Jealous Again

340 11 0
                                    


Keira tersenyum lebar melihat kedatangan Van, sedangkan aku? Saat aku datang, ia palah menanyakan keadaanku. Apa dia kira aku kurang waras? Padahal hari ini ia belum tersenyum padaku. Dan pada Van, setiap saat ia tersenyum pada pria satu ini. Hanya ketika Keira memberikan kunci mobilku padaku, saat itu ia tersenyum. Tapi bukan senyuman yang sungguh-sungguh, itu hanya senyuman tipis yang biasa ia lontarkan pada seseorang yang baru saja memarahinya. Nasib mu Aarav!

Senyap mulai muncul disaat Van telah duduk di sampingku. Ya! Kami bertiga satu meja. Dan kami sibuk dengan aktifitas sendiri. Keira masih membaca sebuah buku yang selama beberapa terakhir ini selalu ia bawa kemanapun, sedangkan di sampingku ini, maksutku Van ia hanya sibuk dengan ponselnya yang sejak tadi ia sentuhi. Sedangkan aku, hanya diam dan termangu sendiri sambil memandang kesibukan mereka. Apa lagi yang harus aku lakukan? Tidak ada pekerjaan yang ku suka kali ini.

Ku rasa Keirs memperhatikan ku, nampaknya ia juga prihatin dengan keadaan ku yang benar-benar membosankan ini. Ia memandang ku dengan tersenyum. Aku pun sama. Ia pun menutup bukunya dan meletakkan di atas meja dan memandang ku.

"Kenapa? Apa kau sudah selesai membaca bukumu itu? ", tanyaku.

"Tidak. Masih banyak sekali halaman yang belum kubaca"

"Kalau begitu lanjutkan! ", perintahku.

"Mmm... Kau serius? Menyuruhku melanjutkan? Atau,,,... Hanya basa basi? ", ia mengangkat sebelah alisnya.

"Kau ini banyak bicara. Kalau ingin lanjutkan, lanjutkan saja"

"Tidak. Sebenarnya kedua mataku sedikit nyeri"

"Apa?, " tiba-tiba suara itu menghentak telingaku. Van, ia langsung menatap Keira dan meletakkan ponselnya.

"Kau sakit? Kenapa tidak bicara sejak awal? ", ucap Van penuh perhatian.

Aku hanya membuang muka dan muak sekali dengan perhatiannya.

"Tidak! Hanya nyeri tidak lebih", jawaban Keira saja hanya dengan nada sederhana. Seandainya aku bisa, akan kukatakan padanya 'tidak perlu berlebihan'. Tapi aku malas mengarahkan nya.

"Keira. Sudah ku perintahkan padamu beberapa kali. Jangan memaksakan dirimu untuk membaca buku terlalu banyak! "

Huhh... Nasihat basi.

Ku pandang Keira hanya tersenyum. Dan Van itu, tersenyum pula pada keira.

Aku? Tak ada seorang pun yang tersenyum padaku.

Tapi, dia. Dia datang. Aku mulai sedikit mendongak dan mengikutkan pandangan ku kemana ia pergi. Aku tersenyum melihat kedatangan nya. Ternyata ia juga tau aku disini. Dan disana dia hanya sendiri. Andai aku mampu untuk menahan rasa maluku agar aku bisa datang padanya dan menemaninya, itu adalah salah satu cita-cita ku saat ini.

"Hey! Hey! Hey! Pagal ho gaya tum? "

Aku langsung mengalihkan pandangan ku pada Keira yang sempat menggerakkan telapak tanganya pada kedua mataku. Seketika senyum ku pudar.

"Siapa yang kau lihat? Hah? Kenapa senyum senyum sendiri? ", tanya Keira.

"Tidak. Aku hanya-, ". Aku kembali memandang nya yang jauh disana, sebenarnya tak terlalu jauh, hanya terbatas dua meja saja. Tapi ia selalu sibuk degan ponsel nya, hingga ia tak memandang sekitarnya. Mungkin ia tidak sadar ada yang sedang menatapnya dengan mendambakanya.

Bidadariku, ingin sekali rasanya memerankan mu menjadi Simran ku. Dan aku adalah Rajh mu. Kita akan satu kisah seromantis DDLJ. Dimana aku akan mengatakan padanya "Aku tidak menyangka ada seseorang yang memanggil ku di balik awan. Dan seseorang itu adalah dirimu, " kira-kira apa yang akan terjadi jika aku berkata seperti itu di depanya? Mungkin,

"Hallo! Hallo! Hay! Aarav! Kya hua? "

Lagi-lagi Keira menghentikan lamunanku. "Sab theek hai", ucapku dengan menatapnya.

Keira mengambil arah dan mengikuti arah ku menatap di belakang nya. Ia langsung kembali menatapku dengan mulut menganga "Ooohhh jadi, kau-" ia menganggukkan kepala dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Van! ", Keira menyenggol lenga Van.

Van menoleh "Ada apa? "

"Apa sebaiknya kita pergi? Aarav akan terganggu kita disini!, " Ucap Keira. Ia menggodaku atau apa?

Aku menatap mereka berdua dengan sinis "kyun? "

Keira menggeleng dan langsung menarik lengan Van. Mereka beranjak pergi dan meninggalkanku sendiri. Aku ingin menghentikan. Tapi, mereka tersenyum miring padaku. Seakan benar-benar menginginkan ku sendirian.

Apa yang harus aku lakukan? Kembali duduk dan menatap dia dengan penuh harapan atau pergi agar perhatianku tidak dia ketahui?

Lebih baik pergi saja. Aku beranjak dari kursi dan pergi dari kantin.

Keira! Kahaan hai aap? Van! Dia lagi, yang selalu memisahkanku dari Keira. Aarav bersabar!!!

____

KOI TERI KHATIR HAI JEE RAHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang