Chapter I
"Kamu gak fair! Dulu aku udah nolak kamu! Tapi sekarang, saat aku udah nyaman sama kamu, kamu mau pergi!", teriak Arunika di depan muka Gendhing.
Sedari awal memang semesta seperti tak merestui hubungan dua sejoli ini. Belum genap sebulan hubungan mereka semenjak kejadian Gombel, sudah ada drama dalam hubungan mereka. Kata orang sih itu bumbu dalam sebuah hubungan.
Gendhing berniat memutuskan hubungan dengan Arunika atas nama persahabatan. Ada sesuatu yang bergejolak dalam hati Gendhing. Tak seharusnya sahabat menjadi cinta.
Mendengar respon dari Arunika yang kecewa dengan keputusan Gendhing maka Gendhing pun mengurungkan niatnya, dan berkomitmen pada dirinya bahwa apapun yang terjadi dia harus bersama Arunika. Apapun!
"Siapa ini Tomo?", tanya Gendhing saat ada top up pesan masuk di handphone Arunika ketika mereka makan bareng di penghujung akhir pekan.
Maklum, mereka hanya bisa bertemu saat akhir pekan. Entah Gendhing yang ke Semarang atau Arunika yang pulang ke Jogja. Itupun, gak setiap akhir pekan. Ada kalanya mereka disibukkan dengan rutinitas masing-masing di tiap akhir pekan.
"Oh itu saudaranya orang kantor. Kapan itu kenal pas di kantor", jawab Arunika.
Tak ada yang aneh dalam hubungan mereka. Hubungan merekapun berjalan sebagaimana mestinya, selayaknya orang pacaran lainnya. Sampai pada akhirnya Gendhing tahu kalau Tomo ternyata ada hubungan dengan Arunika.
"Iya, aku udah jadian sama Tomo sebulan sebelum kamu nganter Putri ke Semarang. Maaf Gendhing", sambil terisak tangis Arunika memberikan pengakuan kepada Gendhing.
"Trus kalo kamu udah jadian sama Tomo sebulan sebelum aku anter Putri ke Semarang, kenapa kamu mau menjalin hubungan sama aku? Sampe kita berciuman di Gombel?", jawab Gendhing dengan sekuat tenaga menahan emosinya.
"Aku terbawa emosi dan suasana waktu itu. Maaf", jawab Arunika sambil menyeka air matanya yang mulai tumpah.
Semua terdiam, baik Gendhing maupun Arunika. Hingga akhirnya Arunika memberanikan diri bicara untuk memecah keheningan, "Aku sama Tomo itu dijodohkan sama ibu".
Semua kata-kata seakan ditelan oleh malam. Gendhing tak bisa berkata-kata, begitupun Arunika.
"Aku mundur. Memang tak semestinya hubungan persahabatan kita jadi cinta kayak gini. Kalopun setelah ini persahabatan kita berantakan gak kayak dulu lagi ya itu konsekuensi dari apa yang aku lakuin. Maaf", ucap Gendhing saat mengantar Arunika sampai depan pintu rumahnya.
"Aku bingung Gendhing. Denganmu, aku bisa menjadi diriku sendiri, bisa lepas, gak ada yang ditutup-tutupin. Aku nyaman sama kamu", jawab Arunika sambil menangis sejadi-jadinya.
Setelah kejadian itu, Arunika sama sekali tak pernah bertemu Gendhing. Mereka tak saling berkirim kabar satu sama lain. Hanya bisa tahu kabar dari Sukma ataupun teman-teman kampus yang tahu tentang hubungan mereka.
Satu minggu berlalu, dua minggu berlalu, tiga minggu berlalu. Dan di minggu keempat atau kurang lebih sebulan lamanya mereka tak berkomunikasi, Tama membuka sebuah warung kopi.
Warung kopi itu nantinya diharapkan bisa menjadi basecamp tempat ngumpulnya anak-anak kampus yang saat itu sudah jarang sekali ketemu. Dan benar saja, meskipun warung kopi itu gak bertahan lama, namun sepanjang warung kopi itu berdiri isinya ya cuma anak-anak kampus.
"Arunika nanyain kabarmu tuh. Kalian kenapa sih?", tanya Sukma saat ketemu Gendhing di warung kopi milik Tama.
"Hehhee, ga ada apa-apa. Bilang aja kabarku baik", jawab Gendhing sambil mencari topik pembicaraan lain.
Hampir tiap malam selepas maghrib Gendhing selalu datang ke warung kopi milik Tama. Sekedar nongkrong atau mengirim berita ketika selesai liputan sore. Maklum, warung kopi milik Tama saat itu dijalankan sendiri dan tak ada pegawai, jadi jam bukanya juga cuma sore sampai tengah malam.
Sampai pada suatu akhir pekan dimana Gendhing berada di warung kopi milik Tama dan disusul oleh Sukma yang datang belakangan. Sinar lampu motor Sukma yang masuk ke areal parkir warung kopi itu sudah tampak dari kejauhan. Namun Gendhing tak tahu siapa yang datang malam itu. Setelah motor diparkir dan Sukma melepas helmnya barulah Gendhing tahu kalau itu adalah Sukma.
Yang mengagetkan dan membuat Gendhing merasa tak nyaman adalah saat itu Sukma datang bersama seorang cewek yang tak lain dan tak bukan adalah Arunika.
Arunika sengaja minta tolong Sukma untuk jemput ke rumahnya dan pergi ke warung kopi milik Tama dengan harapan biar bisa ketemu sama Gendhing. Rasa kangen mengalahkan segalanya. Tapi itu bukan hal yang sebenarnya diharapkan Gendhing, karena dengan bertemu Arunika berarti harus siap membuka kembali luka lama yang seharusnya sudah hampir sembuh.
"Udah dari tadi disini? Ini tadi Arunika minta dijemput dulu buat kesini. Lagian bukannya kamu sih yang jemput", kata Sukma kepada Gendhing membuka percakapan setelah masuk ke warung kopi milik Tama.
"Halo Gendhing. Apa kabar?", sapa Arunika yang memang sedikit canggung saat bertemu Gendhing.
"Oh iya, udah lumayan dari tadi disini", jawab Gendhing ke Sukma sambil melanjutkan bermain kartu dengan anak-anak yang lain tanpa menjawab sapaan Arunika.
Sepanjang malam Gendhing diam membisu. Cuma bicara seperlunya. Tak menghiraukan keberadaan Arunika disitu. Bukan tak mau, tapi posisi antara canggung dan takut kesempatan malam itu akan berlanjut membuka kesempatan kembali lagi sama Arunika.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU, KAMU DAN KATA-KATA
RomanceAda kata-kata diantara aku dan kamu. Sebuah cerita tentang cinta, harapan dan kekecewaan yang awalnya teramat sangat. Namun, kemudian luka yang berasal dari rasa kecewa itu sendiri yang akhirnya menguatkan.