Twentieth

2.7K 491 192
                                    

Tidak mungkin kalau Namjoon tidak terkejut. Bahkan secara terang-terangan ia menunjukkan wajah melongonya di hadapan Seokjin tadi malam.

Namjoon teringat akan wajah muram Seokjin dan mendadak otaknya beku untuk bekerja. Diraihnya cangkir yang ada dalam jangkauan, lalu Namjoon meneguk kopi hitam kental di dalamnya untuk membantunya tetap terjaga siang ini. 

"Taeyeon-noona! Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?"

Namjoon mendapati Hoseok yang baru saja masuk ke dalam kafe dan si kontraktor memilih untuk terlebih dahulu menyapa Taeyeon, sang pemilik kafe. Namjoon bahkan melihatnya mengedipkan mata genit kepada wanita berparas cantik tersebut sebelum ia berjalan menghampiri Namjoon. 

Taeyeon tertawa geli dari jauh seraya melambai ringan pada Hoseok.

"Dia sudah menikah, Jung. Ganjen sekali jadi orang."

Hoseok tertawa. Dengan cekatan ia melonggarkan syal cokelat miliknya dan menaruh tas yang berisi data kantor pada sofa di sampingnya. "Hanya menyapa akrab saja apa salahnya sih. Lagipula memang benar kan kita sudah berapa bulan ini tidak meeting di sini?"

Namjoon mendengus oleh alasan Hoseok. Tidak menggubris sang sahabat lagi karena kini ia sendiri sibuk mengeluarkan map bening dari dalam tas.

Hoseok sudah asyik saja menekuni buku menuーpadahal dia tidak ada niatan untuk memesanーsampai tidak sadar bahwa map bening sudah disodorkan oleh Namjoon padanya.

"Dunqueen Donut meminta bangunannya menjadi satu setengah lantai sekarang, dengan mezanin yang menjorok di bagian belakangnya. Kuberi kau waktu tiga hari untuk mempelajari dan membuat strukturnya, bisa kan?"

Mata Hoseok teralih kaget dari buku menu. Ia mengerang dan menatap Namjoon tidak percaya. "Astaga, Kim Namjoon yang terhormat. Aku masih harus keluar kota lusa dan kau menyuruhku menyelesaikannya dalam waktu tiga hari? Yang benar saja!"

"Seminggu, kalau begitu."

Hoseok lantas berdecak, "Sini, berikan padaku!"

Sementara Hoseok membuka map dan membaca isi dokumen-dokumen di dalamnya, Namjoon diam-diam memperhatikan Hoseok. Sahabatnya itu tengah menggerakkan bibir layaknya ikan koi dan menggerakkan kepalanya menyusuri paragraf demi paragraf. Mulut Namjoon refleks membuka seolah ingin mengatakan sesuatu pada Hoseok, tapi ia terlalu ragu untuk melakukannya.

Hoseok menelengkan kepala. "Apa? Bicara ya bicara saja. Tidak perlu sok jaim segala."

Namjoon memutar bola mata. Ia mengucapkan terimakasih saat waitress mengantarkan pesanannya dan kembali berkata pada Hoseok.

"Ini tentang Kim Seokjin, Hoseok-ah."

"Seokjin-ssi?"

Anggukan Namjoon menjawab pertanyaan Hoseok. Ketika Namjoon mulai bercerita tentang makan malamnya bersama Seokjin dan perkara Seokjin yang tidak bisa lagi melihat aura, Namjoon bersumpah ia sempat melihat mata Hoseok berkilat barang sesaat.

"Kau mengajak Seokjin-ssi kencan ke Pojangmacha tetapi tidak mau saat minggu lalu kuajak ke sana??"

Namjoon menghela napas lelah. "Kau mengajakku makan di sana lebih dari sepuluh kali, Hoseok-ah. Aku bosan kalau ke sana hanya berdua denganmu terus."

Jawaban Namjoon membuat Hoseok tertohokーia mengambil sepotong kue pastel sosis dari piring Namjoon dan mengunyahnya bulat-bulat tanpa seijin pemiliknya.

"Sahabat macam apa kau ini. Habis manis sepah dibuang. Sialan."

Namjoon tidak peduli akan kata-kata Hoseok. Ia tahu Hoseok sebenarnya selalu tertarik dengan ceritanya, namun pria itu hanya tidak ingin segalanya menjadi tegang. 

NATHALUCIAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang