Bagian Tujuh

38.4K 1.9K 5
                                    

Happy reading ❤️

Hari ini Kanaya begitu kesal karena susah payah dia menghindari suaminya saat di rumah, namun hari ini seakan semesta tak menginginkan mereka berdua terlalu lama saling menghindari karena hari ini adalah matakuliah Radit di kelas Kanaya otomatis mereka akan saling bertemu.

"Nay, ngapain sih kita duduk di belakang? biasanya lo mau duduk di depan mulu. " Protes Dian dengan kesal.

"Iyya Nay, di belakang itu susah buat ngeliat materi yang dijelaskan" Tambah Indah

"Yaudah, kalau kalian mau duduk di depan duduk aja, gue malas duduk di depan."

Seketika semua mahasiswa memperbaiki letak duduk mereka, itu tandanya Dosen sudah datang. Dan benar saja sudah ada Radit yang berada di bibir pintu

"Assalamualakum"

"Waalaikumsalam pak! "

Proses belajar mengajar pun berlangsung. Kanaya memilih tertidur dengan santainya dengan berbantalkan tangan.

Radit menatap tajam ke arah Kanaya, Dian yang menyadari akan tatapan tajam Radit dengan segera menyenggol Kanaya "Nay ... Bangun," Lirih Dian, namun Kanaya tetap asyik pada mimpinya.

Radit berjalan mendekat ke arah Kanaya semua mata memandang pergerakan Radit yang menuju ke arah seorang gadis yang sedang tertidur pulas.

"Kalau kamu ingin tidur, ya di rumah. Ini kampus tempat belajar bukan untuk tidur!! " Bentak Radit semua mahasiswa kaget dan diam seribu bahasa benar-benar takut mendengar bentakan Radit.

Sementara Kanaya terlonjak kaget,
"... Anda silahkan keluar dari sini, dan jangan pernah masuk lagi di matakuliah saya! " Tegas Radit lalu berjalan kembali ke kursinya.

Kanaya geram diperlakukan seperti ini, mau memberontak. Namun, Pada kenyataannya dialah yang bersalah jadi, dia tidak punya cara untuk membela diri. Dengan berat hati Kanaya berdiri lalu berjalan menuju bibir pintu. Saat dia melewati meja Radit, Kanaya menatap kesal pada suaminya itu. Radit tidak memperdulikan itu dia kembali menjelaskan materi yang dibawakannya.

"Dasar Dosen Killer! " Maki Kanaya sambil menghentakkan Kakinya.

"Entar kualat Neng, memaki Dosen. "
Suara seseorang mengagetkan Kanaya. "Eh Dimas lu ngapain di sini? " Heran Kanaya

Laki-laki itu Dimas sahabat kecil Kanaya, Dimas tersenyum "mau memasak, ya mau kuliah lah. Dasar bego"

Kanaya memutar bola matanya malas
"Apaansih gue gak bego btw," Bela Kanaya tak terima.

"Elahh, lagi pms ya Neng marah-marah mulu."

"Habisnya Lu sih, bikin kesel."

"Yaudah, maaf-maaf," ucap Dimas sambil menyatukan kedua telapak tangannya sambil memasang muka memelas.

Seketika Kanaya tertawa terbahak-bahak "Sumpah Dim, muka lu jelek banget."

"Semerdekamu lah, asal kau bahagia," Ucap Dimas kesel.

"Elahh, Baperan lu kayak cewek."

"btw, lu jurusan apa?" Tanya Kanaya

"Kepo lu, yang jelas gue di fakultas ini."

"Elah ngambekan Dasar, "

"Pokonya gue lagi marah sama Lu, Nay lu harus traktir gue sebagai permintaan maaf!"

"Dasar lu. Untung sahabat gue, yaudah sini gue traktir." Kanaya menarik kasar Dimas menuju kantin. Dimas tersenyum penuh kemenangan hari ini uangnya tidak berkurang.

***

Radit kesal  karena sudah pukul 07:00 malam Kanaya belum terlihat di dalam rumahnya ingin meneleponnya dia juga enggan.

"Papa, nungguin tante jahat ya?" Al menghampiri papanya yang mondar-mandir di depan pintu. Dia mengangguk menanggapi pertanyaan putra kecilnya itu.

"Em, papa Al mau bicara," Radit menggendong putranya lalu duduk di kursi teras.

"Mau bicara apa? Sayang," tanya Radit
"Papa, abis marahin tante jahat kan? Sebenarnya Al ngurung diri itu bukan karena dimarahin tante jahat. Malahan tante jahat yang nolongin Al waktu temen-temen bully Al. Maafin Al, gak ngomong sama papa," Lirih Al takut-takut.

Radit mengecup kening putranya itu lalu berkata "Gak papa sayang kamu gak salah apa-apa kok,"

"Tapi, Tante jahat marah sama papa kan?"

"Udah-udah Al. Gak usah mikirin ini sayang ini urusan papa yah. Sekarang kamu ke kamar kamu belajar yah,"
Al menuruti perintah papanya itu anak berusia enam tahun itupun naik ke lantai dua menuju kamarnya.

Radit merenung memikirkan semua kata-kata yang dia ucapkan kepada istrinya itu dia sudah salah paham selama ini.

Radit melirik jam di pergelangan tangannya sudah stenga jam dia menunggu, namun belum terlihat sama sekali kedatangan istrinya itu.

Dia mengambil ponselnya lalu mencari nama seseorang. Radit hendak menghubungi nomor Kanaya namun dia mengurungkan niatnya.

Gengsi, ya itulah tengah dialami oleh Radit dia gengsi walaupun hanya sekedar menelepon dan menanyakan keberadaan istrinya itu.

Radit masuk kembali di dalam rumah
"Mbok. Kalau Kanaya pulang suruh langsung ke kamar saya yah,"

"Siap Tuan"

Tak lama setelah Radit ke kamarnya terlihat Kanaya di gerbang

"Assalamualaikum, Naya pulang!"

"Waalaikumsalam. Aduh Nay kamu dari mana saja? Tuan nungguin dari tadi, " Ucap Mbok Narty dengan raut wajah cemas

"Pak Radit nyariin saya?" Tanya Kanaya

"Iyya Nay, sekarang kamu ke kamar langsung nemuin Tuan,"

"Oh oke Mbok, Naya ke atas dulu ya."
Kanaya berlari-lari kecil menaiki tangga.

Rasa khawatir menyelimuti Kanaya pasti dia akaan mendapat semburan panas lagi dari mulut Radit. Karena habis menemani Dimas jalan-jalan dia jadi lupa waktu.

Kanaya berada tepat di depan pintu kamar dia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Kanaya sungguh takut, melihat kemarahan Radit

Kanaya membuka pintu secara perlahan dan terlihatlah sosok Radit yang duduk sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

"Dari mana saja kamu?" Suara dingin itu semakin membuat Kanaya takut, namun Kanaya memberanikan diri mendekat ke arah suara dingin itu.

"kamu budeg?" Tanya Radit sambil menaikan alisnya sebelah. Radit memandang tak suka pada Kanaya sorot matanya sangat tajam menatap Kanaya seolah ingi menerkam Kanaya hidup-hidup.

Kanaya mati kutu rasanya keberaniannya ciut melihat sorot tajam dari Radit. Bagaikan maling yang ketahuan satpol pp

"Gue dari nemenin temen pak," Cicit Kanaya.

"Indah, Dian?" Tanya Radit

Kanaya bingung bagaimana cara menjawabnya, karena bukan Indah dan Dian yang dia temani melainkan Dimas. Kanaya menarik nafas dalam-dalam lalu memberanika diri untuk menatap manik tajam dari suaminya itu.

"Bukan Pak," Jawab Kanaya takut-takut

"Lalu?" Tanya Radir mengintrogasi. Seolah Kanaya adalah perampok yang terangkap basah.

"Di ... Dimas," Gagap Kanaya

Seketika wajah Radit semakin dingin dan tajam menatap Kanaya. Kanaya yang melihat raut wajah Radit semakin ketakutan.







Tbc

Maaf ye klau banyak typonya

My Dosen (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang