Part 18

2 1 0
                                    

EunRi's POV

Aku merebahkan diri pada kasur dengan pikiran melauang setelah membereskan masalah rumus matematika yang sangat ingin berkelahi dengan diriku itu.

Aku menatap langit-langit kamarku. Seketika berbagai angka yang tadi memenuhi pikiranku kini hilang seketika.

Rumus matematika yang memusingkan itu kini berganti dengan hal yang membuatku tenang.

Wajah itu. Namanya. Cara dia mengajakku berkenalan. Jabatan tangannya.

Baru sekali aku bertemu dengannya. Tapi kenapa dia terus-terusan bertamu kedalam pikiranku.

Ah baiklah, tidak masalah. Dia selalu datang kepikiranku disaat-saat yang tepat. Seperti disaat aku jenuh dengan pelajaran dan wajahnya muncul dipikiranku kemudian membuatku tenang.

Jika begitu tidak masalah sebenarnya jika dirinya ingin berpetualang didalam pikiranku ini.

Yang jadi masalah. Kedatangannya yang tidak pernah absen dari pikiranku itu membuatku selalu menganggap diriku ini gila.

Bagaimana tidak jika aku terus-terusan tersenyum disaat dia datang kedalam pikiranku. Bukankah tersenyum-senyum sendiri itu akan membuat mu terlihat seperti pasien gangguan jiwa yang telah dirawat dirumah sakit jiwa.

Ah tidak, ini tidak boleh terjadi. Sedari awal seharusnya aku tidak boleh membiarkannya nyaman didalam fikiranku.

Aaarrgh. Hal itu membuat dirinya benar-benar nyaman didalam pikiranku dan pikiranku juga telah beradaptasi akan kehadiran dirinya. Lalu perlahan ia akan menyentuh hatiku dan sekarang itu sudah terjadi.

Aku sudah tidak bisa mengelak lagi. Aku tidak bisa menghentikannya. Walaupun sudah mencoba untuk tidak tertarik padanya. Namun hal itu tidak bisa dihentikan.

Aku menyukainya. Ya, seperti itulah. Jangan tertawa karena gadis seperti EunRi bisa jatuh cinta. Bahkan diawal diriku pertama kali melihat lelaki itu.

Aku bangkit dari tidurku kemudian duduk diatas kasur sembari memeluk boneka beruang berukuran sedang dalam pangkuanku.

"EunRi?"

Suara itu. Aku terkejut mendengarnya.

"Mengapa senyum-senyum sendiri seperti itu?"

Aku menatap kearah sumber suara. Oh tidak, itu eomma. Ia tengah berdiri diambang pintu kamarku sekarang.

Lantas aku langsung cepat menggeleng. Aku ingin mengelak menjawab perkataan eomma. Tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa sekarang.

"Ayo turun untuk makan malam."

Masih dengan perasaan terkejut aku mengangguk pada eomma. Eomma membalasnya dengan tersenyum lalu menutup pintu kamarku.

Setelah eomma hilang dari pandanganku, aku merengek sembara mengacak frustasi rambutku.

Aku melempar boneka beruang yang sedari tadi kupegang itu.

Bagaimana bisa eomma masuk kekamar disaat aku seperti itu tadi. Apa eomma akan menganggap bahwa ia punya anak gila? Eomma tidak akan menganggapku gila bukan.

Oh Shit. Jika eomma sampai mengantarku kerumah sakit jiwa. Kau yang akan kusalahakan Jeon Jungkook.

***

Dengan canggung aku menyantap makanan dimeja makan yang dimana ada eomma. Eomma yang memergokiku tengah tersenyum sendiri seperti itu masih terasa difikiranku.

"EunRi?" Suara lembut eomma menyadarkanku dari lamunan. Lantas aku pun menoleh kearahnya.

"Ada sesuatu?"

Two Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang