Author P.o.V
Abi masih basah kuyup dan menunggu di trotoar. Sudah tiga puluh menit ia terus menatap ke arah Museum Louvre. Mencari sosok Shanum yang tak kunjung datang. Ia duduk, mengecek kembali gawainya dan mengirimkan pesan pada Shanum. Tak lama dari itu, Shanum kembali menelpon dan menanyakan keberadaannya. Shanum akhirnya datang setelah Abi memberi tahu di mana lokasinya. Abi senang melihat Shanum lagi, namun ia tetap harus bertahan dengan kekesalannya karena Marc berjalan disamping gadisnya.
"Astaga Bi, kamu ko basah-basahan gini sih? Itu kan ada payung, kenapa gak dipake?" kata Shanum.
Abi hanya menggaruk tengkuknya sambil tersenyum pongah.
"Sepertinya dia sudah lupa bagaimana caranya memakai payung? Mau aku ajarkan?" ledek Marc dengan bahasa Inggris aksen portugisnya yang khas.
"Tak perlu, aku hanya sedang ingin basah-basahan saja."
Shanum mengajak Abi ke apartemennya untuk mengeringkan badan dan berganti baju. Marc ikut mengantarkan mereka.
Di apartemen, Shanum memberikan baju kering yang sengaja ia beli di Museum Louvre. Abi segera mandi karena tidak ingin meninggalkan gadisnya lama-lama dengan Marc. Selagi Abi mandi, Shanum menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga. Marc yang tadinya hanya duduk diam kini mengikuti Shanum ke dapur untuk memasak.
Abi yang sedang berada di kamar mandi semakin gelisah. Beberapa kali ia mengecilkan keran air hanya untuk mendengarkan percakapan Shanum dan Marc. Ia benar-benar kesal dengan pria itu. Seolah-olah menantangnya untuk bersaing. Beberapa saat dia kembali putus asa, melihat Shanum terus menyunggingkan senyum saat bersama Marc membuat Abi semakin yakin bahwa Shanum memang menyukainya. Namun di sisi lain, ia masih banyak berharap. Ia ingin memiliki gadis itu hanya untuk dirinya sendiri.
Selesai mandi, Abi buru-buru keluar dan menghampiri Shanum yang masih memasak di dapur. Marc terlihat sedang menyusun piring-piring di atas meja makan.
"Masak apa Num?"
"Kali ini kita makan makanan Indonesia. Nasi goreng."
"Aku sangat suka nasi goreng." Seru Marc yang kini sudah duduk di meja makan.
Abi duduk di hadapan Marc. Shanum datang dari dapur membawa nasi goreng dan duduk di tengah, antara Abi dan Marc. Shanum mulai menyendoki nasi goreng dan menyimpan di piring-piring yang sudah disusun oleh Marc sebelumnya. Dengan girang Marc melahap nasi gorengnya. Ia melayangkan banyak pujian untuk Shanum dan Abi merasa itu terlalu berlebihan.
"Bi, enak gak?"
"Enak dong Num, masakanmu sudah mirip dengan masakan ibumu."
"Ibu lebih jago dariku Bi."
"Jadi Abi sudah bertemu dengan orang tuamu?" tanya Marc di sela-sela ia mengunyah.
"Tentu saja, rumah kami dulu bersebelahan. Abi sering berkunjung ke rumahku dan akupun sering berkunjung ke rumahnya."
"Lalu kapan kau akan mengenalkanku pada orang tuamu?" tanya Marc lagi.
Pertanyaan itu sedikit mengusik ketenangan Abi
"Jika Abi mengizinkan aku akan mengajakmu."
"Lah ko jadi ke aku sih Num." Abi tersenyum malu. Shanum tak menjawab.
"Abi, apa pekerjaanmu?" Marc menyendoki lagi nasi goreng yang ada di piringnya.
"Dosen. Aku mengajar sastra klasik."
"Wah, kau memang lelaki yang pintar. Sepertinya kau punya banyak penggemar. Sudah punya kekasih?"
"Belum." Jawab Abi sambil melirik Shanum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Romance"Kau seperti petrichor. Membawa ranai dalam cengkar. Bagai rinai hujan yang melepas dahaga tanah tandus" - Abinaya Basupati