CHAPTER 4

18 7 0
                                    

Aku terus memikirkan semua itu dan aku berfikir apa gara-gara Fano ya aku jadi seperti ini, apa aku cemburu? Ah... ini nggak mungkin! Pikirku. Tapi, jika benar aku tidak seharusnya melampiaskan semua kemarahan dan kekecewaanku kepada teman-temanku. Ah... kenapa aku jadi seperti ini sih? Aku besok harus meminta maaf pada teman-temanku semua.

Paginya di sekolah aku bersikap normal, aku menyapa semua teman-temanku dan merekapun menyapa kembali padaku, teman-temanku senang melihat aku telah ceria seperti biasanya, dan tak lupa aku meminta maaf pada semua teman-temanku karena beberapa hari yang lalu aku sering memarahinya, dan teman-temanku pun memaafkanku, aku bahagia sekali bisa bercanda lagi dengan teman-temanku semua.

Sore hari sepulang dari sekolah badanku terasa lemas, kepalaku merasa pusing, aku berjalan kaki ke arah kosanku karena hari ini Nia sedang menyelesaikan tugas kelompok jadi aku terpaksa jalan kaki ke kosan. Di jalan aku berhenti berteduh dan meminum sisa air yang aku bawa ke sekolah tadi, kemudian aku kembali berjalan aku melihat semua orang dan pepohonan yang berputar-putar aku merasa pusing, aku memegang kepalaku.

Aku terbangun dan aku terkejut melihat Fano di sebelahku sedang menungguku duduk di kursi.

"Kamu udah sadar?", tanya Fano.

"Sadar??", jawabku dengan kaget.

"Iya tadi kamu pingsan, aku menemukanmu di jalan saat aku mau pulang, lalu aku menolongmu.", kata Fano.

"Makasih ya, maaf udah ngerepotin.", jawabku.

"Iya nggak apa-apa, gimana kamu udah baik-baik saja?", tanya Fano padaku.

"Udah kok, aku pingin pulang aja deh.", jawabku.

"Tapi...", pikir Fano takut kalau terjadi apa-apa padaku.

"Udah ngak apa-apa, aku sudah sembuh kok.", jawabku menyakinkannya.

Dan dia pun menganggukkan kepala, lalu mengantarku pulang ke kosan. Di perjalanan dia bertanya padaku. "Oh iya, kita tadi belum kenalan, ngomong-ngomong nama kamu siapa?"

"Namaku Elsa, kamu siapa?", aku pura-pura bertanya pada Fano siapa namanya agar dia tidak curiga kalau aku sebenarnya udah tau namanya.

"Namaku Fano, senang bisa bertemu denganmu.", jawabnya dengan halus dan akupun hanya tersenyum.

Kita mengobrol terus di dalam mobil sambil tertawa-tawa.

"Hari ini, hari yang mengesankan bagiku.", batinku dalam hati.

"Tak terasa ya kita udah sampai.", kataku.

"Iya ya.", jawab Fano.

"Makasih ya kamu udah nolongin aku, nganterin aku pulang juga.", kataku pada Fano.

"Iya sama-sama, dari tadi makasih mulu.", kata Fano sambil tertawa.

Saat aku ingin melepas sabuk pengaman, tiba-tiba tanganku terasa kaku dan sulit untuk digerakkan, aku hanya terdiam.

"Kamu kenapa?", tanya Fano.

"Tanganku terasa kaku dan sulit untuk digerakkan. Bisa tolong lepaskan ini dan bukakan pintunya?", jawabku dengan suara lirih dan wajah melas.

"Iya, sini aku bantu.", kata Fano padaku.

Saat Fano melepaskan sabuk pengamanku, aku menatapnya tanpa henti, dadaku berdetak kencang. "Aku berharap Fano tidak mendengar suara detak jantungku ini.", gumanku dalam hati.

Fano melirik tatapan mataku, akupun menunduk karena malu. Setelah Fano membukakan pintu mobil, aku langsung buru-buru keluar. Fano menatapku dan berkata, "Hati-hati ya, jangan lupa minum obatnya."

"Iya.", jawabku sambil tersenyum.

Dan Fano pun kembali pulang kerumahnya.

"Ciee… Yang habis dianterin sama Fano.", ejek Nia padaku.

"Apa sih, tadi dia nolong aku.", jawabku.

Aku menceritakan semuanya pada Nia, mulai dari aku pingsan sampai diantar pulang ke rumah.

"Ternyata kesabaran kamu selama ini tidak sia-sia ya, cinta yang selama ini kamu harapkan kini perlahan datang padamu.", support Nia padaku agar aku tidak menyerah dan tetap bersabar demi cinta. Dan aku pun membalasnya dengan senyum bahagia.

KETIKA KAMU DAN AKU MENJADI KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang