7. Legion Of The Realm

262 13 63
                                    


-7 Tahun Kemudian-

Cting!! Cting!!

"Lemah! Mana kekuatan Fallen Angel-mu?" ejekku sembari terus mengayunkan pedang.

"Berisik! Rasakan ini! [Light Slash]!" Kelvin menebaskan pedang cahayanya ke arahku dan sukses merobek jubah bangsawan yang kukenakan.

Tidak terima, segera saja kukepalkan tangan dan meninju perut pemuda itu. "[Heavy Punch]!"

Detik berikutnya, Kelvin pun terpental beberapa meter dan punggungnya menabrak pohon. Ia mengerang selama beberapa saat, lalu mengangkat tangan kanannya dengan lemah. "Sudahlah, aku lelah," ujarnya terengah-engah.

"Heh, masih butuh seratus tahun bagimu untuk membuatku berlutut." Aku menanggapi dengan kondisi napas yang tidak jauh berbeda dari remaja laki-laki yang duduk di bawah pohon itu. Jangan salah, meskipun aku yang menang dan lebih kuat udah jelas itu, tetapi bukan berarti pemuda bermarga D'Kaslana ini termasuk sosok yang "sekali tiup kalang kabut". Kalau kau lengah sedikit, ia bisa saja melemparkanmu langsung secara eksklusif ke nirvana.

Dengan napas yang masih memburu, aku berjalan menghampiri Kelvin dan duduk di sebelahnya sambil menyandarkan punggungku pada pohon yang baru saja menghantam punggung malang pemuda itu. Setelah itu, akupun mendongak memandang langit yang tampak jernih dengan serabut-serabut tipis awan sirus yang bergerak perlahan di atas sana.

Tujuh tahun telah berlalu semenjak tim kami, Dreadlord Infantry, tercipta. Selama tujuh tahun itu pula, kami berkelana ke sana kemari, menjelajahi daerah baru, bertemu banyak orang baik warga sipil biasa maupun petarung seperti kami, dan berhadapan dengan berbagai macam makhluk buas serta mengurangi ketakutan warga setempat akan kehadiran makhluk-makhluk itu. Berkat segala hal yang kami lakukan itulah, nama Dreadlord Infantry akhirnya makin dikenal banyak orang. Terlebih lagi, karena salah satu anggota tim kami merupakan putra seorang Duke yang kini duduk di kursi kepemimpinan ibukota Daerah Barat Daya, banyak kesatria dari organisasi atau kelompok kenamaan yang menyempatkan diri untuk melirik tim kami.

Selama kurun waktu itu pula, penampilan kami tentu mengalami perubahan. Kelvin contohnya, bocah beruban dengan setelan bak seorang pendeta yang selalu kulihat di masa lalu itu, kini telah mengubah penampilannya menjadi lebih simpel: tank top gelap tanpa lengan dengan kerah hitam, sarung lengan panjang warna hitam, dan kain panjang mirip selendang berwarna merah yang melilit lehernya. Aku sempat bertanya padanya apakah itu syal, namun Kelvin menjawab bukan. Ia sendiri tidak tahu apa namanya, dia hanya merasa menyukai modelnya lalu memakainya. Ia juga mengenakan jubah pinggang warna putih dan sepatu armor hitam yang mencapai paha.

Oke, kalau dipikir-pikir selera makhluk berambut putih ini benar-benar payah.

Tambahan lagi, ia juga jadi lebih berotot dan bertambah tinggi. Meski hanya sampai telingaku, sih.

"Mereka masih belum datang juga?" Aku menyeka keringat di pelipis.

Kelvin diam sejenak sebelum menganggukkan dagunya ke sebuah arah. "Itu mereka."

Dari kejauhan, tampak dua orang gadis tengah menuju ke arah kami. Salah satu di antara mereka berlari sambil melambaikan tangan, sementara yang satunya lagi berjalan seperti biasa.

"Bach-chan, Kelvin-san! Maaf, apa kalian sudah menunggu lama?" tanya Sophy seketika setelah berhenti tepat beberapa langkah di hadapan kami.

"Haha, tenang saja. Tidak masalah." Aku menanggapi dan berdiri.

Penampilan Sophy tidak banyak berubah selama tujuh tahun ini, hanya bertambah tinggi dan wajahnya tampak lebih dewasa. Model pakaiannya juga hampir mirip dengan apa yang sering dipakaianya di masa lalu, yakni kemeja putih, jaket lengan panjang warna biru, celana hitam pendek, dan sarung tangan hitam. Di pinggangnya terpasang sabuk yang dilengkapi wadah kecil untuk menyimpan sesuatu. Ia mengenakan sepatu bot sepaha warna cokelat, beserta topi biru yang kerap disebut topi penyihir di dunia asalku.

The Prime ArdrakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang