enambelas

431 57 10
                                    

Carpe diem.

Kalau mengingatnya lagi, Bhanu benar-benar malu.

Carpe diem.

Tanya pada dua puluh empat teman sekelasnya yang baru, yakin tidak ada satupun yang tahu apa artinya.

Carpe diem.

Istilah itu sempat tidak di acuhkannya selama berbulan-bulan. Dia malas melihat google –sebenarnya bukan malas, tapi memang tidak ada waktu. Semua sekarang di batasi, tidak ada alat komunikasi. Beda dengan gambar senyum di ujung nama, sadar atau tidak, laki-laki itu ikut tersenyum saat menatapnya.

Carpe diem.

Bhanu lupa alasan kenapa dia minta tanda tangan gadis itu; Kamala, bunga teratai, nama yang indah, padahal sudah niat tidak akan menodai seragamnya yang suci tersebut; satu-satunya yang tidak ada noda darahnya, suci dari coretan pulpen Bagas, juga tidak sobek. Sementara waktu Reihan mengacungkan spidol ke arahnya, dia mengancam akan meninju hidung mancungnya. Mungkin karena tatapan mata gadis itu? Bisa saja, Kamala punya mata yang indah. Mata yang kalau terus-terusan ditatap tidak membuat bosan, seperti bunga teratai.

Carpe diem.

Ah, kalimat itu; hanya terdiri dari dua kata, tapi jadi penyemangat saat fisiknya lelah, tenaganya terkuras, saat hati kadang tak bisa menerima namun harus melewatinya dengan tabah.

Carpe diem.

Saat kerinduanya pada mama tak pernah terobati hanya dari bayangan-bayangan yang muncul dalam mimpi-mimpi, air mata menetes saat dipikir dia hanya sendiri, tak punya teman, rasanya sudah tak sanggup, ingin pulang, dan hampir menyerah, kalimat itu sanggup menciptakan satu senyum diantara sendunya.

Carpe diem.

Suka dan duka menikmati dinginnya malam, teriknya matahari, jenuhnya perjalanan panjang, luka yang terabaikan, tak kan bisa menebus penyesalan-penyesalan masa lalu yang sudah tak bisa diulang. Lima bulan yang terasa berat, dia hanya punya Tuhan sebagai tempat bergundah-gulana.

Carpe diem.

Lima bulan Bhanu dituntut menyesuaikan diri dengan keadaan yang dulunya sipil bertransisi jadi prajurit sejati.

Lima bulan, dan dia masih hidup meski tanpa hiruk pikuk kesenangan seperti waktu masih SMA.

Lima bulan, dia sadar perjuangannya masih panjang.

Lima bulan, akhirnya dia pulang, melepas rindu.

Dan selama lima bulan di lembah Tidar, dia ingin sekali bertemu gadis itu, berterima kasih. Mungkin kalau ada kesempatan bertemu, dia mau bilang, "Gue seneng sama hidup gue yang sekarang. Gue belum nyerah."

Carpe diem.

Bhanu menikmatinya. 

Commuter Line [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang