Kamala terlalu sedih sampai jengkel dengan dirinya sendiri yang menangis waktu mengiris bawang merah. Dia benci dirinya sendiri karena masak sop ayam saja tidak becus, lebih benci lagi karena beberapa hari terakhir selalu merasa putus asa dengan bocah bodoh yang bahkan tidak dia pacari.
"Dek, potong ayamnya sekalian ya."
Kenapa dia harus baper dengan ucapan mbak Shinta tempo hari, toh yang tidak bisa masak juga bukan dia saja. Masih mending dia mau belajar. Yara, masak nasi bisa jadi bubur.
"Ma, aku pengen ambil master, boleh?"
"Boleh,"
"Di Belanda,"
Mama tidak menjawab. Kamala melirik takut-takut ke arah ibunya.
"Boleh, ma?"
"Boleh."
***
Yara muncul di pintu dengan celana piyama kotak-kotak, setumpuk DVD, dan tas belanjaan Indomaret. Kamala mengerutkan kening menatapnya dan Yara hanya tersenyum sambil berjalan melewatinya.
"Eh, ada mas ganteng." Yara menyapa mas Prana dengan panggilan seperti yang selalu dilakukannya, yang mengusap perut buncitnya saat berpapasan di tangga.
"Udah berapa bulan, Ra?"
"Empat, jalan lima."
Sampai di puncak tangga, Yara melihat ke bawah ke arah Kamala, "buruan," ucapnya. Tanpa menunggu dipersilahkan, Yara masuk ke kamar Kamala.
Mas Prana berjalan ke arah Kamala, mengangkat sebelah alis bertanya, "kenapa tuh bocah?"
Kamala mengedikkan bahu, "mana aku tahu," jawabnya.
"Masalah cowok ya?"
"Dia udah nikah, mas."
"Tapi, kan, kamu belum."
Kamala memutar mata, lalu menyusul Yara.
***
"Sorry, barusan lo ngomong apa?"
Mendesah, Kamala bersandar di punggung ranjang. "Gue mau ambil S2 di Belanda."
"Lo serius?" Kamala mengangguk. "Demi apa?"
"Udah dapat ijin dari nyokap bokap semalam."
Yara mematikan TV. Dengan mata melotot, dan terlihat kesal karena beberap helai rambut masuk ke mulutnya, gadis itu meraih ikat rambut di atas nakas lalu mengikat rambutnya jadi satu.
"Ini pasti ada hubungannya sama Bhanu, iya kan?"
"Nggak lah."
"Bullshit."
***
Bhanu mengejarnya. Menahan lengannya supaya berhenti. "Gue emang suka sama lo, Kamala. Tapi dari awal lo terlalu sempurna buat gue," kata Bhanu dan mungkin lebih panjang lagi, tapi Kamala tidak bisa tahu pasti karena yang bisa didengarnya hanya dering di telinganya. "Sial! Kenapa lo harus sesempurna itu sih buat gue raih." dia mengusap rambutnya marah, tapi rambutnya tidak berantakan, gaya buzz cut cocok untuknya, membuatnya terlihat lebih tampan. "Maafin gue, Kam. Gue minta maaf. Gue ngerasa nggak pantas buat jadi pasangan lo." Lalu berlalu. Tidak menoleh sekalipun.
***
"Bhanu itu," Kamala mengangkat dua tangan, "dia terlalu insecure. Nggak percaya diri. Dia terus-terusan anggap gue sempurna, dari mananya coba?"
Yara menarik bahu Kamala, merangkulnya dari samping, meletakkan dagunya di kepala Kamala.
"Si blo'on," umpat Yara, nyaris membuat Kamala tersenyum. "Ternyata ada yang lebih blo'on dari laki gue."
Menarik diri, Kamala akhirnya menyeringai melihat ekspresi khawatir/membunuh Yara.
"Dia ngomong apa lagi setelah itu?"
"Nggak ngomong apa-apa,"
"Terus?"
"Ya udah, gue nyusulin lo ke hotel."
"Bukan itu," Yara berdecak. "Maksud gue, terus hubungan lo sama Bhanu sekarang gimana?"
Kamala menghela napas. "Ya nggak gimana-gimana. Yang pasti gue bakal mundur, nyoba move on. Gue nggak bisa terus-terusan ngarepin Bhanu, sementara dia nggak ada niat mau kenal gue lebih dalam."
"Tapi dia juga suka sama lo, Kam."
"Gue tahu," Kamala tersenyum tipis. "Seenggaknya, rasa suka gue selama ini nggak sepihak, iya, kan?" Yara melempar bantal ke arah Kamala. "Tapi nyatanya rasa suka aja nggak cukup. Buktinya Bhanu nyerah sama gue. Lagipula, gue juga nggak mau sama orang yang nggak punya rasa percaya diri, seolah dia nggak yakin sama apa yang bisa dia lakukan, sama apa yang dia punya."
Yara geleng-geleng kepala mendengarnya. "Lo masih muda, kejar cita-cita lo. Meski gue tahu niat lo pergi ke Belanda bukan cuma sekolah tapi juga kabur dari Bhanu, it's okay."
Kamala mendesah. "Ternyata ending gue sama Bhanu nggak seindah ending lo sama Julian,"
Yara menepuk-nepuk pundak Kamala. "Sabar, sabar," hiburnya. "Entar nyari bule di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Commuter Line [completed]
RomantikKatanya, jatuh cinta untuk pertama kalinya itu sederhana, murni, dan tanpa tendensi atau paksaan. Rasanya menyenangkan dan tanpa beban, bahkan bisa buat kita tersenyum hanya dengan mengingat dia, juga bersikap bodoh untuk mendapatkan perhatiannya. D...