2. My Friends and My First Battle

509 33 6
                                    

-5 tahun kemudian-

"Tuan Muda, sekarang saatnya," ucapan Tania membuyarkan lamunanku. Rencananya, aku dan ayah akan pergi ke Desa Kaldehar hari ini. Memang tidak ada kewajiban bagiku untuk ikut, namun karena ada janji bertemu dengan teman, jadi sekalian saja karena jalan kami pun satu arah.

"Ya, aku akan segera kesana!" Seruku sambil berlari kecil ke arah kereta kuda yang sudah disiapkan.

-20 Menit Kemudian-

Setibanya di Desa Kaldehar, ayah dan aku langsung disambut baik oleh penduduk setempat. Keluargaku memang memiliki reputasi bagus di desa ini. Selain itu, kami juga berperilaku selayaknya bangsawan terhormat, tidak seperti para bangsawan atau pejabat korup yang suka cari muka di luar sana. Sekadar informasi, keluargaku bergelar Viscount, gelar bangsawan yang kelasnya tidak terlalu tinggi dan hanya satu tingkat di atas Baron, gelar terendah, lalu di bawah Count, Marques, serta Duke. Duke adalah kelas tertinggi di dunia ini.

Setelah berpisah dengan ayahku yang harus mengikuti rapat dengan para pendiri desa, aku pun bergegas menuju sebuah pohon besar tempat kami akan bertemu. Namun ketika sampai di sana dan menunggu cukup lama, makhluk itu belum juga nampak batang hidungnya. "Tch, dasar bangsa jam karet." Aku mendengkus kesal karena dia tak menempati janjinya.

"Bachtoru!!!" Suara yang familiar memanggilku dari belakang. Aku pun hendak menoleh untuk melihat ketika tiba tiba sebuah pelukan mendekapku seketika. "Aku merindukanmu!!!" Serunya sambil memelukku dengan erat.

Sialan, tubuhku tidak bisa bergerak sama sekali karena dekapannya. "Sophy... aku... tak bisa... bernapas..." ucapku parau. Walau tubuhnya kecil, pelukannya lumayan mematikan ternyata. Maklum saja, karena gadis di hadapanku ini berasal dari ras Demi-Human.

"Eh? Maafkan aku hehe," balasnya sembari melepas pelukannya.

Namanya Destary Sophy Shizen, teman yang kumaksud sebelumnya. Dia adalah salah satu anggota ras Demi-Human tipe rubah. Rambutnya seputih kapas, lurus panjang sepinggul dan diikat di ujungnya menggunakan pita hitam bergaris-garis warna biru. Ia memiliki ekor dan telinga layaknya seekor rubah. Serupa dengan warna rambutnya, bulu di ekor dan telinganya juga berwarna putih, hanya saja ujung ekornya berwarna hitam. Iris matanya berwarna jingga tua dan kulitnya terang. Karena suka bergerak aktif, gadis satu ini tak terlalu suka mengenakan pakaian panjang dan terlalu terutup karena mudah membuat gerah. Karena itu ia hanya mengenakan baju putih tak berlengan dengan garis-garis biru pada kain yang menutupi kancing bajunya, celana pendek hitam berbentuk rok dan ikat pinggang berwarna serupa. Kaus kakinya juga berwarna hitam setinggi paha, sama dengan warna sepatu bootnya. Ia juga mengenakan penutup lengan berwarna campuran antara putih, biru, dan hitam yanh strukturnya rumit seperti pemikiran para wanita. Tapi meski dengan tetek bengek soal penampilannya, wajahnya manis sekali. Seperti gulali.

"Merindukanku tapi tidak datang daritadi huh?"

"Haha maaf, maaf. Tadi aku sempat terganggu oleh kawanan kambing ternak warga." Jawabnya lalu tersenyum manis.

"Ya sudahlah terserah." Karena senyuman gratisnya itu, sikap jengkelku barusan jadi mereda.

"Ah iya Bachtoru, aku akan mengenalkanmu pada teman kita hehehe ayo!" Dia menarik tanganku lalu berjalan entah kemana.

"Eh? Siapa? Teman kita? Memangnya aku sudah kenal?" Tanyaku sambil kebingungan.

"Tentu saja belum." Jawabnya dengan raut wajah polos. Dasar betina, pikirannya rumit. Setelah beberapa menit berlalu, kami tiba di sebuah tempat di pinggir sungai. Tempat ini cukup indah dan sejuk, sangat cocok untuk bermain-main. Terlebih lagi, melihat air sungai yang jernih, aku jadi ingin menceburkan diri dan berenang di sana.

The Prime ArdrakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang