5. yes, boss (kaichen)

2.1K 82 3
                                    

Berat bagi Jongdae saat mengampu tugas yang diberikan atasannya. Membimbing pegawai baru yang mulai berkerja di kantor yang sama dengannya.

"Kenalkan dia Kim Kai, Kim Minseok dan Kim Suho. Aku rasa kau bisa mengajari mereka bertiga karena kalian sesama Kim."

Jika saja posisinya bukan sebagai bawah sudah dipastikan kepalan tangan yang sudah daritadi Jongdae tahan melayang pada wajah bosnya itu.

"Yes, boss."

Jongdae terlalu malas membantah. Lagipula hanya mengajari pegawai baru bukan hal yang susah.

Seharusnya memang bukan hal yang susah jika itu ketiga orang yang dia tangani bisa saling berkerja sama. Nyatanya di sini Jongdae yang malah ditimpa beban.

Sial bagi Jongdae, bukan hanya beban tugas yang harus ia lakukan dua kali lipat. Beban lain seperti menuruti nafsu bejat para idiot itu.

Jongdae bahkan masih ingat bagaimana dia harus membuka lebar kakinya demi memuaskan nafsu orang gila yabg entah dari mana terlahir dengan wajah tampan.

Saat itu dia sedang berada di ruangannya. Melihatkan cara kerja yang dilakukan pegawai lainnya. Tidak ada yang salah dari Jongdae. Dia bahkan tidak merasa menggoda bawahannya itu tapi entah bagaimana pemuda Kim dengan kulit gelap itu berakhir meniduri dirinya di atas meja.

×××

"Kau paham, jadi datanya kau ketik baru nanti semua kau total."

"Ya." Kai menganggukan kepalanya tapi tatapan matanya tak bisa terlepas dari Jongdae.

Wajah manis itu membuatnya sedikit bernafsu. Harum lembut Jongdae membuatnya ingin mencicipi bagaimana leher jenjang yang saat ini sangat dekat dengannya.

Kai harus menahan hasratnya sejak tadi.

"Seperti ini, kau paham?"

Kai berteriak frustasi, dia tidak peduli jika nanti dia dipecat. Asal dia sudah mencicipi Jongdae.

Hasratnua telah sampai diujung. Penisnya bahkan telah berdiri sempurna hanya karena menatap wajah manis yang kini dalam kungkungannya.

"Apa yang kau lakukan Kai? Lepas."

Persetan dengan atasan dan bawahan. Semua itu akan hilang saat dia bisa membuat desahan kenikmatan dari mulut Jongdae.

Kai mencium bibir dengan sudut runcing itu. Menyesap dalam-dalam untuk menikmati rasa kopi yang masih tertinggal. Selera yang bagus.

Walau harus Kai akui dia tidak menyukai kopi tapi menyicipi bagaimana pahitnya dari mulut Jongdae tidaklah hal yang buruk.

Mungkin dia bisa mencicipin minuman lain yang tidak dia suka dari mulut manis itu.

Jongdae sekuat tenaga menghindari Kai. Mendorong tubuh lelaki di hadapnnya yang tidak bergeming sama sekali. Sekuat apa seseorang jika telah bernafsu.

"Akhh.." Jongdae mengumpati mulutnya.

"Sshh.. hentikan akkh."

Jongdae menggeleng saat penisnya mendapat service dari Kai. Pijatab yang diberikan pemuda yang masih menciuminya itu begitu nikmat.

"Kecilkam suaramu Dae, kau bisa memancing orang untuk melihat ruanganmu ini."

Keparat.

Jongdae bahkan melakukan perintah Kai. Desahannya ia redam, menutup mulutnya agar tidak menimbulkan suara yang terlalu keras.

Kai mulai menurunkan celana milik Jongdae. Melesapkan kain yang menempel ditubuh Jongdae.

"Lihatlah penismu ini, sial kau membuat penisku semakin keras Jongdae."

"Akhh.. Jangan dire-mashh akhh."

Jongdae semakin tak karuan saat jemari Kai mulai mengobrak abrik lubang analnya.

Kai menarik tangan Jongdae, menyuruh pemuda itu untuk mengantikan tugasnya.

"Akk-ku tidak sampai Kai."

"Lakukan sayang, aku harus membersiapkan penisku dulu."

Jongdae melakukannya, mencari titik kenikmatan lubangnya sepertinyang sempat Kai lakukan.

"Tidak bisa."

Sial.

Jongdae yakin wajahnya seperti pelacur murahan yang segera ingin dimasuki penis besar itu. Rambut kemaluan yang begitu lebat. Entah mengapa kini Jongdae sangat bernafasu.

"Astaga kau memang jalang Jongdae."

Kai mendekatkan kepala penisnya. Menyapa lubang pintu itu sebelum menerobosnya.

Katakan dia kasar dan bukan pemuda yang suka memberi ketenangan saat bercinta.

Kai mendorong kejantanannya dengan paksa. Melakukan sekali hentakan agar penisnnya masuk dengan sempurna.

Jongdae ingin berteriak kesakitan tapi dengan sadisnya Kai menutup mulutnya. Menubrukkan bibir tebal itu pada bibir tipisnya.

Mencium dengan beringas seakan bibirnya merupaka santapan utama hewan buas.

Kai menggerakkan pinggulnya, melakukan gerakan in-out secara perlahan.

"Akhh.. Kai, lebih cepat."

Persetan dengan harga diri.

Jongdae mulai menikmati penis Kai dalam analnya.

Kai tersenyum miring, menuruti keinginan sang submissive. Dia melakukan tempo yang lebih cepat. Menubruk tepat pada titik kenikmatan Jongdae.

Dengarkan desahan itu, alunan melodi indah yang Jongdae berikan semakin membuat semangat Kai.

"Akhh.. yeah di-sana akhh.. faster.. pleas-akhh."

Anggap saja Jongdae jalang karena selalu mengingkan lebih, tapi dia tidak bisa berbohong. Aktivitas bejat yang sedang ia dan Kai lakukan begitu nikmat.

"Sshh.. akhh.. sial, menikmatimu lebih menggairahkan ketimbang lubang wanita di luar sana."

Setan darimana merayap di tubuh Jongdae. Kalimat yang baru saja terucap dari mulut Kai ia anggap sebagai pujian.

Kakinya bahkan telah melingkar di pinggul Kai. Menarik Kai agar semakin mendekat.

Membisikkan kata-kata yang sediktif agar Kai menekan lebih dalam percumbuan mereka.

"Akhh.. aku ingin keluar."

"Let's do that babe."

Kai membantu Jongdae mencapai kenikmatannya. Mengocok penis yang semakin berkedut itu.

Jongdae mencengkram lengan Kai. Perutnya bergejolak, punggungnya membusung. Pelepasannya telah di ujung tanduk.

"Akhhh.." Jongdae menumpahkan semuanya.

Jongdae merasa lelah. Mungkin jika saja tadi malam fia tidak bercinta dengan kekasihnya. Sudah dipastikan akan ada beberapa ronde selanjutnya.

"Kau jangan tidur sayang. Aku bahkan belum menumpahkan benih hubungan kita dalam anusmu."

Shit. Jongdae benci saat kata-kata itu terucap.

Persetan dia akan berakhir tertidur saat jam kerja. Dia mengingkan satu permainan lagi bersama Kai.

"Aahhh... sial kau jangan membangunkan beruang yang sedang berhibernasi Dae."

"Kau bisa dalam bahaya." Kai mendorong pinggulnya saat penisnya telah berkedut semakin cepat.

Butuh beberapa dorongan lagi hingga sperma yang sejak tadi tertampung lumer semua dalam hangatnya lubang Jongdae.

Melihat wajah Kai penuh keringat dan masih dikabuti nafsu Jongdae berbisik dengan sensual.

"Kalau begitu aku menerima konsekuensinya, daddy bear."

Kai tersenyum, bukankah mendapat sambutan akan terasa lebih nikmat. Setidaknya penisnya tidak akan menganggur untuk beberapa jam ke depan.

Oneshoot ChenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang