Note 16 : Those Dark Memories

218 37 11
                                    

"Jika kau berusaha menyembunyikan sesuatu dariku, kau sangat buruk dalam hal itu, Amuro."

Aku menegurnya tanpa memberikan kesan mengintimidasi, hanya mengatakan hal itu dengan berdiri di depannya. Amuro membuang muka dariku, sekarang benar-benar terduduk di jalan setelah sedari tadi jongkok di depan tiang listrik.

"Aku tidak menyembunyikannya ...."

"Kata-katamu tadi sangat jelas di telingaku. Mau kuulangi lagi agar kau tahu kalau aku memperhatikan setiap ucapanmu itu?"

"Aku hanya ... takut. "

Amuro memeluk lututnya dan meletakan dagu tepat di atasnya, mata coklat itu menerawang ke jalanan yang dingin nan membisu, tidak memancarkan keceriaan layaknya biasanya. "Aku takut, dia melihatku."

"Kau mengenal Daifukujo?"

"Aku tidak mengenalnya, tapi aku pernah bicara dengannya semasa dia masih hidup dulu," lirihnya dengan suara rendah. "Aku bertemu dengannya, kemudian sehari setelahnya aku melihatnya mati di danau begitu saja."

Aku merendah, memosisikan diriku duduk bersila di hadapan Amuro. Aku ingin mendengar hal ini lebih banyak, jadi akan kubuat dia mengatakan segalanya. "Apa yang kau bicarakan dengannya?"

Amuro terdiam, ekspresinya menjadi sulit dengan sedikit keringat yang kembali membasahi dahinya. Tegukan saliva terdengar, Amuro kembali membuka mulut tanpa memandangku. "Tentang bayinya yang diculik orang tidak dikenal."

Itu jadi membuat hal yang terjadi menjadi masuk akal. Daifukujo menanyakan soal bayinya karena adanya masalah kelam yang disembunyikan, masalah tentang penculikan bayinya. Kereta bayi yang ada di ujung taman menjadi bukti bahwa Daifukujo sampai sekarang masih mencari anaknya yang diculik. Gadis yang malang, dia sudah tertimpa petaka bertubi-tubi dan tidak bisa tenang di dunia ini.

"Empat tahun yang lalu adalah masa ketika aku masih menjadi wartawan amatir. Aku bertemu dengan sosok asli Daifukujo di taman kota itu. Dia nampak depresi berat, benar-benar keadaan yang buruk melihat dia juga sedang hamil besar. Kereta bayi itu juga ada di depannya kala itu ...."

"Kau sudah mencari tahu soal anaknya?"

Amuro menggeleng. "Aku tidak bisa menemukannya, baik pelaku pemerkosanya, pelaku penculikan itu, ataupun anaknya yang menghilang. Entah perasaanku selalu saja tidak enak, aku jadi merasa bersalah pada Daifukujo karena tidak bisa membantunya."

"Itu bukan salahmu."

"Tapi aku sudah berjanji akan membantunya, Natsume!"

Tiba-tiba dia menyetakku hingga aku terkejut setengah mati. Amuro terbelalak karena aku terkejut di depannya, lalu dia membenamkan kepalanya di lutut untuk waktu yang lama dengan hati mendung nan pilu.

"Kau tahu?" gumamnya sedih yang terdengar di telingaku. "Aku berjanji padanya untuk menemukan segalanya, dan dia hanya tersenyum padaku lalu mengucap 'terima kasih'. Maka aku berjuang seharian untuk mencari segala berita yang ada untuknya, namun ...."

Tubuh Amuro gemetar, aku menenangkannya dengan mengelus punggungnya, hanya bisa iba tanpa bisa menghibur temanku yang sedang bersedih ini. "Namun ... namun ... namun dia mengakhiri hidupnya begitu saja di danau itu tepat di depanku yang ingin memberinya suatu pesan. Aku melihatnya melompat ke danau dan perlahan naik ke permukaan kembali tanpa suatu pergerakan. Aku tidak ingin percaya hal itu sudah terjadi, tapi ... tapi ... kenapa? Kenapa dia mati? Kenapa dia berhenti berjuang untuk anaknya?"

Tubuh gemetar Amuro tidak berhenti setelah dia mengunci mulutnya kembali. Aku membiarkannya sejenak tanpa melakukan apapun untuknya. Apa yang bisa kuberikan pada Amuro adalah waktu untuk menenangkan diri, jadi itulah yang kuberikan padanya.

Hati mendung Amuro menyalur ke suasana sekitar, hingga aku melihat Araki mendekat dan berbisik di sampingku, "Ada apa dengannya?"

"Sudah biarkan saja, ini juga berkaitan dengan arwah tadi."

Araki nyaris saja mengumpat, tapi kututup mulutnya melihat Amuro masih bersedih. Air muka Araki yang bertanya padaku hanya kusambut dengan gelengan kepala, tanda aku juga belum bisa memberitahunya apa yang telah terjadi selama ini.

"Uhh ... maafkan aku .... Oh tidak, ini buruk. Kenapa kenangan itu kembali lagi? Padahal aku berjuang setengah mati melupakannya ...." Amuro tertawa canggung setelah menggumam begitu. "Aku sudah membuat suasana menjadi aneh, maaf. Aku akan kembali seperti semula sebentar lagi, beri aku waktu."

Michiru juga mendekat dan menanyakan hal yang sama seperti Araki. "Dia mengingat arwah itu," bisikku pelan pada gadis itu.

Kami bertiga menunggu tanpa berkata sepatah kata apapun, benar-benar menciptakan suasana hening di tengah malam yang sepi. Kenangan kelam antara Daifukujo dan Amuro benar-benar sukses membuat kami bungkam, jika berani membuka mulut rasa tidak enak akan langsung menghujani hati tanpa ampun.

Amuro kembali menjadi normal walaupun wajahnya pucat dengan otot sedikit kaku, aku mengerti hal itu karena dia memikirkan hal-hal berat seorang diri. Amuro melepas kacamatanya dan mengusapnya dengan sapu tangan kemudian dipakainya lagi benda itu. Setelahnya dia memberikan senyuman walau tidak menyertakan kegembiraan. "Maaf sudah membuat kalian menunggu, aku sudah merasa baikan."

"Yakin?"

"Seratus persen. Yah ... aku sudah terlanjur ingat, maka aku akan memberitahu segalanya yang aku tahu tentang Daifukujo pada kalian."

Selama Amuro menjelaskan hal itu kembali pada Araki dan Michiru, aku memikirkan hal lain sedirian. Empat tahun yang lalu, Daifukujo mati tenggelam di danau kota karena depresi anaknya diculik. Sehari sebelumnya dia bertemu dengan Amuro dengan membawa kereta bayinya itu, yang kemungkinan bisa saja tak berisi apapun. Yang aku pikirkan adalah, siapa yang menculik anak Daifukujo? Apakah tanpa alasan, atau bisa saja dia diambil laki-laki yang memperkosa Daifukujo?

Tapi jika begitu, kenapa? Apa latar Daifukujo yang lebih dalam dari sekedar gadis belia yang sudah ternodai oleh tangan kotor dua kali? Aku perlu penjelasan Amuro lebih banyak lagi, tidak hanya sekedar kematiannya, melainkan siapa sebenarnya Daifukujo di masa dia masih hidup pula.

"Semuanya, penyelidikan hari ini cukup. Kita akan kembali besok setelah mendapat lebih banyak informasi."

"Apa!? Kita akan kembali besok!?" tanya Araki dengan seruan tak percayanya.

"Kecuali jika kau ingin mati cepat, kau cukup berdiam diri saja." Langsung saja dibalas oleh Michiru dengan acuh tak acuh. "Memangnya juga kami mau melakukan ini? Tentu saja tidak, Bodoh. Tapi kami masih mau hidup, jadi mau bagaimana pun yang akan terjadi, kami akan tetap melakukan penyelidikan. Kau mengerti?"

Araki mundur dengan gusar, dia berkonflik dengan Michiru kembali. Aku menoleh ke Amuro, menyampaikan apa yang kupikirkan sedari tadi.

"Amuro, mohon bantuanmu besok."

"O-oh ... aku akan memberikan data-data yang kupunya untukmu."

"Bukan itu." Aku menggelengkan kepalaku, lalu berbisik dengan pelan sengaja agar dua remaja di depan tidak mendengarkan. "Ikutlah denganku, besok pagi kita akan berkeliling kota untuk Daifukujo."

Hide and SeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang