Sekolah telah usai berbunyi, semua murid berhamburan keluar dari kelas mereka. Hari ini angin bertiup cukup kuat, sehingga pohon-pohon kehilangan daun mereka yang kini berserakan di mana-mana.
Senja berjalan menjauhi sekolah menuju halte bis yang berjarak beberapa meter dari gerbang sekolah, membuatnya selalu penuh dengan para murid SMA Nirwana.
Setibanya di dekat hate bis, Senja melihat sesosok yang ia kenal (sedang melipat kakinya sambil memainkan ponsel) FAJAR!
Senja berjalan mendekati halte, dan kini jaraknya dengan Fajar tak lebih dari satu meter. Namun ada kejanggaalan saat ini Tak seperti biasanya, Fajar terasa dingin. Jika setiap kali pertemuan ia selalu berbicara semaunya, tapi kali ini ia diam. Fajar masih memerhatikan layar ponselnya; tak menengok apalagi berbicara pada Senja.
Perasaan bersalah mulai berkecamuk dalam diri Senja. Ia kini merasa Fajar kini marah karena ucapannya saat jam istirahat tadi.
•
•
•Keterlambatan bis semakin menjadi. Sudah setengah jam lebih, tapi bis tak kunjung datang. Para pelajar SMA Nirwana yang tadi menunggu di halte lebih memilih memesan transportasi online daripada terus menunggu. Kini suasana sangat sepi, hanya membiarkan beberapa hembusan angin mengisinya.
Senja dan Fajar, mereka sudah seperti musuh bebuyutan saat ini. Di tengah suasana sepi dan hening mereka tak saling berbicara, hanya menunggu. Walau tak sesekali Senja mencuri pandangannya terhadap Fajar yang masih memainkan ponselnya.
Satu...
Dua...
Tiga...
Detik demi detik seakan terasa begitu lama, walau waktu terus melakukan pekerjaanya.
Pppssshhh...
Suara itu terdengar cukup keras. Rupanya bis yang dinantikan akhirnya datang. Sungguh saat yang menyenangkan, diingat telah berapa lama menunggu.
Senja mengencangkan ranselnya, dan bersiap menaiki bis. Tapi sebelum Senja itu melangkahkan kakinya, tangan kanannya merasakan kehangatan. Gadis itu menengok sedikit, terlihat Fajar yang bertubuh jangkung (efek lompat-lompatan) berdiri dengan memegang tangannya. Fajar menggandeng Senja sampai ke dalam bis, walau masih dengan wajah dingin yang konsisten.
Di dalam bis ternyata kosong, hanya kedua pelajar yang kesorean itu di sana.
Fajar masih memegang tangan Senja, meski mereka kini telah duduk di salah satu kursi. Tak menunggu lama bis pun akhirnya melaju menyusuri jalanan, dan halte kini semakin terlihat kecil.
•
•
•Jalanan macet di luar sana, tapi tidak di dalam bis ini. Keheningan berlangsung cukup lama di antara mereka. Fajar yang biasanya memulai percakapan terlebih dahulu, kini terasa enggan melakukannya. Tapi tangannya masih memegang tangan kiri Senja yang kini duduk di dekat jendela bis.
Senja menatap Fajar bingung. Sementara Fajar (tak jelas apa yang ia lihat) masih memandang lurus.
Fajar memanggil kondektur bis. Ia mengatakan bahwa mereka akan turun di sini. Senja semakin terheran, masih menatap Fajar yang kaku. Fajar menyerahkan ongkos untuk mereka berdua sebelum meninggalkan bis.
Mereka berdua turun dari bis, tapi tempat ini bukan yang seharusnya dituju, terutama bagi Senja. Ia tak turun di halte yang sama seperti tempat ia menaiki bis tadi pagi saat berangkat sekolah. Fajar mengajaknya turun di halte yang cukup asing baginya, "Halte Azalea" ?
"Kakak mau ajak aku ke mana?" tanya Senja saat Fajar terus membawanya berjalan menjauhi halte. "Kak-"
"Syuuuttt... Jangan banyak tanya, ikut aja!" Fajar memotong kata-kata Senja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Fajar
Dla nastolatkówJika kalian ketemu cowok ganteng satu ini, aku saranin mending kalian lari, deh. Dia berbahaya. Kenapa begitu? Ya, soalnya ada cewek yang udah pengalaman didatengin cowok ganteng ini - panggil aja Fajar - malah gak bisa tidur. Kasihan, kan? Salah Fa...