tujuh belas

82 1 0
                                    

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan hubungan ayumi dan raga semakin dekat dan bisa di bilang semakin romantis. Raga sering mengajak ayumi berkencan. Dan kini ayumi juga sudah mulai membiasakan diri dengan raga dan mulai memanggil raga dengan sebutan aku kamu. Mereka juga sudah tak malu untuk menunjukkan kedekatan mereka di depan umum.

"Hari ini kita makan di luar ya?" Ajak raga pada ayumi yang sedang sibuk mengerjakan tugasnya.

"Nggak bisa deh kayak nya ga, kamu gak liat apa tugas aku numpuk kaya gini" tolak ayumi dan memperlihatkan tugasnya yang memang menumpuk. Dan kini ayumi juga mulai berhenti dari pekerjannya sebagai seorang sekretaris karena dia mulai di sibukkan dengan semua tugas kuliahnya.

"Ya udah sini aku bantuin biar cepet selesai" tawar raga namun ayumi langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak bisa raga, aku gak mau di tuduh dapet beasiswa yang kotor karena bantuan kamu. Aku mau membereskan semua ini sendiri" tolak ayumi dan memeluk semua buku pelajarannya karena takutnya raga akan memaksanya untuk membantu.

"Iissh apa-apaan kau ini hah. Kamu selalu membantu ku dalam banyak hal, tapi kamu gak pernah mengijinkan aku untuk membantu mu. Apa ini adil?" Kesal raga dan duduk di ranjang.

Ayumi memejamkan matanya sejenak dan menutup buku pelajarannya dan langsung menghampiri raga.

"Bukannya gitu ga, aku bukannya gak mau di bantu sama kamu. Tapi takutnya aku akan ketergantungan kalau kamu bantuin aku ngerjain tugasnya. Jangan marah dong ga, hmm" sesal ayumi melihat wajah kekesalan raga.

"Ga, jangan marah dong" mohon ayumi karena raga masih mendiamkannya.

"Issh pemarah banget sih, mana coba raga yang dulu. Raga yang cool, raga yang keren dan raga yang...." ucapan ayumi terpotong saat raga menempelkan bibirnya di bibir tipis ayumi. Ayumi mencengkram kerah baju raga erat karena dia sama sekali belum terbiasa dengan semua hal itu.

"Apa-apaan sih ga, nyebelin tau" kesal ayumi malu saat raga melepaskan ciumannya. Raga tersenyum puas saat melihat wajah merah ayumi.

"Pake senyum lagi, issh" sebal ayumi dan berdiri di dekat jendela kamar.

"Kamu imut banget kalau lagi malu kaya gitu" goda raga sambil memeluk ayumi dari belakang yang membuat ayumi semakin salah tingkah.

"Besok kita pergi ke rumah mama kamu kan?" Tanya raga karena besok mereka memang ada jadwal mengunjungi keluarga ayumi.

Ayumi melepaskan tangan raga dari perutnya dan berbalik menatap raga.

"Kayaknya aku gak bisa deh ga, aku belum siap buat ketemu sama mama lagi" ucap ayumi sedih.

"Ayolah yum, hubungan kamu sama mama kamu itu udah buruk. Kamu jangan malah semakin memperburuk keadaan dengan menghindari dia" ucap raga dan memegang kedua bahu ayumi.

"Tapi tetep aja ga, aku berfikir kalau mungkin dengan menjauh dari mama itu pilihan yang terbaik. Selaman ini mama juga gak mau ketemu sama aku" kekeh ayumi.

"Dia begitu pasti punya alasan yum, coba kamu ingat apa yang membuat mama kamu jadi kaya gitu. Mungkin kamu bisa memperbaiki hubungan kamu sama mama kamu kalau kamu mengingat semuanya" saran raga.

"Mungkin kamu bener ga, tapi kayaknya itu bakal sulit banget" ucap ayumi.

"Seenggaknya kamu udah berusaha" raga memeluk ayumi erat. Berusaha memberikan kekuatan untuk ayumi.

****

Raga menggenggam tangan ayumi erat saat mereka hendak masuk ke dalam rumah keluarga besar ayumi.

Raga menekan bel rumah dan tak lama pintu terbuka menampilkan gadis cantik dengan rambut sebahunya. Siapa lagi kalau bukan ananda.

"Ayumi" senang ananda saat melihat ayumi dan langsung memeluknya.

"Yu masuk, semua orang udah nungguin kalian berdua loh, ya kecuali mamer" bisik ananda di akhir kalimatnya.

Ayumi dan raga masuk dan langsung menuju ke ruang makan di mana seluruh keluarga sudah berkumpul.

"Ayumi" senang yudha dan jeni dan langsung memeluk ayumi bergantian.

"Raga, makasih ya udah mau datang kemari" ucap nindy ramah pada raga.

"Sama-sama mah, raga kan menantu plus anak mama juga" jawab raga memeluk nindy. Ayumi menghela napasnya berat dan langsung duduk di sebelah jeni diikuti raga.

"Karena sekarang udah kumpul semua, jadi ayo kita makan" ajak ananda dan mulai menyajikan makanan untuk semua orang.

"Siapa nih yang masak, enak semua?" Tanya ayumi sekaligus memuji.

"Siapa lagi dong kalau bukan aku sama kak jeni tapi pake resep mama sih" bangga ananda.

"Ya iyalah, emang kamu yang bisanya cuma makan aja" sindir sang ibu.

"Mah" peringat jeni karena dia tak ingin ibunya itu membuat keributan.

"Emang kenyataan kan, dia hanya bisa membuat orang lain susah saja" ayumi memejamkan matanya sejenak dan emosinya sudah ada di ubun-ubun tapi untungnua di bawah meja raga menggenggam tangan ayumi agar emosinya reda.

"Stop mah, kita disini untuk makan malam bersama bukan untuk bertengkar" ucap yudha yang juga sudah merasa muak dengan semua prilaku ibunya.

"Mama cuma ngomong kenyataan. Jika bukan karena dia, keluarga kita gak akan kaya gini"

Ayumi menarik napasnya panjang dan langsung berdiri sambil menggebrak meja.

"Cukup mah, cukup. Ayumi capek, selama ini mama selalu aja rendahin ayumi. Sebenarnya ayumi ini anak mama bukan sih. Selama ini ayumi selalu sabar ngehadapin sikap mama karena ayumi berharap mama akan nyangin ayumi suatu saat nanti" ayumi menyusut air matanya.

"Tapi ayumi juga manusia mah. Ayumi dilahirkan dengan perasaan dan otak, hingga ayumi bisa merasakan yang namamya sakit dan lelah. Cukup sampai di sini. Ayumi gak akan lagi berusaha untuk mendapatkan kasih sayang mama. Selama sepuluh tahun ini ayumi bisa hidup tanpa mama dan selalu berjuang sendiri. Jadi sekarang ayumi gak akan takut meski ayumi hanya hidup sendiri" ayumi menyusut kembali air matanya dan langsung pergi.

"Saya mau nyusul ayumi dulu, selamat malam" pamit raga dan langsung menyusul ayumi.

"Mama liat kan, ibu macam apa sih mama ini" marah yudha dan menarik ananda masuk ke dalam kamar.

"Seharusnya sekali aja mama bisa hersikap baik sama ayumi. Jeni masuk ke kamar dulu" ucap jeni dengan nada yang tetap tenang.

my perfect husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang