Kini aku sedang berada di halaman belakang rumah dengan membawa semua bahan untuk membuat pedang. Sekembalinya kami dari Desa Kaldehar kemarin, Ayah diberi sebuah logam adamantium yang lumayan besar oleh para warga. Mereka bilang itu adalah salah satu hasil tambang terbaik bulan ini dan memberikan sebagian hasilnya pada Ayah karena beliau telah bekerja dengan baik untuk memakmurkan desa. Aku meminta sedikit bagian logam itu dan beruntungnya beliau mengiyakan. Jadi, dengan batu meteor yang kudapat kemarin, ditambah logam adamantium Ayah, lengkap sudah persiapanku dalam membuat pedang.
"Tuan Muda, Anda sedang apa?" tanya Tania yang sejak tadi bersamaku dengan penasaran.
"Membuat pedang," jawabku penuh percaya diri.
Tania mengernyit mendengar jawabanku karena dia tak tahu kalau aku baru saja mempelajari skill [Create]. "Tapi bagaimana? Di sini tak ada alat sama sekali untuk menempa senjata," tanyanya kemudian.
"Alat menempa? Itu tak perlu," ujarku menanggapinya. "Aku bisa pakai skill [Create]." Kuacungkan sebongkah batu meteor ke arahnya. Perempuan itu menatapku tidak mengerti, namun aku tidak mencoba menjelaskannya lebih detail karena lebih baik kutunjukkan langsung bagaimana caraku membuat pedang tanpa menggunakan alat tempa. Segera saja kubayangkan bongkahan yang kupegang sekarang itu berubah menjadi batangan yang halus lalu mencoba mengalirkan Energy-ku dan menggunakan skill. "[Create]!" Aku sedikit menaikkan suaraku sambil mengalirkan Energy ke bongkahan tersebut. Tak lama kemudian, bongkahan itu mulai bereaksi seperti logam cair yang dikocok-kocok lalu mulai membentuk dirinya sesuai bayanganku sebelumnya.
"Waahhh!!!" Tania pun terheran-heran kepadaku yang mengerahkan skill [Create]. Bayangkan saja, skill semacam ini adalah salah satu skill yang sulit dipelajari, lalu dia melihat seorang bocah sembilan tahun dapat menggunakannya dengan mudah. Wajar saja dia keheranan. "Tu—Tuan Muda, ba—bagaimana bisa?" tanyanya tergagap.
Aku hanya menghela napas panjang menanggapinya. "Aku baru saja mempelajari ini di buku beberapa hari yang lalu, dan sekarang aku mau mencobanya," balasku padanya dengan wajah masam, rasa penasaran orang satu ini kadang menjengkelkan juga.
"Wah, Tuan Muda hebat!" serunya padaku dengan mata berbinar-binar.
"Ya, ya, terima kasih. Sekarang jangan bertanya lagi. Aku mau melanjutkan ini," perintahku padanya agar tak banyak bertanya lagi. Selanjutnya, aku melakukan hal yang sama pada bongkahan batu yang lain dan pada logam adamantiumnya. Kali ini aku membaginya menjadi dua dengan jumlah sama. Kini, di sisi kanan dan kiriku terdapat masing-masing satu balok adamantium dan satu lagi balok batu meteor. Setelah itu kuletakkan batu meteor di atas adamantium. Aku mulai menyatukan keduanya menggunakan skill [Combine] yang lumayan sulit karena adamantium adalah salah satu logam terkeras dan terkuat di dunia ini, sedangkan batu meteor juga adalah material yang sangat keras sekaligus langka karena jarang ada meteor yang menghantam midgard. Karena jika fenomena ini sering terjadi, akan terjadi kepunahan massal tiap tahunnya seperti yang terjadi pada dinosaurus di duniaku sebelumnya. Jadi, wajar saja sulit untuk mencampurkan kedua material tersebut, namun jika berhasil, maka akan tercipta pedang yang sangat hebat.
Setelah bersusah payah, akhirnya selesai juga menyatukan material ini dan membentuknya menjadi balok yang panjang. "Waahhh keren ...." Tania terkagum-kagum padaku yang dapat melakukan semua itu dengan mudah. Aku mendengkus malas.
"Hm, Tania ... kenapa kamu tak menjaga Eve?" ucapku seraya berusaha mengusirnya dengan cara halus.
"Sekarang saya sedang mengambil cuti, Tuan Muda. Jadi saya bisa terus bersama dengan Tuan Muda Bachtoru hari ini," balasnya dengan senyuman manis. Aku pun mengangguk pasrah. Sepertinya ini adalah hari di mana kesabaranku tengah diuji. Pada akhirnya kuputuskan untuk tidak menggubrisnya dan fokus pada pekerjaanku saat ini. Karena balok ini masih sangat tebal, aku harus membuatnya lebih tipis agar kepadatan dan kekerasan pedang ini meningkat. Kali ini kugunakan [Create] dan membuatnya berbentuk pedang yang tidak terlalu tebal maupun tipis dengan panjang sekitar tujuh puluh lima sentimeter dan berwarna hitam. Sekitar sepuluh menit kemudian, setelah membuat bentuk pedang dengan warna yang kuinginkan, segera kuambil sebuah kain hitam dan membalutnya di bagian pegangan. Hal ini tentu supaya terasa nyaman saat dipegang. Jika tak diberi kain seperti ini, maka saat tanganku berkeringat, pegangan ini akan sangat licin dan mudah terlepas dari genggaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prime Ardrake
FantasyM. Bachtiar seorang mahasiswa jurusan Teknik Mesin yang terlahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pekerja di pabrik senjata militer negara dan ibunya hanyalah seorang guru dari sebuah SMA Swasta. Dia selalu menjalani kehidupannya seperti bia...