9

6.1K 774 31
                                    

Orang hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar dan hanya melihat apa yang ingin mereka lihat. Bahkan jika apa yang mereka dengar dan lihat adalah kebohongan dan ilusi.

Art of lying, Oleh Liriope of Dumont

Panci rebusan di depanku mendidih dan aku mengambil satu suap untuk mencicipinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Panci rebusan di depanku mendidih dan aku mengambil satu suap untuk mencicipinya. Bukan karya sempurnaku tapi itu harus baik-baik saja, andai aku punya beberapa daun thyme di sini itu akan jadi lebih baik. Aku menuang sup ayam ke dalam delapan mangkuk kecil dan Irene sudah melompat-lompat di sebelahku.

"Itu terlihat enak, aku tidak ingat kapan terakhir kali kami makan sesuatu selain lobak," gumamnya. Aku tertawa menyodorkan mangkuk padanya, dia mengambil itu tanpa bertanya tapi gadis-gadis lain hanya membeku di meja makan.

"Ayo ambil sebelum supnya dingin," ucapku. Tidak ada satu pun dari para gadis yang bergerak. Mereka menatap diam-diam ke sudut dapur, ke tempat Kapten Moringan berdiri seperti patung. Memelototiku seolah aku melakukan dosa besar. "Abaikan saja pria itu, dia tidak akan melakukan apa pun pada kalian. Bukankah begitu, Kapten?" Dengan sangat enggan dia mengangguk. Baru setelah itu mereka mengambil mangkuk mereka dan makan.

Aku menatap gadis-gadis itu makan, merasakan benjolan yang sekarang menyumbat tenggorokanku. Itu bisa menjadi aku atau lebih buruk, Dalia. Tidak akan, apa pun yang terjadi aku tidak akan pernah membiarkan Dalia berakhir di sini. Aku kembali menarik pikiranku dan menuangkan sup pada satu mangkuk yang lain dan mendekati Kapten.

"Kau mungkin juga ingin memakannya." Aku menyodorkan mangkuk pada Kapten. Dia menarik alisnya ke atas.

"Berikan saja lagi pada gadis-gadis itu," ucapnya kaku. Aku memaksa dia untuk mengambilnya dan ikut bersandar ke dinding tepat di sampingnya, mengamati wajahnya. Teffa! Dia tampan dengan mata cokelat itu dan rahangnya yang keras. Bukannya aku peduli jika dia tampan tapi aku tidak mengerti dengan perasaan sedih yang aku rasakan karena dia percaya apa yang dia lakukan itu benar.

"Ada cukup banyak untuk mereka. Itu untukmu karena membantuku mendapatkan ayam." Dia diam saja hingga aku percaya dia tidak akan memakannya tapi kemudian dia mengambil suapan pertama, aku menunggu komentar tapi dia hanya terus makan. "Bagaimana kamu bisa melihat apa yang terjadi pada anak-anak ini dan tetap mengabaikannya?"

Dia tegang dan perasaan yang sebelumnya datar kini berubah menjadi malu, sedikit percikan frustrasi. "Tidak ada yang bisa kulakukan."

"Kau bisa membantu mereka lari." Dia kembali memelototiku sekarang dan menyodorkan mangkuk yang setengah kosong padaku, aku mendorongnya kembali ke tangannya. "Habiskan itu! Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kelaparan."

"Aku tidak bisa."

"Apa? Menghabiskan supnya?"

"Membantu mereka lari, itu melanggar hukum ... dan aku tahu rasanya kelaparan." Dia makan lagi, lebih cepat dari sebelumnya dan mengembalikan mangkuk padaku begitu dia selesai.

Rose In the Mist and Flame [ REPOST ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang