Bab 11 MENINGGAL

1.5K 67 13
                                    

Happy reading!

Hari minggu yang membosankan, pagi ini semua anggota keluarga berkumpul sambil menonton televisi yang kini sedang menyiarkan berita terbaru.

Hendra tengah fokus menonton televisi yang menyiarkan berita tentang pesawat yang terjatuh.

"Ini pesawat yang dari singapur ke indonesia kan?" tanya Nayra memastikan tanpa memalingkan wajahnya dari televisi dan dijawab gumaman oleh Bimo.

Raut wajah Nayra langsung berubah menjadi terkejut, shock, takut, panik, semuanya menjadi satu, "i..itu bukan b..bang A..ali kan?" tanya Nayra tak percaya ketika melihat si penyiar menyebutkan korban akibat pesawat jatuh itu.

Hendra yang sedang minum langsung menyemburkan minumannya akibat terkejut, Syifa yang sedang memegang toples kaca langsung terlepas dari tangannya, Bimo masih terus menatap layar televisi tanpa kedip sedangkan Nayra ia sudah seperti cacing kepanasan yang tak mau diam akibat panik.

"Pah! cepetan kita ke rumah sakit melati!" ucap Nayra tak sabar ketika sang penyiar berita menyebutkan bahwa semua korban dilarikan ke rumah sakit Melati.

Dengan gerakan cepat, mereka semua berjalan dengan langkah lebar keluar rumah. Nayra tak memikirkan penampilannya sekarang yang masih memakai baju tidur.

Hendra hendak masuk kedalam kursi pengemudi tapi di tahan oleh Bimo, "biar bimo aja pah, papah lagi panik nanti gak fokus," cegah Bimo dan langsung dijawab anggukan oleh Hendra.

Hendra duduk disamping Bimo sedangkan Nayra dan Syifa duduk di belakang. Bimo menjalankan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Pak lebih cepet lagi dong!" ucap Nayra dari belakang.

Syifa terus mengeluarkan air matanya, Nayra mencoba menenangkan dengan mengusap usap pelan bahu sang ibunda. Sebenarnya Nayra juga sudah menangis daritadi tetapi ia hanya diam sambil sesekali mengelap air matanya.

Sesampainya di rumah sakit Melati. Semuanya turun dengan tergesa-gesa dan menanyakan ke resepsionis ruangan korban pesawat jatuh. Mereka langsung menuju arah kamar nomor 112, setelah resepsionis mengucapkannya.

Sesampainya di depan kamar 112, seorang dokter dan beberapa suster keluar dengan sedikit tergesa, "dok, gimana keadaan pasien kamar ini?" tanya Bimo mencegah dokter itu yang tadinya akan melewati mereka.

"Mohon maaf, pasien di kamar ini sudah dipindahkan ke kamar jenazah."

Deg

Dunia Nayra seakan terguncang seketika, bahkan kakinya tak bisa menahan berat badannya sendiri, untung saja ada Bimo yang menahannya. Waktu benar-benar terasa terhenti seketika. Dadanya terasa sesak. Sedangkan Syifa sudah hilang kesadarannya dan dibawa oleh Hendra dan beberapa suster lainnya.

"Nay, kamu gapapa?" pertanyaan bodoh. Seharusnya Bimo tak menanyakan itu!

Nayra merasakan pundaknya diguncang-guncang seseorang. Nayra menoleh, "Pak, bilang sama saya, kalo semua ini mimpi," ucap Nayra sambil menatap Bimo penuh harap.

"Nay--" Bimo menatap Nayra prihatin, ia tak tega melihat istrinya seperti ini.

"BILANG SAMA SAYA, KALO SEMUA INI MIMPI!" teriak Nayra mencengkeram erat kedua lengan Bimo. Matanya sudah memerah, menahan tangis.

Bimo diam, membawa Nayra ke dalam pelukannya, "kamu yang kuat."

Tubuh Nayra bergetar di dalam pelukan hangat Bimo, ia menangis, "tolong bangunkan saya dari mimpi buruk ini, pak!" ucap Nayra di sela-sela isak tangisnya.

"ini sudah takdir Nayra, Allah lebih sayang sama abang kamu," ucap Bimo mengusap punggung Nayra.

"GAK! INI GAK ADIL! KENAPA ALLAH GAK AMBIL NAYRA AJA?! " teriak Nayra memberontak di dalam pelukan Bimo.

My Dosen My Husband (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang