"Kelihatannya memang bukan surat cinta."
Kami duduk mengelilingi sebuah meja kayu bundar. Di atasnya terdapat surat lusuh yang menjadi topik utama pembicaraan malam ini. Aku mengernyit, "Di mana saja kau menaruh tasmu siang tadi?" tanyaku pada Sophy.
"Aku tidak ingat ..." gadis itu menjawab ragu-ragu
"Dia selalu menaruh tasnya di sembarang tempat," Renka bantu menjawab. Dagunya terangguk ke arah kertas lusuh tersebut. "Laporkan ke Tuan Eden besok?"
Baru ketika bibirku terbuka untuk menjawab, Sophy menoleh ke arah pintu dan berkata, "Seseorang datang." Benar saja, selang tiga puluh detik kemudian, terdengar langkah kaki seseorang yang disusul bunyi ketukan pintu. Kelvin segera bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke arah pintu, sementara Renka merapikan kertas temuan Sophy dan mengembalikannya ke dalam amplop. Ketika pintu terbuka, muncul seorang perempuan yang tampak berusia akhir 30-an.
"Selamat malam. Mohon maaf mengganggu di waktu yang kurang tepat ini, apakah Nona Shizen sedang berada di rumah?" tanya tamu kami sambil tersenyum ramah.
Merasa namanya terpanggil, Sophy segera bangkit dan berjalan ke arah kami. Ketika mengenali siapa yang datang, gadis itu tampak kelabakan. "Bibi McGrath? Oh! Maaf! Aku lupa! Baik, tunggu sebentar, ya!" Gadis itu berbalik badan dan berlari mengambil tas kecilnya beserta beberapa barang lain di kamarnya.
"Apa yang terjadi di sini?" Kelvin memandangi sosok Sophy yang tengah menghilang di balik pintu kamar dan tamu kami bergantian.
Tamu kami, Bibi McGrath menjawab, "Madame O'Sullivan berniat meramu obat-obatan untuk luka akibat gigitan ular. Nona Shizen bilang ingin ikut, jadi aku kemari untuk menyusulnya."
Kurang dari lima menit kemudian, Sophy telah kembali ke ruang depan sambil mengenakan jaket birunya. Gadis itu berpesan akan bermalam di rumah Nyonya O'Sullivan sehingga meminta kami tak menunggunya dan segera beristirahat. Renka sempat menawarkan diri untuk menemaninya, yang kemudian langsung ditolak oleh Sophy. Ketika sosok mereka tak terlihat lagi ditelan kabut malam, Kelvin kembali menutup pintu. Renka juga berdiri dari kursinya dan berkata harus mengurus beberapa dokumen untuk Tn. Eden.
Kelvin mengedikkan bahu. Ia kembali duduk dan meraih amplop berisi surat lusuh yang masih tergeletak di atas meja, kemudian mengeluarkan isinya sekali lagi, mengamatinya dengan lebih seksama. Lelaki itu berkata seolah kepada dirinya sendiri, "Tulisannya seperti dibuat dengan tergesa-gesa. Lihat bagian akhirnya, tampak seperti tidak sempat terselesaikan."
"Dan beberapa kata yang tidak kita pahami di sini," tambahku sembari duduk di sampingnya dan menunjuk pada baris terakhir isi surat itu. "Mereka baring heming dua uta ... baring? Maksudnya berbaring? Mereka berbaring? Tapi entah kenapa lukisan ini rasanya memang familiar bagiku."
"Hei," Kelvin tiba-tiba menujuk ke salah satu baris kalimat, "di sini si penulis menuliskan 'gubernur', maksudnya Pak Tua itu?" Orang yang dimaksud adalah ayah Kelvin, Gubernur Sicilienne.
"Hm, ada juga kata 'raja' di sini. Menurutmu Raja Tan? Yang Mulia Alexandria? Tunggu, menurutmu ada yang mencoba melakukan percobaan terhadap manusia? Lihat barisan ini, 'Anulo mati kena obat'. Desa ini adalah salah satu penghasil obat-obatan terbesar di kerajaan kita."
"Kalau begitu target kita adalah mencari orang yang bernama Anulo?" Kelvin segera menanggapi. Pemuda itu bangkit dari kursinya dan melangkah ke arah ruangan yang untuk saat ini difungsikan sebagai ruangan pribadi Renka. Gadis beraura suram itu secara tidak langsung menjadi sekretaris Tuan Eden dan bertugas membantu pegawai pemerintahan tersebut menangani dokumen-dokumen yang menyangkut penduduk desa ini. Kelvin membuka pintu ruangan tersebut tanpa mengetuk dan bertanya, "Ada dokumen tentang seseorang yang bernama Anulo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prime Ardrake
FantasyM. Bachtiar seorang mahasiswa jurusan Teknik Mesin yang terlahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pekerja di pabrik senjata militer negara dan ibunya hanyalah seorang guru dari sebuah SMA Swasta. Dia selalu menjalani kehidupannya seperti bia...