16

5.2K 564 68
                                    

Napas menggelegak saat Sitara menenggak anggur dari piala emas upacara Tessorian. Jantungnya berdetak lebih cepat, lebih cepat, dan lebih cepat. Hingga itu berhenti dan napas meninggalkannya. Mati dalam satu teguk kemewahan anggur yang manis untuk persembahan pengabdian abadi Dewa Tessos.

Rite Sacrifice In Tessorian Ceremony 

Daratan membentang di bawah kami lautan hijau zamrud dari padang rumput, lembaran-lembaran kanvas cokelat dan hijau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Daratan membentang di bawah kami lautan hijau zamrud dari padang rumput, lembaran-lembaran kanvas cokelat dan hijau. Sungai mengalir hitam seperti tinta yang membelah kanvas. Bukit yang menjulang tampak seperti tonjolan kecil dari atas sini. Angin menderu di telinga kami, hampir terdengar seperti raungan ganas. Wyvern mengepakkan sayapnya beberapa kali, membawa kami lebih tinggi menembus awan. Dulu aku pikir berkuda itu menyenangkan seperti terbang tapi sekarang aku akan merindukan ini. Perasaan angin kering yang menampar wajahku, tekanan saat kami terbang lebih tinggi, dan bagaimana udara mengalir dengan halus di sekitar kami. Tidak halus, pikirku, tapi semacam membuai hampir seperti jari yang menenangkan.

"Kita akan turun," kata Kapten. Aku terkejut dengan suaranya, kedekatanya dengan punggungku, karena dia sudah diam berjam-jam dan aku juga tidak mencoba untuk mencairkan itu. Seolah kami baru saja setuju untuk membangun pagar baja di antara kami.

Wyvern menukik sedikit ke dapan sebelum aku bahkan sempat menjawab peringatannya. Sayapnya mengepak lebih lambat, membentang lebar untuk menahan kejatuhan kami dengan anggun, perlahan mengurangi ketinggian kami untuk lebih dekat ke tanah. Aku menangkap kilau warna api merah emas di selaput sayapnya, berkilau seperti batu delima. Saat akhirnya cakar-cakarnya menghantam tanah dan wyvern menekuknya untuk meringkuk rendah, sayapnya kembali terlipat ke tubuhnya. Gerakannya begitu halus dan cair, bahkan mungkin seringan bulu.

"Aku bisa melepasnya sendiri," ucapku, tangan Kapten berhenti dari usahanya untuk menguraikan simpul kulit yang menahanku ke pelana. Dia mengangguk dan beralih untuk melepas miliknya sendiri. Butuh beberapa menit lebih lama untukku tapi akhirnya aku berhasil keluar dari tali dan meloncat turun dari punggung wyvern. Saat aku selesai Kapten sudah membongkar persediaan bekal kami. Ada roti kismis dan keju kambing, beberapa potong daging kering dan apel. Aku duduk di dekatnya dan menuangkan sari buah mangga dan jeruk dari termos, membasahi bibirku yang sudah terlalu kering. Kapten merobek roti menjadi dua, menyerahkan setengahnya padaku. Aku menerimanya dan mengambil potongan kecil keju untuk mengolesi permukaannya dan mulai makan.

"Kamu marah."

"Tidak," jawabku masih dengan mulut yang setengah penuh. "Aku tidak punya alasan untuk itu. Lagi pula kamu tidak akan peduli jika aku marah." Aku menelan dan minum sekali lagi dari tutup termos. "Aku cukup paham dengan keberatanmu, Kapten, dan bahkan jika kamu benar-benar mengerti apa yang aku lakukan, kamu tidak harus menyukainya."

"Benar, aku tidak menyukainya." Dia mengangguk dengan enggan. "Terutama dengan metode dan risiko yang kamu ambil. Aku mengerti kamu ingin menyelamatkan anak-anak tapi menggunakan peledak dan serangan di tengah warga sipil itu ... berlebihan."

Rose In the Mist and Flame [ REPOST ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang