Bagian Tujubelas

36.8K 1.8K 207
                                    

Happy reading 😊

Sudah seminggu sejak kejadian di rumah sakit itu, Kanaya hanya ngurung diri di kamarnya makan pun hanya sekali dalam sehari itu pun kalo Mirna berhasil membujuknya untuk makan.

Badan Kanaya semakin mengurus tak terawat. Bagaimana caranya mau badan bagus dan terawat orang Kanaya ma sara (dalam bahasa bugis yang artinya merana). Kanaya lebih banyak melamun di kursi depan meja belajarnya, No life banget keadaan Kanaya saat ini.

Berulang kali dirinya sekedar mengecek hpnya berharap ada notif chat, sms dari Radit, namun harapannya hanya asa belaka. Semenjak kejadian di rumah sakit itu tak ada tanda-tanda Radit menghubunginya.

Kanaya pun menyimpulkan bahwa dirinya memang tak penting di mata Radit dan tak ada seupil pun rasa cinta untuknya. Mungkin sekarang Radit sudah berbahagia ria dengan masa lalunya itu.

Mungkin pilihan yang tepat buat Kanaya adalah bahagia dengan pilihan Radit, namun itu semua tak segampang itu. Rasanya tuh sakit, perih bagaikan luka sayatan yang di perasi jeruk nipis, kebayang gak sakitnya tuh di sini.

                             ***
Sementara di tempat lain seorang pria sedang duduk melamun di sofa kamar rawat, siapa lagi kalau bukan Radit. Dia sekarang sedang menemani Renata di rumah sakit ini karena ayah Renata ada urusan sebentar di luar kota selama dua hari.

"Dit. " Panggil Renata lembut

Radit menoleh lalu berusaha tersenyum meskipun hatinya merana memikirkan masalahnya yang membuat kepala hampir pecah.

"Aku mau nanya, boleh?"

Radit yang tadinya melamun, berdiri lalu berjalan mendekati tempat tidur Renata dan duduk di sampingnya.

"Ada apa?"

Renata menatap Radit seolah menimbang-nimbang apakah dia akan menanyakan hal tersebut atau tidak.

"Dit, gadis yang di taman waktu itu ...." Renata menarik nafas dan melanjutkan kalimatnya, "Dia bukan hanya sekadar mahasiswa kamu, 'kan?" tanya-nya ragu-ragu.

Radit menegang ditanyai pertanyaan seperti itu. Radit berusaha berfikir bagaimana menjawab pertanyaan itu apakah dia jujur atau tidak

"Dit!" ucap Renata lagi seraya menyentuh bahu Radit.

"Dia ...." Radit menggantung kalimatnya.

"Jujurlah Dit, saya lebih suka kejujuran yang menyakitkan dibanding kebohongan yang lebih menyakitkan di akhir."

Radit menatap Renata sesaat lalu menarik napas.
"Sebenarnya dia Istri ke dua saya," jawab Radit pada akhirnya.

Air mata Renata perlahan lahan keluar, namun wanita itu tetap tersenyum.

"Re, saya minta maaf." tulus Radit

"Tidak apa-apa Dit, istri pertama kamu di mana?"

Radit kaget mengapa Renata bisa mengetahui itu?

"Tak usah kaget Dit, saya juga tau kamu udah punya anak"

"Ba .... bagaimana bisa?"

"Saya selalu memantaumu Dit, dari jauh selama 5 tahun, namun setelah itu saya berhenti dan saya putus asa tidak ada harapan lagi bagi saya untuk hidup maka dari itu saya mengehentikan pengobatan saya. Saya sangat bodoh Dit"

"Re, saya minta maaf seharusnya saya gak ninggalin kamu waktu dulu." Radit memeluk Renata erat.

"Semua udah terjadi Dit. Tidak usah disesali. "

"Mungkin kita memang tidak berjodoh Dit, dan saya tau selama seminggu ini fokus kamu bukan di saya, tapi di istri kamu Dit. Pergilah,"

Radit melepas pelukannya lalu menatap Renata "Re, saya mencintai kamu."

My Dosen (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang