Bilca membaringkan tubuh nya di kasur, menatap langit-langit di kamar nya. Selintas di benak nya teringat sosok yang selalu membuat Bilca memikirkan nya, yaitu Izal. Bilca tersenyum geli, seeakan-akan sedang melihat Izal yang bertingkah konyol di hadapan gadis itu.
Bila menarik napas panjang nya, lalu ia hembuskan dengan pelan, mengusap wajah nya dengan kasar. "Apaan sih gue! Sadar woi! Sadar! Lo, sama dia, cuman sahabat. Gak lebih." ucap Bilca pada diri nya sendiri.
Sudah berapa lama ia pendam perasaan ini? Sudah berapa kali ia berbohong pada Nazwa saat Nazwa menanyakan perasaan nya kepada Izal, bahwa ia tidak menyukai Izal? Sudah sampai mana ia kubur dalam-dalam rasa yang terus saja timbul?
Perasaan yang selalu ia takutkan. Perasaan yang tak semestinya hadir. Perasaan yang harus nya ia jaga baik-baik. Jika, Bilca mengatakan 'bahwa ia tidak menyukai Izal' itu semua bohong. Tapi, ia tidak mungkinkan memberi tahu, bahwa ia menyukai Izal.
Bilca menelan saliv nya dengan susah payah, inilah! Inilah! Perasaan yang ia benci. Ia tahu, ia sendiri yang akan terluka, ia tahu perasaan inilah yang akan menghancurkan sebuah persahabatan nya pada Izal. "Ya, Allah." gumam Bilca.
Bilca menatap kearah balkon dari dalam kamar nya, memikirkan yang seharus nya tak ia pikirkan.
"Huft.."*****
"Dari kemarin lo kayak nya bete banget Ca. Ada apa? Cerita sama gue, supaya tau gue bisa buat lo gak bete lagi." tanya Izal.
Bilca menatap Izal dengan lekat, lalu tersenyum. "Kalau gitu kerjain ipa fisika gue, hehe" cengir kuda Bilca. "Maukan? Bentar lagi bel, kalau gue kasih ke ibu Tasya isi buku pr gue kosong, entar gue di suruh liatin bendera dong." lanjut Bilca, Izal yang mendengar nya hanya menghela napas berat, mau bagaimana lagi dia tidak akan pernah bisa menolak permintaan Bilca. Toh, dia juga tidak ingin sahabat nya di hukum.
Izal mengambil buku Bilca, lalu mengerjakan pr Bilca, ipa fisika.
Tidak terlalu rumit buat seorang Izal, karena dia adalah anak yang pintar ipa fisika. Izal juga selalu mengikuti olimpiade ipa, dan selalu menjadi juara satu.Bilca menatap dari samping sahabat nya itu yang sedang mengerjakan tugas nya, lalu tersenyum manis.
Jika aku harus membunuh perasaan yang timbul untukmu, agar aku bisa selalu bersamamu, maka akan aku lakukan itu.
*****
Bilca, Izal, Nazwa, Angga dan Dika yang sudah duduk di kantin sekolah, dan memakan, makanan yang sudah mereka pesan.
"Gila, tadi gue ipa fisika untung ngerjain, kalau gak gue berjemur di tiang bendera." ucap Dika yang membuka percakapan.
"Kalau lo di jemur, bagus dong." sahut Nazwa.
"Ko bagus?"
"Iyalah, biar lo sama tiang bendera sama. Sama-sama kejemur."
"MUAHAHAHA." semua yang mendengar nya serentak tertawa.
Dika yang melihat sahabat-sahabat nya itu menganga, seperti nya mereka seneng banget melihat dirinya yang ternistakan. Dika ingin sekali membalas sahutan Nazwa, tapi tidak dirinya lakukan, karena Dika tau, pasti yang ada dirinya lagi yang tersudutkan.
"Eh, ada yang mau anter gue gak?" tanya Bilca tiba-tiba.
"Kemana? " tanya Nazwa.
"Beli, sepatu. Liat nih, sepatu sekolah gue udah jebol. Minta di ganti yang baru."
"Duh, maaf banget Nab. Gue gak bisa, soalnya biasalah nyokap gue minta anter ke gue, mau ke rumah nenek." lesu Nazwa. Bilca mengangguk, lalu menatap ke dua kucrut sahabat nya itu.
"Gue sih mau-mau aja, tapi gue mau main ps, hehe." Dika yang langsung tersenyum lebar, memperlihatkan gigi putih rapih nya.
"Sama gue aja yok, Ca! Sekalian ada yang mau gue beli juga." sahut Angga. "Serius? Nah, kan enak denger nya. " jawab Bilca.
"Iya dong, gue gitu lho!"
"Gue aja yang anter." ucap Izal yang membuat semua nya menoleh.
"Apaan? Kaga bisa, gue yang duluan." sahut Angga.
"Ca, nanti malem gue jemput sekitar jam berapa?"
"Eh-jam tujuh. "
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS [HIATUS]
FanfictionWARNING!!! Ini setengah kisah nyata saya, dan bumbu khayalan saya saja. PART NYA AKAN SAYA BUAT SEDIKIT, BIAR CEPET ENDING. Daripada kek cerita yang gue buat sebelum nya di unpub klo sudah buntu. KWKWK -------------------------- "IZAL!!!" teriak seo...