CHAPTER 8

10 6 0
                                    


Siang hari saat pulang sekolah Fano menghampiriku di depan gerbang.

"Hai.", sapa Fano padaku tapi aku mengabaikannya dan pergi berjalan. Fano menghentikanku dengan memegang tanganku. "Elsa maafin aku jika aku punya salah sama kamu.", kata Fano.

Aku hanya menatapnya.

"Aku mau bicara tentang Shila.", kata Fano lagi.

Pandanganku mulai beralih dari matanya, aku berusaha melepaskan tanganku dari pegangan tangan Fano lalu berjalan menghindar dari Fano.

"Shila sudah meninggal El...", kata Fano.

Langkahku terhenti mendengar ucapan Fano, aku membalikkan tubuhku menghadap ke arah Fano lalu Fano menghampiriku dan memberikan sebuah surat padaku. Dia bilang surat ini dari Shila, aku membuka dan membacanya.

Dear Elsa,

Hai Elsa aku tau kita bukan teman maupun sahabat, tapi aku tau kalau kamu orangnya baik. Sejak pertama aku melihatmu di cafe aku merasa kalau kamu suka sama Fano. Mungkin umurku tak akan lama lagi dan mungkin di cafe itu pertemuan terakhir kita. Aku berharap kamu bisa menjaga Fano selagi aku nggak ada, sayangi Fano ya Elsa...

From

Shila

Melihat surat itu air mataku tak henti mengalir membasahai pipiku. Fano mendekat padaku dan tangannya menghapus semua air mataku.

"Kenapa ini semua harus terjadi?", kataku.

"Ini sudah takdir El, kamu nggak bisa nyalahin ini semua." jawab Fano menenangkanku.

"Kenapa selama ini kamu nggak pernah cerita sama aku?", tanyaku pada Fano.

"Selama ini aku berusaha menghubungi kamu El, tapi nomor kamu nggak aktif.", jawab Fano. "Udah sekarang aku antarin kamu pulan.", lanjut Fano.


******

Sesampainya di kost, Nia dan Nindi menghampiriku dan bertanya apa yang terjadi padaku. Aku mengabaikan mereka berdua dan berjalan menuju kamar. Mereka terlihat bingung lalu mereka bertanya pada Fano dan Fano pun menjelaskan apa yang telah terjadi padaku.

Pagi hari aku demam, badanku menggigil, suhu tubuhku naik.

"Ya ampun Elsa, kamu demam?", tanya Nia.

Aku hanya menggelengkan kepala.

"Kita harus ke rumah sakit El.", kata Nia lagi.

"Nggak usah.", jawabku.

Setelah beberapa jam kemudian aku mendengar suara ketukan pintu, lalu Nindi membukanya.

"Fano, kamu ngapain?", tanya Nindi.

"Elsanya ada?", kata Fano.

"Dia ada di kamar, dia demam.", kata Nindi.

"Apa? Dia demam??", tanya Fano terdengar panik.

Lalu Fano pun menghampiriku ke kamar, dia merawat dan menjagaku sampai sore.

"Fano kamu nggak pulang? Ini sudah sore, aku udah ngak apa-apa kok, kamu pulang aja.", kataku.

"Ya udah aku pulang dulu ya, kamu jaga kesehatan.", kata Fano padaku.

"Iya.", jawabku.

Fano berdiri dan berjalan ke arah pintu kamarku.

"Fano.", panggilku.

Seketika itu langkah Fano terhenti dan menghadap ke arahku. "Iya.", jawabnya.

Aku tersenyum, "Makasih ya kamu udah nemanin aku dari pagi sampai sore, sampai rela-relain nggak sekolah demi aku.", kataku.

"Iya.", jawabnya sambil tersenyum padaku dan pergi meninggalkanku.

Dari arah pintu luar terdengar suara Nia dan Nindi. "Fano kamu tadi tidak sekolah?", tanya Nia.

"Enggak.", jawab Fano.

"Ya ampun, kamu sampai rela temanin Elsa yang sedang sakit, so sweet banget sih.", saut Nindi.

"Ya udah aku pulang dulu ya, sudah sore.", kata Fano.

"Iya.", jawab Nia dan Nindi.

Setelah Fano pergi, Nia dan Nindi menghampiriku. "Sudah sembuh Sa?", tanya Nia.

Aku belum sempat menjawab tapi Nindi sudah menyahutnya, "Ya udahlah, kan udah dirawat Prince Fano, cieeeee...", kata Nindi mengejekku.

"Apaan sih?", jawabku.

"Udah kalian jangan berantem mulu.", kata Nia.

"Nindi sih yang mulai.", jawabku.

"Ihh... kok aku? Emang benarkan?", kata Nindi.

"Udah kalian mandi sana, jangan berantem terus!", bentak Nia.

Aku dan Nindi pun mengikuti perintah Nia. Di kos, Nia yang paling bersifat dewasa di antara aku dan Nindi, jadi apapun perintahnya kita akan ikuti, asal itu perintah yang baik haha...

KETIKA KAMU DAN AKU MENJADI KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang