Part 10

2.3K 157 30
                                    

THROWBACK

6 tahun yang lalu.


Ketika sinar pagi mentari menyeruak masuk melalui jendela, seseorang lelaki yang tengah dibungkus selimut tebal di sebuah kamar hotel itu menggeliat tak segan karena tidur nyenyak terganggu. Suara ombak pantai yang berderu di pantai terdengar sayu-sayu melalui celah telinganya. Minho, lelaki itu perlahan membuka dan mengucek kedua matanya perlahan, samar-samar pemandangan akan betapa indahnya pantai melalui balkoni kamar tertangkap oleh matanya.

Minho berharap menemukan tubuh kecil tengah terbaring di sebelahnya. Apa yang terjadi semalam masih terbayang jelas dalam kepala Minho. Alasan akan tidur nyenyaknya. Namun, saat tangannya meraba, ia tak meraih apa-apa. Orang yang paling ingin dia lihat saat ia terbangun tak terlihat disana.

Minho mendudukkan dirinya. Mengintip dari balik selimut tubuhnya yang polos.

Semalam begitu indah.

Mereka telah melakukannya.

Hati Minho berdebar mengingat kejadian semalam, namun tak bisa dipungkiri rasa cemas yang tiba-tiba hadir ketika mengingat Taeminnya tidak ada. Minho mencoba berpikir tenang. Ia mengumpulkan beberapa lembar pakaiannya yang tersebar dan memakainya. Memanggil nama Taemin berkali-kali namun tak ada sautan. Ia juga mencari keberadaan Taemin di seluruh sisi kamar hotel tersebut namun tak menemukan.


"Taeminaah?" panggil Minho dalam sunyi.


Dimana dirimu? Apa kau pergi meninggalkanku?


Pertanyaan-pertanyaan tersebut memenuhi pikiran Minho. Pikirannya kalut akan kemungkinan Taemin meninggalkannya.

Dua tahun telah bersama dengan Taemin. Dua tahun ia mencoba menjadi kekasih yang selalu ada untuk Taemin. Dan ketakutan terbesarnya adalah apabila Taemin meninggalkannya.

Minho duduk di pinggir ranjang, mengambil ponselnya mencoba untuk menghubungi Taemin. Panggilan pertama, tidak diangkat. Ia terus mencoba menelpon lelaki cantiknya tersebut. Tidak ada jawaban. Minho semakin cemas. Rasa sedih dan sakit kini menyelimuti hatinya. Hatinya mengepal pada pikiran Taemin meninggalkannya.

Di dalam bayangan Minho, seharusnya mereka sedang berpelukan di tempat tidur sambil membicarakan apa yang telah mereka berdua lakukan semalam, membicarakan tentang bagaimana perasaan mereka berdua, apakah Taemin menikmatinya seperti Minho yang sangat menikmatinya? Apakah Taemin merasa sakit karena semalam mereka tak menggunakan apa-apa? Apakah mereka akan melakukan hal itu terus untuk kedepannya? Minho membayangkan Taemin akan merajuk kesakitan, lalu tersenyum dan tertawa renyah bersama-sama. Lalu Minho menggoda Taemin, dan Taemin akan bersemu merah karenanya. Minho juga membayangkan menghabiskan sarapan bersama Taemin dengan latar belakang pemandangan biru pantai yang indah. Setelah itu mungkin bermain di pantai berdua, bersama bubu, hingga lelah menerpa keduanya. Atau mungkin hanya cukup bersantai-santai dan bermalasan bersama.

Namun itu semua hanya ada dalam pikiran dan bayangan Minho. Karena Taemin telah pergi entah kemana. Minho tidak mengingat kapan terakhir kali ia merasa sesedih ini. Hatinya seakan teriris.

Pikiran buruk tak berhenti mengalir dalam kepalanya. Ia membenci keadaan ini. Ia berjalan keluar dari kamar hotelnya dan disapa oleh salah satu petugas hotel.

"Teman Anda sudah pergi pagi-pagi sekali tuan." Ucap sang petugas seakan menjawab salah satu pertanyaan Minho. Minho tak menjawab, ia langsung berlari menuju parkiran. Mengabaikan teriakan kakaknya yang mengajaknya untuk sarapan. Ia harus menemui Taemin. Ia butuh menemui Taemin.

***

Sudah empat hari berlalu, namun Minho tetap tak mendapatkan kabar dari Taemin. Ayahnya marah besar karena Minho tidak berangkat kuliah selama empat hari itu dan keluarganya mempertanyakan sifat aneh Minho.

Baby?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang