[J] Chapter 6

1.5K 149 2
                                    

'Apa semua sudah terlambat? Bahkan permata tersebut hampir kehilangan kilaunya karena gesekkan yang terus menerus'

Happy Reading...


"Bagaimana Dok? Kurasa keadaan saya semakin memburuk"

Seorang gadis tampak tegang saat menunggu jawaban dari dokter Jeon.

"Ali penyakit Leukimia yang kau alami saat ini memang semakin memburuk dari sebelumnya. Apa kau yakin tidak ingin dirawat atau melakukan kemoterapi untuk kesembuhanmu sendiri?" Tanya dokter Jeon.

Ali hanya menggeleng, pertanda dia menolak permintaan wanita parubaya di depannya.

"Aniyo Dok, peralatan seperti itu hanya akan menyakitiku dan orang di sekitarku. Ada atau tidak adanya pengobatan, cepat atau lambat tuhan akan menjemputku. Jadi biarkan aku seperti ini. Dan Dokter tidak perlu khawatir, ada saatnya aku akan membutuhkan bantuan alat itu" Ucap Ali, sembari tersenyum.

Dokter Jeon yang sedari tadi diam mulai tersenyum akan penjelasan pasiennya. Dia tau pasiennya ini masih sangat muda, tapi sudah memiliki kanker darah di usia yang menginjak 19 tahun.

"Kau gadis yang kuat Ali. Semoga tuhan mengubah takdirmu."

"Gomawo ne"

Skip

Ali menghembuskan nafas kasar. Dia terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Menatap lantai keramik putih dengan tatapan kosong. Entah ke mana arah fikirnya pergi saat ini. Dia takut tidak dapat memenuhi mimpinya dan appa. Mengingat dia memiliki kanker darah yang cukup parah. Dia juga takut harus membicarakan hal ini pada Seokjin maupun kedua orang tuanya.

Ali terus berjalan hingga panggilan seseorang menyadarkannya.

"Nuuna!" Ucap pria bergigi kelinci itu, yang tengah berlari menghampiri Ali.

Seakan menghalangi jalan Ali, pria itu berhenti tepat di depan Ali.

"Nuuna, apa yang kau lakukan di sini? Apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit atau terluka?"

Pertanyaan bertubi datang dari Jungkook saat ini.

"Aniyo, aku hanya menjenguk temanku. Dia sedang dirawat di sini" Bohong Ali, bukan Ali namanya jika tak pandai menyembunyikan masalahnya sendiri.

Jungkook hanya mengangguk tanda mengerti.

"Lalu kau? Sedang apa kau disini Kookie-Aah?"

"Ingin bertemu eomma" jawabnya, ramah.

"Mwo? Apa eommamu tengah dirawat?"

"Aniyo, dia seorang dokter. Jadi aku hanya ingin menemuinya"

"Aah syukurlah. kalau begitu, aku pulang dulu ne."

Ali melangkah pergi meninggalkan Jungkook yang masih berdiri di sana. Setelah mendapati punggung Ali yang semakin menjauh, Jungkook mulai melangkah menuju ruangan eommanya yang bertuliskan Dr. JEON di pintu ruangannya.

"Eomma"

Jungkook masuk mendapati seorang wanita paruh baya yang diketahui sebagai eommanya itu sedang berkutik dengan kertas-kertas miliknya.

"Aah-Kookie kau sudah selesai dengan sekolahmu?"

"Nde eomma"

Jungkook mulai melangkah mendekati eommanya. Pandangan Jungkook kini teralih pada sudut mata eommanya yang terdapat bekas air mata.

"Eomma kau menangis?"

Jungkook tidak tau kenapa eommanya menangis. Yang jelas Jungkook tidak suka jika eommanya menangis.

"Nde mianhae Kookie, eomma hanya terharu dengan pasien eomma" dokter Jeon perlahan menyeka bekas air mata miliknya.

"Ada apa dengan pasien eomma?" Jungkook tidak tau siapa yang dimaksud eommanya. Dia hanya ingin tau bagaimana bisa ibunya ini menangis hanya karena pasiennya.

"Seorang gadis yang terkena kanker darah. Hatinya sangat kuat Kookie. Dia masih tetap tersenyum dan memikirkan orang di sekitarnya, sampai dia tidak ingin menjalani pengobatan untuknya. Padahal dia masih sangat mudah Kookie. Eomma tidak dapat membayangkan jika kau berada diposisinya." Jelas dokter Jeon, dia perlahan menyeka air mata yang akan keluar.

Mendengar penjelasan eommanya Jungkook dengan perlahan membawa kepala eommanya agar bersandar dibahunya bermaksud menenangkan.

Dia jadi ingin tau siapa gadis yang dimaksud eommanya.

"Eomma aku akan menemui gadis yang kau maksudkan saat dia kembali ke sini ne?"

******

"Namjoon, di mana eomma dan appamu?"

Seorang pria yang sedari tadi sibuk memakan makanannya kini terhenti akan ucapan sahabatnya.

"Yak Hoseok! Kenapa kau menanyakan mereka?" Dengus Namjoon, dia kesal jika temannya ini menanyakan kedua orang tuanya.

"Aku hanya ingin tau apa mereka berkunjung kemari" ucap Hoseok, membuat Namjoon memutar kedua bola matanya malas.

"Semenjak perceraian itu mereka sudah tidak menganggapku sebagai putra mereka lagi" Namjoon mulai fokus pada makanannya.

"Mwo? Kau senang dengan itu?"

"Sangat senang, karena aku tidak akan lagi melihat pertengkaran mereka setiap waktu" ucap Namjoon, tersenyum menyeringai.

"Baiklah kalau begitu bagaimana hubunganmu dengan Ali?"

Pertanyaan Hoseok sukses membuat Namjoon tersedak. Namjoon dengan cepat meraih minuman yang disodorkan Hoseok dan mulai menegaknya habis. Hoseok yang melihatnya hanya terkekeh.

"Hoseok! Kau menanyakan hal yang tak masuk akal."

Namjoon kesal, dia kehilangan selera makannya karena Hoseok.

"Joon aku tau kau mencintainya"

Terlihat dari tatapan Namjoon, Hoseok tau betul, Namjoon mencintai Ali dalam diam.

"Ha cinta? Kau bergurau Hoseokie. Cintalah yang memisahkan kedua orang tuaku."

"Namjoon mereka berpisah karena takdir"

"Lalu kau menyuruhku untuk membenci takdir Hoseok? Aish... sudahlah aku tidak ingin membahasnya"

Namjoon berdiri meninggalkan Hoseok yang masih duduk tak bergeming dari ruang makan apartemennya.

____________________________________

Mianhae typo bertebaran T_T

Voment^^

'Mianhae' Kim NamjoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang