6. Penyelesaian Kasus Wabah Kaldehar

200 13 50
                                    

Ketika elemen air Sophy bertabrakan dengan bola-bola api raksasa yang muncul dari dalam gua, terciptalah kabut tebal yang menghalangi penglihatan di sekeliling kami. Aku segera mengingatkan yang lain untuk segera masuk dalam mode bertarung. Mereka mengangguk. Setelah itu, Renka menghilangkan pelindung airnya agar Sophy dapat mengeluarkan elemen anginnya dan menghilangkan kabut yang menyelimuti tempat ini. Sesaat setelah kabut tebal menghilang, barulah sosok monster bertubuh besar dengan kapak di genggamannya tampak berdiri di hadapan kami.

"Sialan, aku tidak mengira akan melawannya di sini," umpat Kelvin pelan sembari menyiagakan senjata. Terdengar pula suara Renka berdecak. Ketika aku menoleh, tampak raut ketakutan terpampang di wajah Renka dan Sophy—dan yang terakhir disebutkan juga tengah gemetaran sampai kesulitan berdiri tegap.

Respon mereka sangat mudah dipahami, lantaran yang berada di depan sana adalah seekor minotaur, Werebeast yang sangat tangguh dan pandai bertarung. Terlebih lagi, karena ia juga terinfeksi energy kotor, sungguh suatu keajaiban bila kami dapat membuatnya ambruk hanya dengan beberapa kali serang saja. Sialnya, kami juga tidak bisa mundur, mengingat kawasan ini termasuk jalur alternatif yang sering dilalui banyak orang. Jadi, agar tidak membahayakan nyawa mereka, mau tidak mau kami, yang bahkan belum genap berusia sepuluh tahun ini, harus menghadapi dan menghabisinya di tempat ini juga.

Dalam kedipan mata, aku mengubah kembali tubuhku ke mode Half-Dragon dan berseru, "Sophy! Tembakkan air dalam jumlah besar! Renka! Buat ombak yang cukup besar dan serang monster itu!"

Mereka segera bergerak sesuai perintah. Aku berseru lagi, "Sombra! Kau—" namun terdiam seketika. Tunggu, aku masih belum tahu kekuatan apa yang dimiliki bocah satu ini!

Seakan memahami pikiranku, Sombra membalas, "Biar kubantu kau dengan sihir penguatanku!"

Aku mengangguk cepat sebagai balasan. Segera setelah Renka dan Sophy melancarkan serangan dan sihir peningkat kecepatan dan kekuatan milik Kelvin aktif, aku pun maju ke arah minotaur di depan sana dengan kecepatan di luar akal manusia. Kemudian, kualirkan energi petir pada gelombang air yang mengarah ke minotaur tersebut hingga sekujur tubuhnya tersetrum oleh tegangan listrik yang luar biasa dahsyat. Segera setelah itu, makhluk jelek itupun tergeletak di lantai gua dan mengejang hebat.

"Hati-hati! Dia belum mati!" seru Kelvin dari luar. Aku mundur beberapa langkah dan memosisikan sayapku ke depan sebagai perlindungan. Baru beberapa detik berlalu, minotaur itu benar-benar bangkit kembali dan menggeram marah. Matanya tampak memerah.

Aku tertawa. "Hah! Ayo jelek! Sini maju!" Sambil memprovokasinya, aku segera melesat secara zig-zag mendekatinya.

"Bach-Chan! Bahaya!" teriak Sophy. Ia hendak berlari menyusulku namun Kelvin segera menghentikan langkahnya.

"Sofie di sini saja," ujarnya sembari tetap fokus pada sihir penguatannya padaku.

Di dalam gua, minotaur yang tengah marah itupun mulai menyerudukkan tanduknya ke arahku ketika berada dalam jangkauan serangannya. Namun karena gerakannya lambat—atau aku justru yang terlalu cepat, dengan mudah serangannya dapat kuhindari dan akupun melesat ke belakang tubuhnya. Seketika itu juga Kelvin dan aku saling berkontak mata. Kelvin segera berlari ke arah minotaur tersebut dengan pedang di tangan dan mengeluarkan bayangan yang menyelimuti pedangnya. Ia meneriakkan namaku.

"Ardrake!"

"Ya!" Aku segera menghunuskan pedangku menembus punggung Minotaur tersebut hingga ia mengerang kesakitan dan membuat pertahanannya terbuka.

"Sekarang!" Kelvin menusukkan pedangnya menembus dada minotaur itu. "Combo Skill! [Dark Fire Hell Blast]!" Api hitam berkobar membakar bagian dalam tubuhnya. Beberapa detik kemudian, aroma daging bakar pun tercium. Makhluk malang itu meraung menderita. Namun tanpa memedulikan betapa nahas nasibnya, kami pun menyayatkan pedang kami secara berlawanan arah hingga akhirnya tubuh makhluk itu terbelah menjadi dua dan menyebabkan organ dalamnya tercecer dalam kondisi masih terbakar. Ia mati mengenaskan.

The Prime ArdrakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang