T w i n s
-Aksa menghela, pucat sekali. Pikirnya. Dengan perlahan, ia menghampiri brankar UKS yang terdapat seorang gadis sedang tertidur nyaman diatasnya. Iya, tertidur nyaman dengan keadaan pucat pasi.
"Dan, disaat ini pun Lo masih aja ikut kegiatan sialan itu." Gumam Aksa, ia segera mengelap peluh yang menetes di wajah sang adik.
Keadaannya sangat tidak enak dilihat, memakai baju basket yang basah, dengkul yang terluka, juga bibir yang kian lama kian memucat.
Pantes, kok ada lemes-lemesnya gitu tadi. Gumamnya.
Katakanlah Aksa bodoh, tapi memang itu faktanya.
Kegiatan Aksa terhenti, dan datanglah seorang remaja perempuan dengan membawa kotak P3K di sisi tangan kanannya.
"Kenapa baru datang, kunyuk."
Fasha mendengus, hayolah sebutan itu tidak cocok untuk dirinya yang notabene cantik juga manis.
Oke, Fasha sangat percaya diri sekali rupanya.
"Sialan, tadi gue ribut dulu sama si KETOS, bajingan." Maki Fasha menekan kata ketos juga bajingan.
Aksa tertawa, biasalah namanya juga 'mantan', pasti tidak jauh dari dijelek-jelekan oleh mantan pacarnya terdahulu.
Contohnya saja, Fasharina Putri.
"Jangan gitu, setidaknya kalian pernah mengukir kebahagiaan bersama, dibalik indahnya cinta."
"Bullshit."
Tidak ada percakapan lagi, keduanya sibuk dengan kegiatan dan pemikiran masing-masing. Fasha yang sedang mengobati luka Aca, juga Aksa yang hanya menunggu kapan Aca akan bangun.
"Aish, pelan-pelan dong Fasha, gue ikut ngerasain juga woy."
"Emang gue peduli?"
Aksa terdiam, Fasha pun ikut terdiam. Aksa merasakan perih juga ngilu di dengkul kaki miliknya, juga keadaan panas dingin yang membuat dirinya berkeinginan ingin masuk ke dalam kulkas di kantin saja.
Fasha selesai mem-perban luka Aca, setelah itu ia mulai membereskan barang-barang yang habis ia gunakan ke tempatnya semula.
Dan bertepatan dengan itu, sebuah pertanyaan muncul di benak Aksa.
"Fasha."
"Hm."
"Tadi lo ngapain segala nanyain kabar Aca? Kan lo bisa liat sendiri gimana dia, bahkan kita juga sekelas." Ujarnya bertanya, Fasha tak mengindahkan pertanyaan Aksa, justru anak itu dengan santai berjalan menuju lemari tempat menyimpan obat-obatan.
Fasha kunyuk, setidaknya jawab dulu bisa kan.
Fasha berbalik, kemudian ia menatap Aksa dengan tatapan biasa. Datar.
"Gue emang nggak boleh ya, nanya?"
"Tapi, pertanyaan lo tuh nggak bermutu." Fasha memutar bola mata jengah, ia sama saja dengan Fazha, selalu membuat emosinya naik meminta untuk dirinya mengamuk.
"Bacot."
Aksa berniat menjawab perkataan Fasha, namun ia urungkan sebab kedatangan manusia jangkung yang kini berdiri tepat di depan pintu UKS.
"Aca kenapa?"
"Sakit lah, bego." Fazha berjalan ke arah dimana Aca tertidur, mengacuhkan kata sambutan dari Fasha juga Aksa. Ia menghela napas berat.
Bisakah cewek itu mendengarkan perkataannya sekali saja? Setidaknya itu demi kebaikan dirinya sendiri. Kalau sudah begini, memangnya siapa yang akan repot?
Tentu ia juga direpotkan, yang notabene ialah kekasih dari cewek batu bernama Aca.
"Kalian emang nggak ngelarang dia? Kalian kan sekelas."
"Aca itu batu, mau dibilangin seribu kali sampai mulut lo berbusa pun juga dia nggak akan dengerin." Fazha diam, benar juga kata sang kakak, Fasha.
Fasha kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, dan membuat manik mata Aksa sedikit mengarah ke arah gadis berambut sebahu itu seutuhnya. Lebih tepat, waspada.
"Mau ke mana?"
"Kelas, biologi belum kelar," jawab Fasha sedikit mempercepat gerakannya.
Aksa terkesiap, kemudian dengan secepat kilat ia menyusul Fasha yang sudah ngacir menuju kelas mereka.
"JANGAN OBRAK-ABRIK TAS GUE, KUNYUK!"
Waketos kita ternyata pemalas, ya. Membuat Fazha malu saja.
-
Aca diam, kenapa harus ada Fazha di sini. Di mana Fasha?
"Fasha sama Aksa udah masuk duluan, jadi aku selama satu setengah jam yang nemenin kamu bangun dari tidur panjang kamu," ucap Fazha seolah mengerti isi pikiran Aca. Aca hanya mengangguk mengerti, kemudian ia bangkit untuk duduk dengan bantuan dari Fazha.
"Sshhh," desisnya sembari memegangi kepala.
"Kamu mau minum apa?" ujar Faza bertanya, Aca menggeleng, mulutnya terasa sangat pahit.
Mengapa ia bisa di ranjang UKS begini, padahal tadi ia sedang bertanding basket dengan Sarah. Lalu? Kakinya juga di perban.
"Kamu ribut lagi sama Sarah?" Fazha menunjukkan raut intimidasinya.
Aca membasahi bibir tipis, mendengar pertanyaan dari Fazha, haruskah ia jujur? Tapi, kalau Aksa sampai tahu ... habis dia diceramahi oleh ibu-ibu berbentuk lelaki macam Aksa, kembarannya. Belum lagi, tatapan dari Fazha.
"Sarah duluan, yaudah aku ladenin." Sarah lagi Sarah lagi.
Fazha mengelus lembut surai kecoklatan Aca, kemudian dia menatap dalam manik mata Aca. Begitupun juga dengan cewek itu.
"Kamu nggak sayang diri sendiri apa gimana? Kamu punya penyakit, Aca," tutur Fazha. Membuat Aca mengeraskan rahangnya mendengar penuturan kekasihnya itu. Tak lupa juga tangannya perlahan mulai menghentikan gerakan Fazha.
Ia benci, bahkan sangat benci dipandang rendah oleh siapapun karena masalah penyakit. Penyakit yang ia derita.
"Aku mau sendiri, nanti kalo udah mendingan balik ke kelas. Sana, pergi." Aca menyenderkan punggungnya di kepala brankar, matanya menyiratkan sebuah keinginan untuk tidak ingin diganggu.
Fazha mengerti, ia menyesal berkata seperti itu tadi. Well, penyesalan selalu datang di akhir, bukan?
"Aca, aku---"
"Pergi."
"Oke." Fazha meninggalkan Aca sendiri dengan emosi yang sedang gadis itu tahan.
(+)
Hope you enjoy this story.
Love you 💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Is he, My Twin Brother? {Revisi}
Novela JuvenilTidak selamanya, anak kembar itu sama. (+) Aksa & Aca Revisi 🍭