seperti membaca buku dan pergi ke kebun stoberi untuk memetiknya bersama. Kadang-kadang Lee akan menemaniku bermain piano.
Beberapa waktu yang lalu aku juga berpikir kalau aku kesepian, karena aku selalu sendirian. Tapi dengan adanya Lee, aku merasa lebih baik sekarang.
Bagiku, nggak apa-apa kalau aku nggak punya seribu teman, yang penting aku punya Lee yang seribu kali lebih baik. Jadi, aku gak akan merasa kesepian lagi.
Nona Kim, apakah kamu pernah berpikir begitu?
Salam,
Tuan Kim .
p.s : kamu benar, Nona Chan tampak begitu lucu dengan ikat rambut itu, hehe.
Itu bukanlah surat yang menyedihkan, tapi membacanya membuat Rulnia sedikit berkaca-kaca. Dia .. agak terharu.
Berkat surat ini, dia menyadari sesuatu. Kesepian pasti di rasakan oleh semua orang. Dunia ini terlalu luas untuk seorang manusia yang berjalan sendirian di muka bumi. Kadang perasaan-perasaan seperti itu menghantui Rulnia, membuat Rulnia menjadi takut dan rendah diri.
Inilah sebabnya Rulnia nggak bisa berbaur dengan baik dengan orang-orang. Seumur hidupnya, dia hanya mampu berteman dengan Shichan dan Jungwoo saja. Dia nggak punya teman lain selain mereka karena di landa ketakutan setiap kali mau terbuka dengan orang baru. Hal-hal seperti ini membuat Rulnia merasa sendiri dan di tinggalkan. Kadang kala dia merasa iri dengan kedua temannya yang bisa hidup dengan bebas dan leluasa. Rulnia nggak bisa melakukan itu.
Tapi di dalam surat Jungwoo, Rulnia akhirnya tau kalau nggak hanya dia saja yang merasa kesepian. Jungwoo juga. Mungkin Shichan juga. Dan mungkin semua orang di dunia pernah merasakan hal yang sama. Kita semua punya sisi rapuh yang tertutup. Seperti Jungwoo di dalam suratnya.
Bedanya, dia nggak mengeluh. Jungwoo bertahan dengan kesepian itu dan menikmatinya. Makanya, Rulnia jadi agak tergugah karena kerapuhan Jungwoo membuatnya sadar bahwa semua orang itu harus berpikir dengan cara yang sederhana.
Setiap orang, punya saru teman. Dan satu teman saja sudah cukup. Itu lebih baik dari pada 0. Lebih baik daripada seribu teman. Rulnia bahkan punya dua. Jadi, kenapa dari kemarin dia mengeluh seolah-olah dia iri pada teman-temannya?
Rulnia mendekap suratnya. Dia gagal membendung airmatanya jadi dia memilih untuk menyerah. Rulnia menangis dalam diam, dia menunduk dalam dengan airmata yang terus mengalir.
~loveletter~
Seorang lelaki menatap langit malam yang gelap, dia duduk santai di luar rumah. Di sini cukup tenang, nggak seperti tempat tinggal sebelumnya. Samar-samar dia bisa mendengar suara jangkrik yang saling bersahutan satu sama lain. Langitnya jauh lebih bersih dan ada banyak bintang yang bersinar lebih terang dari yang pernah dia lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
a Lov/e Letter [✓]
Ficção Adolescente"surat cinta bagai sebuah mantra. Siapa tau, mantranya bisa membuat sahabat jadi cinta. Ya kan?" Cerita ini dibuat pada tahun 2012 #1 loveletters 140723 #5 loveletters 060219